"Ruka itu nama anak Mentari. Ia menamai anaknya dengan nama suaminya."
"Ooh, ternyata begitu. Seharusnya kau katakan itu dari awal."
"Kalau kau tidak memotong ceritaku, tentu aku sudah mengatakannya dari tadi."
Lovelyn menghela napas jenuh.
"Sudahlah. Lanjutkan saja."
6.1. Baik. Akan Kulanjutkan. (1)
Ruka - suami Mentari - adalah seorang penjahat kelas teri. Ia bekerja untuk sebuah organisasi mafia kelas kakap. Tidak banyak yang ia ketahui tentang organisasi tempatnya bekerja. Yang ia tahu hanya tiga hal. Satu, jika bos organisasi senang dengan hasil kerjanya, ia akan hidup bahagia. Dua, jika bos organisasi tidak senang dengan hasil kerjanya, ia akan mendapat teguran. Tiga, jika bos organisasi benci dengan hasil kerjanya, ia akan mati. Hanya itu yang ia ketahui dan hanya itu yang ia ketahui.
Bos organisasi benci dengan hasil kerjanya.
Ruka memilih untuk menjalani hidup baru bersama Mentari, sehingga ia pun menelantarkan tugasnya. Ia menelantarkan tugasnya, sehingga bos organisasi jadi benci dengan hasil kerjanya. Bos organisasi benci dengan hasil kerjanya, sehingga ia pun harus mati.
Hukum matematika sederhana.
Tentang logika.
Kalau tidak salah.
Aku lupa.
Maaf.
Yang jelas, Ruka, Sr. sudah mati. Sekarang - maksudku waktu itu - yang tersisa hanya tinggal Mentari dan Ruka, Jr.. Mereka harus tetap melanjutkan hidup meskipun dalam kesendirian, kemiskinan, dan ketakutan. Namun Mentari tak akan menyerah. Ia pernah menyerah terhadap kenyataan hidupnya satu kali; menghancurkan keyakinannya untuk tidak mau dan tidak akan pernah mau meratapi nasib. Kali ini ia bersumpah, demi segalanya yang ada di dunia ini, ia tak akan pernah menyerah lagi. Ia harus bahagia. Ruka harus bahagia. Mereka harus bahagia.
***
Ruka kecil tumbuh menjadi besar - maksudku sangat besar. Ia mencapai puncak tinggi badannya di angka 213 cm. Namun aku tak akan bercerita sampai situ; saat cerita ini selesai, masa pertumbuhan Ruka belum berhenti. Aku hanya akan bercerita sampai kepada saat di mana Ruka akhirnya berubah menjadi Iblis. Sejak dari awal memang itulah tujuanku - maksudku tujuan Vith - bercerita. Menyampaikan kepada Lovelyn bagaimana Ruka menjadi Iblis.
Maksudku, menjadi sesuatu yang lebih buruk daripada Iblis.
"Ayah di mana, Bu?"
"Ayah ... ada di surga."
"Di surga?"
"Ayah hidup bahagia di surga."
"Ayah sudah meninggal?"
"Ayah hidup. Dia hidup di surga. Hidup di surga sampai selama-lamanya."
Ruka menatap jernih kedua mata ibunya.
"Ruka mau ketemu Ayah, Bu.""Sabar ya, Nak. Nanti, kalau Ruka tumbuh jadi anak yang baik, kita semua pasti akan berkumpul bersama di surga."
"Lalu, hidup bahagia sampai selama-lamanya?"
"Hidup bahagia bersama-sama sampai selama-lamanya."
"Bu, Ruka sayang Ibu."
"Ibu juga sayang Ruka."
Dan Mentari pun memeluk Ruka erat.
Semua penghuni Scylaac menjalani hidup tanpa mengenal kewajiban. Mereka semua tidak pernah membebani diri dengan pekerjaan. Itu tidak diperlukan. Hal itu bukan berarti penghuni Scylaac tidak bekerja sama sekali. Sebagian kaum campuran masih memiliki pekerjaan tetap di dunia luar. Mereka memang hidup berpindah-pindah dari Scylaac ke dunia luar dan sebaliknya hingga seterusnya. Tapi mereka tidak terikat pada pekerjaan mereka. Jika mereka mau, mereka dapat melepaskan status mereka di dunia luar dan hidup nyaman di alam Scylaac kapan pun mereka mau.Untuk orang asing, sebagian dari mereka bekerja dengan menjalankan apa yang mereka yakini. Ayu adalah contoh yang paling gamblang. Mungkin misinya di Scylaac tidak berorientasi kepada hasil berupa upah pekerjaan. Tetapi baginya apa yang dilakukannya itu tetaplah sebuah pekerjaan. Kebanyakan orang asing yang bekerja melakukan hal yang berbeda dengan dasar yang serupa. Mereka yakin dan percaya pada kebenaran diri sendiri.
