Home / Romansa / Satu Miliar Untuk ART / Bab 1. Sebuah Tawaran

Share

Satu Miliar Untuk ART
Satu Miliar Untuk ART
Author: UmiPutri

Bab 1. Sebuah Tawaran

Author: UmiPutri
last update Last Updated: 2025-02-14 11:53:55

"Satu Milyar! Aku bayar kamu untuk merawat anakku!" Ucap seorang pria yang duduk di samping wanita cantik.

Di depannya seorang gadis sederhana yang baru saja beberapa bulan bekerja di rumah mereka. Langsung terlonjak saking kagetnya, mendengar majikannya berkata seperti itu.

Gadis sederhana itu bernama Nilam Sari, usianya baru 19 tahun, dia menerima pekerjaan sebagai asisten rumah. Gadis itu bekerja untuk membantu keluarganya di kampung.

"Kami mau tinggal di luar negeri, kami tidak mungkin membawa bayi ini ke sana, apalagi dia penyakitan seperti ini. Aku mohon Nilam, bawalah anak itu ke kampung kamu," ucap wanita cantik itu dengan tatapan mata memelas.

Sontak mata nilam hampir meloncat dari cangkangnya. Karena terkejut mendengar ucapan wanita cantik itu.

"Iya Nilam, Kamu tahu kan istriku itu siapa? Dia ingin fokus berkarir dulu. Tidak mungkin orang tuaku merawat bayi ini, Kamu tahu kan usia mereka sudah uzur," tambah pria yang duduk di samping wanita cantik.

Nilam diam, mulutnya seakan-akan terkunci tidak bisa berbicara sedikitpun. Hatinya bingung menerima tawaran dari majikannya.

"Ayolah Nilam, kami percaya, kamu pasti bisa merawat anakku," wanita itu setengah memaksa nilam, agar mau merawat anaknya.

Nilam menatap wanita cantik itu. " Kenapa Nyonya percaya sama saya? Bukankah saya baru beberapa bulan bekerja di rumah ini?"

Alex sama Belda saling melempar pandangan, mereka juga tidak mengerti, kenapa Nilam yang dipilih untuk merawat anaknya.

"Kenapa tuan dan nyonya diam?" Nilam mencoba memberanikan diri berbicara.

"A__ku, percaya saja sama kamu," jawab Belda gugup.

"Nilam, ayolah. Kamu bisa kan menolong kami. Kami siap bersujud di kakimu, agar kamu mau merawat anakku. Kamu juga jangan khawatir, kebutuhan anakku aku transfer setiap bulannya. Dan uang satu miliar itu anggap upah kamu selama merawat anakku," ucap Alex.

"Baiklah, rencana tuan dan nyonya bagaimana?" tanya Nilam.

"Kamu tahu sendiri kan, kami sudah berbicara dengan kedua orang tuaku. Akan membawa kamu dan bayi kami, tapi kami berubah pikiran. Tidak mau membawa bayi kami, karena sudah pasti di sana akan merepotkan kami," jawab Alex.

"Kamu besok pura-pura ikut dengan kami ke bandara, nanti setelah di bandara, kamu akan diantar oleh sopir keluarga kami untuk pulang ke kampung halamanmu," tambah Belda dengan wajah sedikit berseri-seri. Hatinya merasa senang karena Nilam bersedia merawat anaknya.

"Ternyata otak mereka pintar, mereka pandai berbohong di depan orang tua. Apa mereka tidak tahu dosa ya?" Tanya Nilam dalam hati.

"Sekarang bawalah anak ini ke kamar kamu, dan kamu besok harus siap-siap, jam 07.00 pagi kita berangkat ke bandara. Aku dan suamiku berangkat pukul 09.00 pagi menuju Paris,"Belda langsung menyuruh Nilam keluar dari kamarnya.

