Se connecterTepat pada waktu Hai, malam hari di kediaman Chu Linglong— sang hakim daerah Han Gu. Mu Zehuai datang bertamu secara terang-terangan lewat pintu depan gerbang. Sorot matanya tajam, sekelebat melirik sosok pria gagah yang berdiri kokoh di atas batang pohon persik di halaman samping kediaman. Tangannya menggenggam erat sebuah senjata berwujud payung hitam. Kain hitam membalut wajahnya, sorot matanya dingin, ditambah topi jerami menghiasi kepalanya. Menambah kesan misterius laksana sang dewa kematian. "Fu Zihan ternyata datang juga. Tampaknya, misi malam ini tidak mudah." Mu Zehuai bergumam. Tatapannya lurus, tajam menghunus, seolah sedang menanti sebuah kejutan mendebarkan. Pembawaannya tetap tenang bagaikan air tak beriak. Fu Zihan memicingkan mata. Sorot matanya menatap sengit kala mendapati kehadiran musuh bebuyutannya. "Bisa-bisanya malam ini bocah tengik ditugaskan bersamaku. Sungguh sial!" Fu Zihan menggerutu. Rahangnya mengerat. Geram setiap kali mencium udara di
"Akan kupenggal pengkhianat ini dan mempersembahkan kepalanya kepada para leluhur!" cetus Ming Chi. Bibir tipis Mu Zehuai mengukir senyum semirik. Alis tebalnya yang berbentuk runcing naik sebelah. Sorot mata tajamnya mempertegas kesan wajahnya yang berkarakter. "Bagus! Genarasi muda yang punya ambisi!" pujinya terhadap keberanian Ming Chi. Sikap pemberani Ming Chi membuatnya sedikit tertarik untuk meladeninya hingga tuntas. Tubuh Ming Chi mengambang di udara, sementara pedang di tangannya berayun-ayun, membentuk pusaran angin kencang. Pedangnya mengganda menjadi 5 bayangan. Aura pedang di tangannya memancarkan keinginan membunuh yang sangat kuat. Namun di mata Mu Zehuai, keagresifan adalah sebuah celah kelemahan yang mudah ditaklukkan. "Matilah!" Pedang-pedang itu melesat ke arah Mu Zehuai. Pusaran angin pedang menghunus secepat kilat. Bayangan pedang memantul tertangkap bola mata jernih Mu Zehuai, seketika membeku tepat di hadapan wajahnya. Mu Zehuai menahan sera
Bulan purnama menggantung di langit. Kilauan emasnya memancarkan cahaya yang terang benderang. Di bawah sinar rembulan, tepat di ujung pucuk pohon bambu, tampak sosok pria berpakaian merah cerah sedang duduk santai menikmati kue bulan seorang diri. Pemandangan malam di tengah hutan bambu terasa sunyi senyap. Di tengah kesunyian, telinga tajamnya mendengar gemerisik suara langkah kaki menginjak dedaunan kering. Semakin lama ritmenya semakin terdengar jelas di telinga. "Haih ...," keluhnya sambil menghela napas. Deru napasnya terdengar berat, seolah menyiratkan emosi yang tak terungkapkan. "Kupikir malam ini waktu yang tepat untuk menikmati kue bulan dengan tenang, tapi ternyata ... datang lagi sekelompok pengganggu," gumamnya lantas beranjak dari tempatnya. Mu Zehuai terjun dengan anggun, mendarat di atas tanah sembari memantau dari balik rerimbunan pohon bambu tua. Dari kejauhan, indera penglihatannya yang tajam berhasil menyoroti sekitar 5 sosok pemuda dari sekte aliran
Semua orang merasa tertekan, apa lagi para prajurit yang tidak memiliki basis kultivasi. Tangan mereka langsung menyumpali lubang telinga. Saking tidak tahannya dengan tekanan suara, para prajurit itu sampai berguling-guling di atas tanah. Zhang Ruling dan Tang Huang segera mengatur keseimbangan energi di tubuh mereka. Sedangkan Mu Zehuai tetap berbaring tenang sembari memejamkan mata. Dari luar tampak tenang, tetapi sebenarnya dia sedang sibuk mengontrol kedua energi yang saling bertentangan di dalam tubuhnya. Dua energi itu sedang bergejolak hebat. 'Kenapa energi di dalam tubuhku sangat sulit dikendalikan? Sungguh sial!' gumam Mu Zehuai dalam hati. Bagaimana pun, Ilmu Sukma Penghancur Hati adalah sumber kekuatan yang sangat jahat dan bertentangan dengan ajaran lurus yang pernah dilatih Mu Zehuai di Sekte Bulan Misterius. Keduanya saling berbentrokan bagai api melalap dan air memadam. "Pada akhirnya, Ilmu Sukma Penghancur Hati tetap muncul di dunia persilatan," ucap seo
"Aku ... tidak mati?" Mu Zehuai bergumam setelah sadar bahwa dirinya masih hidup. Kemudian, dia berusaha bangkit dari posisinya. Reflek Mu Zehuai menyentuh area bahunya yang terluka sembari meringis kesakitan. "Argh ... Sshh ...." Matanya mengerjap. Kelopak matanya bergerak-gerak memindai pemandangan asing di sekelilingnya. Selain cahaya rembulan dan hamparan bintang-bintang di langit malam yang tampak dari celah lubang di atas, semuanya gelap gulita. Ingatan terakhirnya sampai pada saat Zhang Ruling menembakkan panah hingga berhasil menembus bahu kirinya. Selanjutnya, entah bagaimana caranya dia bisa berakhir di tempat ini. Mu Zehuai menoleh ke samping. "Apa ini?" Dia mendapati sebuah benda yang menyerap cahaya bintang dari langit. Benda itu berkedip beberapa kali. Rasa penasarannya menggebu-gebu, lalu segera memungut benda itu. Ternyata, benda itu tidak lain hanyalah sebuah buku yang telah usang. Tulisannya pudar, tidak jelas, nyaris tidak bisa terbaca oleh orang bia
"Di sana!" "Kejar!" Seorang remaja laki-laki berpakaian compang-camping berlari tergopoh-gopoh. Dia mengerahkan segenap jiwa dan raga, demi menghindari kejaran para pendekar yang siap merenggut nyawanya kapan saja. Mentari hampir terbenam. Semburat cahaya jingga bersinar di ufuk barat, sedangkan pemuda itu terus menerjang hamparan rumput ilalang yang tajam. Tubuhnya basah kuyup bagai sedang mandi keringat. Deru napasnya tak beraturan disertai peluh yang kian bercucuran membasahi pelipis dan sekujur tubuhnya. "Tangkap dan bunuh dia!" "Jangan biarkan dia sampai lolos!" Sekitar puluhan orang mengejar di belakang, mereka adalah murid dari berbagai sekte aliran lurus yang memiliki tingkat bela diri terendah. Andaikan dihadapkan oleh seorang ahli, pemuda itu pasti sudah lama mati mengenaskan. Hosh ... Hosh ... Hosh ... Tenaga dalamnya terkuras habis. Energi sejatinya terluka parah, sedangkan kekuatan fisiknya mulai melemah. Tubuhnya dipenuhi memar, luka dan noda







