Beranda / Romansa / Scandal Mr Arrogant / Bab 7. Pagi Yang Beda.

Share

Bab 7. Pagi Yang Beda.

Penulis: Yun_95
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-18 12:37:03

Cahaya matahari menembus tirai tipis, membias lembut ke dalam ruangan yang masih berantakan. Bau alkohol samar-samar masih terasa di udara.

Eldric mengerang pelan, menekan pelipisnya yang berdenyut hebat, kepalanya terasa berat, mulut kering. Ia duduk perlahan di tepi ranjang, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, hanya potongan gambar yang datang dan pergi. Klub malam, suara Damon, lalu…

Seseorang memanggil namanya.

Dan kini, di sisi ruangan, ia melihat sesosok gadis tertidur di kursi dengan kepala bersandar di tepi ranjang. Rambut hitamnya terurai lembut, wajahnya terlihat lelah, tapi damai.

Liana.

Eldric mengerjap pelan, seketika, kesadarannya kembali penuh. Ia memandang sekeliling, jas nya di sofa, meja berantakan, dan segelas air di nakas. Keningnya berkerut, saat melihat Liana di sana.

“Apa yang dia lakukan di sini?”

Suara beratnya membuat Liana terbangun. Gadis itu buru-buru bangkit, sedikit panik.

“T-Tuan Eldric! Anda sudah bangun?”

Eldric menatap tajam. “Apa yang kau lakukan di sini?”

“Saya-” Liana menelan ludah. “Anda mabuk semalam, dan Tuan Damon menelepon saya. Tidak ada yang bisa membawa Anda pulang, jadi saya-”

“Jadi kau pikir boleh masuk seenaknya ke apartemen ku?” suaranya naik, tajam. “Apa kau lupa siapa dirimu?”

Liana terdiam, menunduk. “Maaf, Tuan. Saya hanya tidak ingin Anda tertinggal di tempat seperti itu.”

“Tidak perlu alasan.” Eldric bangkit dari ranjang, langkahnya dingin, suara detak jam terdengar jelas di antara jarak mereka. “Kau sekretarisku, bukan pengasuhku. Lain kali, jangan lancang!”

Liana menunduk lebih dalam. Tangannya mengepal di sisi tubuh, menahan perasaan yang tidak bisa ia jelaskan.

“Baik, Tuan. Saya mengerti.”

Eldric menatapnya lama, terlalu lama. Ada sesuatu di sorot matanya yang sulit ditebak, marah, malu, atau justru takut karena rahasianya semalam sempat terlihat. Ia berbalik, berjalan menuju kamar mandi tanpa berkata lagi.

Liana menatap ke lantai, matanya memanas, tapi ia menahan diri. Hatinya sedikit perih, bukan karena bentakan Eldric, tapi karena ia tahu, mungkin pria itu marah bukan pada dirinya, melainkan pada dirinya sendiri.

Beberapa menit kemudian, Eldric keluar lagi, kini dengan pakaian rapi seperti biasa. Wajahnya datar, tenang, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

“Liana,” katanya dingin, “Aku akan masuk kantor siang ini. Pastikan semua laporan proyek Ravas Group sudah selesai sebelum aku tiba.”

Liana menatapnya sekilas. “Baik, Tuan.”

Ia mengambil tasnya, melangkah menuju pintu. Namun sebelum keluar, Eldric sempat berhenti sejenak. Suara pelan keluar dari bibirnya, hampir tak terdengar.

“Terima kasih.”

Liana menatap punggungnya yang menjauh. Kata itu singkat, tapi cukup untuk membuat dadanya sesak. Ia tahu Eldric tidak mudah mengucapkannya. Mungkin, di balik dinginnya, ada sedikit rasa yang bahkan Eldric sendiri belum mau akui.

Saat pintu tertutup, ruangan kembali sunyi. Liana menghela napas panjang, menatap ke arah ranjang yang semalam ia jaga.

“Dia marah, tapi...kalau bukan aku, siapa lagi yang akan peduli padanya?”

Setelah itu, Liana pun bergegas keluar dari Apartemen Eldric, Apartemen mewah yang terlihat sepi dan sunyi. Mungkin Eldric hanya tinggal sendiri, beruntung Demon sudah memberitahu pin pintu apartemen Eldric.

Liana pulang ke Apartemen nya, karena pagi ini ia harus pergi lebih awal ke Kantor, untuk menyiapkan berkas dan jadwal Eldric di hari ini. Kalau ia lalai, yang ada ia akan melihat kemarahan Eldric di Kantor.