Nila mengambil bayi yang berada di dalam, hatinya benar-benar tidak tega melihat kondisi bayi seperti itu. Anak yang dilahirkan sama Alex dan Belda salah satu kakinya cacat. Padahal wajah anak itu tampan dan rupawan. Telapak kaki bayi itu sedikit bengkok.

Padahal dokter mengatakan kaki anak itu bisa kembali lurus melalui terapi dan operasi. Tapi Belda benar-benar malu, melihat fisik anak yang dilahirkannya. Sewaktu lahir, bayi itu malah disembunyikan, tidak boleh ada seorangpun yang melihatnya.

Nilam menggendong bayi itu keluar dari kamar majikannya. Lalu menuju kamar bayi itu, saking kecewanya, Alex dan Belda belum memberikan nama sama bayi itu.

Tiba di kamar bayi, dengan perlahan Nilam meletakkan bayi di atas box. Airmata Nilam meleleh, karena sedih melihat nasib bayi, yang akan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.

Alex dan Belda benar-benar tega meninggalkan bayi Mereka dan menitipkan pada orang lain. Demi sebuah karir dan pekerjaan, rela mengorbankan anaknya. Mereka tidak bisa berpikir kedepannya bagaimana. Karena yang ada di pikiran mereka berdua adalah karir untuk mengumpulkan harta sebanyak mungkin.

"Kamu harus kuat Nak, kamu tidak boleh menyerah dengan keadaan. Ibu akan selalu menyayangimu," gumam Nilam dengan tidak sadar mengucapkan kata "ibu".

"Astaghfirullah, kenapa aku menyebut diriku sendiri dengan panggilan itu," gumam Nilam.

Bayi kecil itu menggeliat, lalu menguap, dan kembali tertidur dengan nyenyak. Nilam berjalan lalu duduk di atas tempat tidur.

Dirinya masih tidak percaya, menerima sejumlah uang yang cukup besar. Saat ini dirinya memang benar-benar membutuhkan uang untuk membantu keluarganya terbebas dari hutang.

"Apakah ini jawaban doa-doaku ya Allah, di satu sisi aku bersyukur menerima rezeki sebanyak itu. Di satu sisi aku harus bisa merawat anak kecil ini," ucap bilang dalam hati.

Nilam Langsung tertidur, karena ingat, dia harus bangun pagi-pagi. Matanya tidak dapat sudah tidak dapat menahan kantuk.

Keesokan harinya, Nilam sudah membereskan semua barang-barang bayi, semua peralatan bayi juga di bawa.

Belda memberikan alasan tertentu sama mertuanya, kenapa semua barang-barang anaknya dibawa. Mertuanya langsung setuju.

"Biar hemat mah, kami tidak mau berbelanja lagi di sana," alasan yang masuk akal.

Walaupun sebenarnya barang-barang itu akan dibawa ke rumah Nilam di kampung. Nilam langsung berpamitan sama asisten rumah yang lain. Mereka sampai bertangis-tangisan. Selama bekerja memang Nilam selalu bersikap baik bahkan selalu membantu pekerjaan asisten yang lainnya.

Di rumah ini banyak yang menyukai Nilam, selain cantik juga rajin bekerja.

Terlihat Alex dan Belda sedang berbicara dengan kedua orang tuanya di ruang makan.

"Bukannya aku tidak mau merawat cucuku! Tapi mau ditaruh di mana mukaku ini! Aku tidak mau punya cucu yang cacat seperti dia," ucap mamahnya Alex dengan nada ketus.

"Iya mah, tenang saja kok kami akan membawa anak kami. Maafkan kalau anak kami sudah membuat Mamah dan papa malu," ucap Belda dengan suara sedih.

"Punya cucu kok tidak bisa dibanggakan....."

Alek dan Belda cuma diam sambil menundukkan kepalanya. tidak berani menatap ke arah orang tuanya.