Jika aku mengatakan bahwa para penduduk asli bisa dan biasa berinteraksi dengan hewan liar, mungkin itu sudah tidak lagi terdengar mengejutkan. Tetapi pengertian hubungan sosial bagi para penduduk asli jauh melebihi itu. Bagi mereka apa pun yang ada di alam Scylaac, hidup maupun mati, semua itu adalah sama. Semua itu adalah sesama mereka yang sama-sama hidup dan mati dalam satu kesatuan. Penduduk asli bisa menghabiskan waktu seharian penuh berinteraksi dengan pohon, air, bahkan batu. Itu sudah menjadi pemandangan yang sangat biasa di alam Scylaac. Mereka berinteraksi dengan menggunakan pikiran dan batin mereka - sesekali dengan mulut. Mereka berbincang-bincang, mereka bermain bersama, mereka saling berbagi kesenangan dengan semua yang ada di alam Scylaac. Mereka melakukan itu semua secara alami tanpa pernah sekali pun mereka paksakan untuk mereka umbar kepada para penghuni lainnya. Penduduk asli hidup dengan menjadikan alam sebagai bagia
“Kak?”“Kamu sudah bangun?” kata Baskara sambil tersenyum.“Itu apa?”“Tanaman obat. Bunga-bunga di sini bisa menjadi obat yang baik untukmu.”Ayu memandangi ramuan yang sedang dibuat oleh Baskara. “Aku baru tahu Kakak mengerti tentang ilmu tanaman.”“Tidak, kok. Aku hanya kebetulan saja mendengarnya dari percakapan para penduduk asli saat sedang mencari tempat untuk kita tinggali.”Ayu bangun dan mengambil posisi duduk.“Kakak tak perlu terus menjagaku di sini. Aku baik-baik saja, kok. Kalau Kakak mau, Kakak boleh jalan-jalan.”“Tidak, aku tidak mau meninggalkanmu. Kamu sedang sakit. Kamu pasti perlu bantuan sewaktu-waktu.”“Tak usah khawatir. Aku baik-baik saja. Aku juga tak mau jadi beban buat
“Kompresnya sudah dingin?” tanya Baskara.“Sedikit lagi,” jawab Ayu.Baskara menghela napas jenuh.“Mengapa kamu belum juga tidur?” tanyanya khawatir. “Dengan kondisimu yang seperti ini, kamu juga tidak akan bisa berbuat apa-apa. Lebih baik kamu istirahat saja sekarang. Kamu kan belum tidur lagi sejak tumbang subuh tadi.”“Kakak malah sama sekali belum tidur sejak semalam.”“Jangan pikirkan orang lain.”Ayu membuka kedua matanya.“Tuh, kan. Matamu juga sudah sangat merah. Tidurlah. Kamu pasti sudah sangat mengantuk, kan?”“Seharusnya aku tetap memejamkan mata saja tadi.”Baskara tersenyum. Ayu pun ikut tersenyum.“Kakak benar tidak mau tidur? Kakak juga pasti mengantuk, kan?&r
Selama berada di Scylaac, tak pernah sekali pun Ayu dan Baskara bertemu dengan penghuni perempuan - setidaknya yang bernyawa. Padahal mereka telah beberapa kali mendengar cerita tentang penghuni-penghuni perempuan. Bahkan dua dari keempat pencetus Scylaac pun adalah perempuan. Selama ini Ayu tak pernah ambil pusing akan hal itu. Tapi begitu akhirnya ia benar-benar melihat seorang penghuni perempuan, seluruh perhatian dan pemikirannya langsung terfokus penuh kepadanya.“Ya, Kakak benar. Itu memang perempuan. Tidak salah lagi.”Baskara kembali memandang Ayu. “Mungkin dia Yuhita atau Lala.”Ayu tidak menjawab. Ia seperti tertegun oleh pemandangan yang seharusnya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang dari tadi disaksikannya.“Apa mungkin itu ... Zia.”Baskara sedikit mengerutkan dahinya. “Kamu percaya yang seperti itu?”
“Kakak? Kakak tak apa-apa?” tanya Ayu khawatir.“I-iya. Aku baik-baik saja,” jawab Baskara, mencoba bersikap tenang. Tak lama kemudian, ia pun mengoreksi, “Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Aku mual.”Baskara pun akhirnya kembali muntah untuk yang kedua kalinya – sebelumnya ia juga telah muntah.“Sebaiknya Kakak tak usah melihatnya lagi. Awasi saja keadaan di sekeliling kita ini. Aku masih membutuhkan bantuan Kakak untuk itu,” kata Ayu lagi, sambil memegang pundak pacarnya itu.“Ya, kamu benar. Mungkin itulah yang terbaik untukku,” jawab Baskara sambil menyeka air matanya yang keluar secara natural oleh karena dirinya muntah.Baskara terguncang melihat pemandangan yang tersaji di depannya. Wajar saja. Aku tak menyalahkannya. Aku pun juga akan mengalami hal yang sama jika menjadi dirinya. Itu bukan sesuatu yang dapat