Setelah tiba di apartemennya, Liana bergegas mandi dan juga membuat sarapan. Ia tidak ingin terlambat masuk ke kantor, karena ia takut jika terlambat akan mendapat amukan dari Eldric. kemarahan itulah yang sangat dia hindari, jangankan melihat kemarahannya, melihat sang CEO lewat di hadapannya pun membuat dirinya sering ketakutan.

"Berasa jadi teroris kalau begini terus." gumam Liana, karena ia merasa selalu dibawah bayang-bayang sang CEO dan merasa ketakutan di setiap kali ingin pergi ke Kantor.

"Semangat Liana, semoga hari ini tidak dapat tatapan tajam." Ucapnya dengan semangat, agar ia bisa meredam rasa takut di hatinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Scandal Mr Arrogant    Bab 11. Kegiatan Panas.

    Suara langkah di koridor terdengar semakin mendekat, mendekati Liana yang masih berdiri terpaku di depan pintu ruang direktur. “Mantan kekasih Eldric.” Kalimat itu terus terngiang di kepalanya, menggema lebih lama dari seharusnya. Ia menoleh pelan, menatap sumber suara tadi adalah Vera, yang kini menatapnya dengan wajah penuh rasa ingin tahu, seolah baru saja membocorkan rahasia besar tanpa benar-benar bermaksud. “Kamu serius?” suara Liana nyaris berbisik. Vera mengangkat bahu. “Aku nggak tahu detailnya, tapi orang-orang di sini sempat ngomong begitu. Katanya, dulu mereka kerja bareng di luar negeri, dan yah, sesuatu terjadi.” Sesuatu. Kata itu membuat dada Liana terasa aneh. Ia tak tahu kenapa, tapi bayangan Freya dan Eldric duduk berhadapan di ruang itu, dengan keheningan yang padat dan tatapan yang hanya bisa dimengerti dua orang yang punya masa lalu membuat hatinya bergetar tak nyaman. “Udah ah, jangan dipikirin,” kata Vera sambil berbalik. “Kita kan cuma staf bia

  • Scandal Mr Arrogant    Bab 10. Siapa Dia?

    Ruang rapat perlahan kosong. Satu per satu staf keluar sambil membawa berkas dan laptop mereka. Suara langkah sepatu semakin menjauh hingga hanya tersisa dua orang di sana. Eldric masih duduk di kursinya, membolak-balik halaman laporan yang sebenarnya sudah ia hafal luar kepala. Sementara Freya berdiri, merapikan dokumennya tanpa banyak suara. Hening, Hanya terdengar suara pendingin ruangan yang menderu pelan. Freya akhirnya membuka suara lebih dulu. “Terima kasih sudah mau memimpin proyek ini, Eldric. Aku tahu kamu tidak menyukainya.” Eldric menutup map di depannya, menatap lurus ke arahnya. “Aku tidak punya pilihan, Freya. Ini urusan bisnis.” “Tetap saja,” gumam Freya pelan. “Aku tahu kamu tidak akan melakukan sesuatu kalau tidak benar-benar perlu.” Eldric berdiri, memasukkan tangan ke saku celananya. Tatapannya tajam, tapi suaranya tenang. “Kau juga masih sama. Datang dengan senyum sopan, tapi menyimpan terlalu banyak hal di baliknya.” Freya menelan ludah, mencoba memperta

  • Scandal Mr Arrogant    Bab 9. Kerjasama.

    Eldric bersandar di kursinya, menatap sisa anggur di gelasnya tanpa minat. Ibunya, Nyonya Dalton, menatapnya lama sebelum berkata pelan, “Sekarang Freya tampak lebih dewasa ya?” Eldric mengangkat alisnya sedikit, tapi tak menatap Ibunya. “Mungkin. Tapi waktu tidak mengubah semuanya, Bu.” Ayahnya terkekeh, nada suaranya ringan, tapi mengandung makna. “Kau masih sama keras kepalanya. Padahal dulu, kalau tidak salah, kau yang paling berjuang untuk gadis itu.” Eldric menegakkan tubuhnya perlahan, ekspresinya tetap dingin. “Dulu, Ayah. Sekarang sudah lewat.” Nyonya Dalton menatap putranya lembut. “Tidak semua masa lalu harus dibuang begitu saja, Eldric. Kadang, yang sudah hancur masih bisa diperbaiki.” Eldric tersenyum tipis, getir. “Tapi kalau fondasinya sudah retak, buat apa dibangun lagi. Cepat atau lambat, tetap akan runtuh.” Hening kembali menyelimuti meja itu. Hanya terdengar desahan kecil dari Ibunya, dan tatapan ayahnya yang sulit dibaca. “Baiklah,” ujar Tuan Dalton akhir

  • Scandal Mr Arrogant    Bab 8. Bertemu Masa Lalu.