"pokoknya aku tidak mau mendengarkan tangis bayi ini! terserah kalian mau bawa ke mana! yang penting jangan ada di rumah ini. Aku tidak mau merawat dia!" kembali suara ketus mamahnya Alex terdengar.

malah kedua orang tuanya Alex cepat meninggalkan ruangan makan, sepertinya mereka tidak peduli dengan bayi yang dilahirkan sama Belda.

Alex menghela nafasnya dalam-dalam, dia benar-benar ada di persimpangan jalan. tapi harus bagaimana lagi, Belda menginginkan bayinya untuk tetap tinggal di Indonesia. sementara dia dan dirinya akan pergi ke Prancis untuk meniti karir.

"Mas, sudahlah Jangan kebingungan seperti itu. aku yakin Nilam bisa merawat anak kita dengan baik. pokoknya tenang saja deh, sekarang kita fokus sama karir kita untuk masa depan kita juga kan," ucap Belda sambil meraih cangkir yang berisi teh hangat.

"Entahlah......" gumam Alex.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 2. Satu Miliar Untuk ART

    Nilam merasa aneh mendengar obrolan majikannya. Mereka sampai tidak mau mengakui darah daging mereka sendiri. Padahal bayi itu kelihatan tampan dan rupawan."Maafkan kami mah, belum bisa memberikan cucu yang sesuai harapan Mama dan papa," ucap Belda getir."Sudahlah tidak usah banyak basa-basi, kamu sekarang jadi berangkat kan? Jangan lupa bawa bayi yang penyakitan dan cacat itu," ucap Ibu Alex dengan suara ketus.Alek Kusuma dan Belda Gayatri pasangan muda yang sedang mengejar karir. Alex seorang pengusaha ternama, sedangkan Belda seorang foto model yang sedang meniti karir. Saat ini keduanya akan pergi ke Paris, Karena Belda ada tawaran pekerjaan di sana.Nilam duduk di dekat sopir, sedangkan Alex dan Belda duduk di belakang. Semua barang-barang diantar dengan mobil yang lain. Nilam menggendong bayi dengan perasaan tidak menentu. Dia terus menatap wajah bayi, ternyata walaupun kedua orang tuanya banyak harta, tetapi masih bayi itu disia-siakan oleh keluarganya sendiri. "Ibu kasihan

    Last Updated : 2025-02-14
  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 3. Gosip Pedas Tetangga

    "Lho, itu kan Nilam!" Pekik ibunya Nilam."Iya Bu, tapi kok......" Ucapan Bapak Nilam terhenti, saat melihat tangan Nilam yang menggendong bayi."Lho, itu anak siapa yang dibawa Nilam?" Tanya Titin, ibunya Nilam."Ayo kita cepat ke sana Bu," ajak Udin, bapaknya Nilam.Perasaan Titin menjadi nu tidak enak, melihat bayi yang ada dalam gendongan anaknya. Sebagai seorang ibu tentunya Titin merasa terjadi sesuatu dengan Nilam anaknya. Padahal selama ini, Nilam selalu mengabarkan baik-baik tentang dirinya, bahkan gajinya beberapa bulan ke depan selalu dikirim untuk membantu biaya sekolah kedua adik-adiknya. "Apa yang sebenarnya terjadi dengan Nilam? Siapakah bayi yang ada dalam gendongannya?" Hati Titin terus bertanya-tanya.Tapi Titin tidak mau berpikir yang bukan bukan dulu. Sebelum Nilam menjelaskan semuanya, karena takut menjadi fitnah, atau keributan. Titin menahan segala keingintahuannya, sebelum Nilam menjelaskan kepadanya nanti.Titin dan Udin langsung bergegas berjalan ke depan.

    Last Updated : 2025-02-14
  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 4. Zahir bin Malik atau Nizam Alek Wiranata Kusuma

    "lho, Memangnya bayi ini belum dikasih nama?" Tanya Titin heran. "Boro-boro dikasih nama Bu, dilirik pun sama sekali tidak. Sayalah yang mengurusi bayi ini dari sejak lahir sampai sekarang," jawab Nilam."Betul apa yang dikatakan Nilam, bayi ini tidak mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. Hanya para asisten rumah yang mengasihi bayi ini," tambah Pak sopir. "Astagfirullah, kasihan sekali kamu Nak. Biarlah kamu dirawat sama kami di sini, bayi ini umurnya berapa hari?" Tanya Titin. "Sekitar 3 Minggu Bu, anak ini belum aqiqah. Kasih tahu aku anak yang dilahirkan itu harus aqiqah Bu," jawab Nilam."Betul, kita nanti ada kan syukuran kecil-kecilan. Sekalian memberikan nama anak ini, Siapa tahu suatu hari nanti anak ini menjadi anak yang tumbuh dengan baik dan soleh," ucap Titin dengan suara tertahan. "Betul apa yang dikatakan Bu Titin, semoga anak ini tumbuh menjadi anak yang sholeh," Pak sopir tidak bisa meneruskan kata-katanya lagi. Hatinya benar-benar pedih melihat nasib bayi i

    Last Updated : 2025-02-14
  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 5. Tuduhan Kejam

    "nama yang bagus, Zahir bin Malik nama anak ini," ujar Udin sambil menatap bayi yang ada dalam gendongan Titin, istrinya."Iya, nama yang bagus. Ibu setuju sekali, tapi....." Titin menghentikan ucapannya. "Tapi apa Bu?" Tanya Nilam cepat. "Nama anak-anak kita kan awalannya huruf "N". Alangkah baiknya nama anak ini juga awalan nya dari huruf itu," jawab Titin sambil terkekeh. "Bagaimana kalau Nizam bin Malik?" Nia adiknya Nilam mengajukan usul."Nah itu bagus, nama yang sangat bagus," tukas Udin."Ya sudah namanya Nizam bin Malik saja," akhirnya mereka setuju, nama bayi ini jadinya Nizam bin Malik bukan Zahir bin Malik. "Bu, besok Nilam ke bank dulu ya. Atau ke ATM dulu, terus untuk beli motor sama mobil setelah selesai acara syukuran saja. Satu-satu dulu saja," Nilam mengajukan usul. "Sebaiknya begitu, satu-satu dulu lah. Baru setelah acara syukuran selesai. Kita renovasi rumah beserta kendaraan," Udin setuju dengan usulan Nilam, begitu pula dengan Titin. Karena syukuran aqiqah N

    Last Updated : 2025-02-14
  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 6. Kebencian berujung ramah

    Mereka menoleh ke arah sumber suara, ternyata Titin datang untuk berbelanja. Mereka semua diam, mulutnya langsung terkunci, mereka menatap Titin dengan wajah bersalah. Karena orang yang digosipkan berada di hadapan mereka. "Kenapa tidak dilanjutkan lagi omongannya ibu-ibu. Silakan lanjutkan lagi, saya ke sini untuk belanja sayuran," ujar Titin, tangannya sibuk memilih-milih sayuran beserta lauk yang lainnya. Ibu-ibu langsung melempar pandangan, mereka merasa malu dengan omongan Titin. Karena tadi mereka begitu bersemangat menggosipkan keluarganya. "Eh, Maaf Bu Titin. Tadi kami memang membicarakan Nilam. Karena jujur saja, kami merasa kaget. Karena tahu-tahu anak ibu pulang membawa seorang bayi. Ingin bertanya sama ibu rasanya sungkan," akhirnya Bu Nonik menjelaskan apa yang sebenarnya dibahas sewaktu tadi. Tapi perkataan Bu Eti yang pasti menyakiti hati keluarga Bu Titin, tidak dibicarakan kembali. Bu Nonik berhati-hati menyampaikannya. "Oh, memang benar. Anak saya pulang membaw