    Pagi itu terasa lebih berat dari biasanya. Liana datang ke kantor jauh lebih awal, dengan harapan bisa menghindari tatapan Tuan Eldric yang masih membekas di pikirannya sejak malam itu. Bayangan Eldric yang mabuk, wajahnya yang nyaris tak dikenali, dan suaranya yang bergetar di antara kesadaran, semuanya masih jelas. Ia bahkan tak tahu bagaimana harus bersikap sekarang. Haruskah ia berpura-pura tidak terjadi apa-apa? Suara langkah sepatu terdengar dari arah pintu kaca. Liana sontak menegakkan punggungnya, Eldric Adrian baru saja tiba. Pria itu mengenakan jas hitam sempurna seperti biasa, wajahnya tanpa ekspresi, tapi entah mengapa, sorot matanya berbeda. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang tak bisa Liana jelaskan, seperti amarah yang disembunyikan, bercampur dengan rasa tidak nyaman. “Laporan minggu lalu belum ada di mejaku,” ucap Eldric dingin, menaruh tas kerjanya di meja. Suara itu tenang, tapi tajam. “Sudah saya kirim lewat email, Tuan,” jawab Liana pelan. “Email bukan alasan

  • Scandal Mr Arrogant    Bab 7. Pagi Yang Beda.

    Cahaya matahari menembus tirai tipis, membias lembut ke dalam ruangan yang masih berantakan. Bau alkohol samar-samar masih terasa di udara.Eldric mengerang pelan, menekan pelipisnya yang berdenyut hebat, kepalanya terasa berat, mulut kering. Ia duduk perlahan di tepi ranjang, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, hanya potongan gambar yang datang dan pergi. Klub malam, suara Damon, lalu…Seseorang memanggil namanya.Dan kini, di sisi ruangan, ia melihat sesosok gadis tertidur di kursi dengan kepala bersandar di tepi ranjang. Rambut hitamnya terurai lembut, wajahnya terlihat lelah, tapi damai.Liana.Eldric mengerjap pelan, seketika, kesadarannya kembali penuh. Ia memandang sekeliling, jas nya di sofa, meja berantakan, dan segelas air di nakas. Keningnya berkerut, saat melihat Liana di sana.“Apa yang dia lakukan di sini?”Suara beratnya membuat Liana terbangun. Gadis itu buru-buru bangkit, sedikit panik.“T-Tuan Eldric! Anda sudah bangun?”Eldric menatap tajam. “Apa yang kau la

  • Scandal Mr Arrogant    Bab 6. Udara atau Pelarian?

    Kota sudah mulai sepi ketika Eldric memutuskan keluar dari kantor. Hujan berhenti, tapi langit masih berwarna kelabu. Di depan lobi, seorang pria berjas abu-abu menunggunya sambil menepuk bahu sopir Eldric.“Lama banget, Bro. Gue kira Lo nggak jadi,”Suara berat itu milik Damon, teman lama Eldric sejak masa kuliah, orang yang tahu sisi-sisi yang tidak pernah dilihat publik.Eldric hanya menatap singkat. “Aku butuh udara.”“Udara atau pelarian?” Damon tersenyum miring. “Ayo, gue tau tempat yang pas buat itu.”**Lampu neon berkedip, musik berdentum, dan aroma alkohol bercampur parfum memenuhi ruangan. Eldric duduk di kursi VIP, kemejanya terbuka satu kancing, tangan kirinya memegang gelas berisi cairan berwarna amber.Damon bersandar di sebelahnya, menatap ke arah panggung dansa. “Kau tahu, sejak Freya menikah, kau gak pernah benar-benar hidup, Ric.”Eldric diam. Tidak menoleh, tidak bereaksi.Damon melanjutkan, “Tujuh tahun, Bro. Tujuh tahun Lo sibuk nyiksa diri lo sendiri. Perusahaan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status