    Last Updated : 2025-04-04
  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 7. Mulai Terkuak

    "Eh, iya Mas," wajah Belda terlihat panik, saat melihat kedatangan Alex suaminya. Dia buru-buru bangkit dari tempat duduknya. Seorang pria tampan yang duduk di hadapan Belda menatap ke arah Alex. Belda langsung berjalan mendekati suaminya."Siapa laki-laki itu?" Tanya Alex sambil menatap tajam ke arah pria yang duduk di hadapan Belda."Dia, eh, anu, dia. Oh ya, temanku Mas," jawab Belda gugup.Alex menautkan kedua alisnya heran, hatinya mulai curiga dengan jawaban Belda yang terlihat gugup. Pria itu langsung bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan mendekati Alex, dia tersenyum ramah sama Alex."Kenalkan, saya sahabatnya Belda. Kebetulan kami bertemu di sini, kerjaan Saya seorang fotografer," si pria itu mengulurkan tangannya. Alex terlihat ragu-ragu mengulurkan tangannya, selalu menyambut uluran tangan pria itu, sambil menyebutkan namanya. "Alex, suaminya Belda.""Perta, Perta Cristian.""Mari kita duduk-duduk dulu, Belda belum selesai pemotretannya," Perta mengajak Alex untuk

    Last Updated : 2025-04-04
  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 8. Sebuah Pengakuan

    Alex tidak bisa menikmati keindahan malam ini, hatinya sakit setelah melihat kenyataan kalau istrinya berselingkuh. Di dalam foto itu jelas-jelas istrinya sedang berada di sebuah kamar hotel dengan sahabatnya sendiri. "Kenapa hidupku bisa seperti ini? Apa salahku sama Belda? Padahal aku sudah menuruti segala keinginannya, sampai-sampai aku tega meninggalkan anakku sendiri. Bahkan anakku sekarang ada di bawah pengasuhan seorang art," Alex terus aja beli celoteh di dalam hatinya.Di wajahnya terlihat guratan penyesalan. Malam yang indah di kota Paris ini, seharusnya dilewati Alex dengan penuh kebahagiaan. Tapi sebuah kenyataan pahit yang kini dihadapi Alex. Tanpa berpikir panjang lagi, Alex langsung menyiapkan diri untuk segera kembali ke Indonesia. " Aku bawa luka di hati ini, mungkin kembalinya aku ke Indonesia, bisa melupakan rasa sakit hati ini," Alex bersiap-siap pulang ke Indonesia. Sebelum keluar dari apartemen, Alex menatap ke sekeliling ruangan, di mana apartemen ini menja

    Last Updated : 2025-04-12
  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 9. Rindu Tak Tertahankan

    Alex menundukkan kepala, tidak bisa menjawab pertanyaan dari mamahnya. Hatinya sedang dilandak kebingungan, entah apa harus berkata bohong atau jujur. Kalau jujur sudah pasti mamahna memarahinya habis-habisan, kalau bohong suatu hari pasti akan ketahuan juga. "Jawab Alex!" Sentak Tuan Kusuma Wiranata.Nyonya Arimbi menatap tajam ke arah anaknya, "Memangnya apa yang terjadi sama kamu Alex?" Tanya Nyonya Arimbi dengan suara keras. Alex terdiam, masih belum berani berbicara sedikitpun, tatapan tajam dari orang tuanya. Membuat nyali Alex menciut. "Jawab Alex! Apakah beda sudah membuat hatimu sakit?" Tanya Nyonya Arimbi. "Kalau dia diam berarti benar, sudah papa bilang berkali-kali. Bahkan kami sudah mengingatkan, siapa Belda itu. Tapi kamu tetap ngeyel, dan memaksa ingin menikahinya," ucap tuanku semua tegas. "Maafkan Alex mah, pah. Karena tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini," Sekali lagi maafkan Alex," ucap Alex dengan suara pelan. "Sebenarnya, kami kemarin menguji kalian

    Last Updated : 2025-04-12

Latest chapter

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 28

    Tapi langkah si wanita itu terhenti, dapat melihat foto yang menempel di dinding tembok. Terlihat pasangan pengantin terpampang jelas di foto itu. "Nilam, Mas Alex," desis Belda.Wanita itu ternyata Belda, dia memang nekat ingin menemui anaknya di rumah tuan Alex. Sebelum ke sini, Belda datang ke rumah mantan mertuanya. Dia di sana mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari Nyonya Arimbi. Hingga Belda berpikir untuk datang ke rumah tuan Alex yang lain. Keluarga tuan Alex mempunyai empat rumah, dan Belda tahu alamat keempat rumah milik keluarga Tuan Alex. Tadi sebelum ke sini, Belda mendatangi satu persatu rumah Tuan Alex. Hingga sampailah Belda di rumah ini. Belda orangnya benar-benar nekat. Bila Keinginannya tidak tercapai, dia akan menggunakan segala cara, walaupun kadang cara kasar sekalipun. Bik Mun terlihat bergegas menyusul Belda. Hatinya sedikit was-was, karena melihat tamu asing masuk begitu saja ke dalam rumah. "Maaf, Anda siapa ya tiba-tiba masuk ke dalam rumah?" Tany

  • Satu Miliar Untuk ART    bab 26

    Dua tahun kemudian."Kamu!!" Pekik Tuan Alex saat melihat seorang wanita sudah berdiri di hadapannya, dia sampai terlonjak dari kursi kerjanya. Mata Tuan Alex membulat lebar-lebar, karena tidak menyangka wanita itu hadir kembali di hadapannya. "Apa kabar Mas?" Tanya wanita itu sambil menghempaskan bokongnya di atas kursi, depan Tuan Alex. Tuan Alex masih duduk mematung, matanya menatap tajam ke arah dia, jantungnya berdetak keras bukan main. "Kaget? Heran? Terkejut? Kenapa aku bisa hadir kembali di hadapanmu kini? Apa Kamu kira aku tidak bisa kembali lagi?" Tanya wanita itu, bibirnya terus mengeluarkan pertanyaan demi pertanyaan. "Ka___kamu," ucap tuan Alex gelanggapan."Sudahlah mas jangan berpura-pura kaget. Aku datang ke sini cuma ingin melihat Nizam," ucap wanita itu, yang tak lain adalah Belda. Tuan Alex langsung tersentak, mendengar Belda ingin bertemu dengan Nizam, dia mengatur nafasnya sedemikian rupa, agar bisa menguasai keadaan. "Buat apa kamu ketemu anak yang sudah k

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 25

    Tuan Alex menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Nilam. Dia banyak mengelus dada, tapi harus bagaimana lagi. Nilam hanya satu-satunya orang yang bisa merawat Nizam dengan baik. Nilam masuk ke dalam apartemen, matanya kembali terpana melihat isi apartemen itu. Betapa tidak tidak terpana mata Nilam, saat melihat perabot yang ada di dalam apartemen. TV besar menempel di dinding tembok, belum lagi sofa yang berukuran besar. Mata Nilam sampai tidak berkedip, lalu dia menoleh ke arah Tuan Alex. "Ini kepunyaan tuan?" Tanya Nilam polos. Tuan Alex yang sudah duduk di atas sofa, langsung memijat keningnya. Terdengar suara bunyi bel dari luar. Tuan Alex buru-buru bangkit dari tempat duduknya. Ternyata sopir tadi mengantarkan koper yang ketinggalan di dalam mobil. "Terima kasih," ucap tuan Alex sambil menutup pintu. Tuan Alex menyeret koper ke salah satu kamar, lalu menoleh ke arah Nilam."Tempat istirahat kamu di sini sama Nizam. Aku sebelahnya."Nilam menoleh, lalu menganggukkan k

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 24

    "Lho, bukannya pekerjaan kamu masih terikat kontrak? Aduh Belda, jangan bikin aku pusing deh!" Sentak Perta.Mata Belda langsung melotot, wajahnya terlihat emosi. " Ini semua gara-gara kamu! Seandainya kita waktu itu hati-hati! Kita tidak mungkin ketahuan sama Alex!" Suara Belda meninggi. Perta tersenyum menyeringai," bukankah kamu yang menginginkan semua ini? Aku kan cuma mengikuti keinginanmu," ucap Perta sambil tersenyum mengejek. "Apa! Jadi menurut kamu? hubungan kita ini apa? Jelas-jelas kamu yang membutuhkan aku!" Balas Belda sengit."Kita sama-sama saling membutuhkan! Belda! Tapi kamu tetap keras kepala ingin pulang. Apa Kamu kira aku tidak bisa memberikan materi seperti Alex! Don't worry Belda, please. Kamu jangan pernah kembali ke Indonesia," ucap Perta dengan tegas."Sudah aku katakan sejak tadi, aku cuma ingin menyelesaikan masalah perceraianku. Setelah beres aku pulang ke Paris lagi. Kamu mengerti tidak sih? Kalau aku sudah sah bercerai dari Alex, kita tenang Perta," su

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 22

    "Saya tahu, anda inginkan yang terbaik buat Anda, silakan kalau mau membawa anak Anda ke luar negeri untuk berobat. Kami tidak keberatan sama sekali, Maaf di sini bila pelayanannya kurang baik," ucap dokter itu. Sedangkan Nilam masih duduk bengong, karena tidak menyangka di jam akan dibawa ke luar negeri sama Tuan Alex."Terima kasih dok, saya minta tolong secepatnya, segera dipersiapkan surat-surat yang diperlukan buat rumah sakit di sana," ucap Tuan Alex. "Baiklah, kami akan segera mempersiapkan surat-surat yang diperlukan," jawab dokter itu. "Kalau begitu kami permisi dulu," Tuan Alex langsung bangkit dari tempat duduknya, selalu mengulurkan tangan sambil mengucapkan terima kasih kembali sama dokter. Nilam mengikuti Tuan Alex dari belakang, Nilam bergegas jalan, biar sejajar dengan Tuan Alex langkahnya."Tuan, Nizam mau dibawa ke luar negeri? Terus bagaimana? Kenapa sampai dibawa ke luar negeri? Jangan atuh tuan. Berobat di sini saja, di sini juga banyak pengobatan yang bagus,

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 21.

    "Akhh, cepat dong Lego! Masa sih kamu bawa mobil kayak siput begini!" Berkali-kali Tuan Alex menegur Lego. Lego wajahnya masih tetap tenang, dia tidak mungkin membuat Tuan Alex lebih panik. Terlihat beberapa kali Tuan Alex mengusap wajahnya. Wajahnya terlihat panik dan cemas, hanya terus menata ponsel yang tidak pernah lepas dari genggaman tangannya. "Apa yang sebenarnya terjadi dengan anakku?" Tanya tuan Alex."Sabar Bos, berdoalah, Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Nizam," ucap Lego, matanya tetap fokus ke depan. Waktu menunjukkan pukul 08.00 pagi, mobil yang dikemudikan Lego terus bergerak menuju luar kota Bandung. Setelah keluar dari jalan tol kota Bandung, Lego langsung melesat mobilnya menuju kota Ciamis. Perjalanan dari Bandung menuju kota Ciamis kurang lebih memakan waktu 3 jam. Celana dalam perjalanan, Tuan Alex tidak berbicara sepatah katapun, tapi terlihat dari wajahnya Dia terlihat sangat gelisah sekali. " Bos, berhenti dulu di rumah makan ya, aduh gue kebelet pip

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 21

    "Akhh, cepat dong Lego! Masa sih kamu bawa mobil kayak siput begini!" Berkali-kali Tuan Alex menegur Lego. Lego wajahnya masih tetap tenang, dia tidak mungkin membuat Tuan Alex lebih panik. Terlihat beberapa kali Tuan Alex mengusap wajahnya. Wajahnya terlihat panik dan cemas, hanya terus menata ponsel yang tidak pernah lepas dari genggaman tangannya. "Apa yang sebenarnya terjadi dengan anakku?" Tanya tuan Alex."Sabar Bos, berdoalah, Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Nizam," ucap Lego, matanya tetap fokus ke depan. Waktu menunjukkan pukul 08.00 pagi, mobil yang dikemudikan Lego terus bergerak menuju luar kota Bandung. Setelah keluar dari jalan tol kota Bandung, Lego langsung melesat mobilnya menuju kota Ciamis. Perjalanan dari Bandung menuju kota Ciamis kurang lebih memakan waktu 3 jam. Celana dalam perjalanan, Tuan Alex tidak berbicara sepatah katapun, tapi terlihat dari wajahnya Dia terlihat sangat gelisah sekali. " Bos, berhenti dulu di rumah makan ya, aduh gue kebelet pip

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 20

    "Kenapa kamu meninggalkan Belda di Paris seorang diri?" Tanya Mirna, yang tak lain adalah tante dari mantan istrinya tuan Alex."Hei! Dengarkan dulu Jeng Mirna! Anakku meninggalkan si Belda! Karena keponakanmu itu selingkuh!" Nyonya Arimbi mengeja akhiran kata dengan tegas. "Aku tidak percaya! Kalau keponakanku itu selingkuh! Atau jangan kamu kurang memberikan nafkah sama si Belda!" Mirna malah menuduh Tuan Alex yang bukan-bukan. "Jaga mulut kamu jeng Mirna! Mana mungkin anakku tidak memberikan nafkah! Kamu tahu sendiri kan, selama ini Alex selalu memenuhi keinginan keponakanmu itu!" Balas Nyonya Arimbi sengit. Ruangan keluarga jadi terasa panas, suara teriakan-teriakan terdengar dari mulut Nyonya Arimbi dan Mirna. Sedangkan Tuan Kusuma dan Tuan Alex, hanya diam sambil menahan nafas mereka. "Terus kenapa kamu meninggalkan Belda sendirian di Paris! Aku mendapat telepon dari dia, bahkan aku mendengar sampai Belda menangis, katanya kamu meninggalkan dia tiba-tiba," ucap Mirna dengan

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 19

    "Mungkin Bu Dewa malu ya?" Tanya Titin."Begitulah, lah hutang sudah lunas juga, masih saja nagih. Tapi untungnya, kita masih punya bukti-bukti pembayaran, coba kalau tidak, dia mau memanfaatkan kita," tukas Udin."Betul pak," ucap Titin."Ada-ada saja tetangga ya," ucap Udin sambil kembali ke belakang, karena masih banyak pekerjaan. Sedangkan Titin masuk ke dalam kamar Nilam. Ternyata Nizam agak rewel. " Kenapa dengan dedek Nizam?" Tanya Titin. "Entahlah Bu, dari tadi tumben rewel terus dedek Nizam," jawab Nilam."Sini biar ibu yang gendong," Titin langsung mengambil Nizam dari gendongan Nilam."Nanti sore kita bawa ke bidan, sekalian kan belum diperiksa, terus tanya kapan imunisasinya," ujar Titin sambil mengelus pucuk kepala Nizam."Iya Bu," jawab Nilam."Bu kapan kita ke dokter, spesialis tulang, Aku ingin tahu kondisi kaki Nizam," tanya Nilam."Kita ke bidan saja dulu, terus tanya dokter mana Yang cocok untuk menangani kaki Nizam," jawab Titin."Baiklah, Bu,"Ting.... ponselnya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status