“Kalian siapin diri buat nanti malam dulu. Nanti sorean ada tukang rias yang datang lagi ke kamar ini,” ucap Hana sesaat sebelum ia menutup pintu kamar Isabel.
Kini Isabel dan Ahmed tengah terduduk kaku di atas ranjang Isabel yang berseprai murah muda. Bahkan kedua pasangan tersebut tak berani tuk saling menatap.
Setelah bersalaman dengan beberapa kerabat dekat mereka, Isabel dan Ahmed pun masuk ke kamar tuk beristirahat agar nanti malam saat resepsi bisa bugar dan tak tumbang di tengah-tengah acara.
“Bel,” panggil Ahmed memecahkan keheningan di kamar tersebut.
Isabel pun menolehkan kepalanya menatap Ahmed malu-malu. “Ada apa?”
“Kita kan sekarang sudah menjadi suami istri yang halal di mata agama dan hukum, masa panggilannya nama doang. Gak mau gitu punya panggilan sayang kayak pasangan lain?” goda Ahmed seraya menaik turunkan sebelah alisnya.
Sontak Isabel mencubit kecil pinggang Ahmed, membua
“TUNGGU!”Wanita berambut cokelat tersebut berjalan mendekati panggung, tampak perut buncitnya menjadi sorot utama semua orang.Isabel yang tak tahu apa-apa pun menatapnya bingung dengan kening yang mengerut, kedua alisnya saling bertautan. Seolah bertanya ada apa dengan wanita tersebut.Tanpa aba-aba, wanita itu menampar pipi Ahmed dengan keras, membuat suara yang cukup menggema dan mengagetkan para tamu yang hadir di sana. Kedua mata Isabel pun melotot ke arah wanita tersebut.“Apa-apaan sih kamu?!” bentak Isabel. “Sinting atau gila?! Datang-datang ke nikahan orang malah nampar. Gak waras, ya?”Sisi sarkas dan julid Isabel akhirnya keluar juga, gadis itu tak segan tuk mengatakan apa yang ada di pikirannya. Walaupun akan menyakiti hati orang yang mendengarnya.“Lo tau? Cowok yang lo nikahin ini adalah pacar gue! Dan sekarang gue lagi hamil anak dia! Kalau lu gak percaya, tanya dia aja. Apa dia kenal sama gue atau gak!” ucap wanit
Para tamu baru pulang secara keseluruhan saat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, hal itu pun membuat kedua pengantin yang berdiri di atas panggung kewelahan dibuatnya.Bagaimana tidak, mereka berdiri dan menampilkan pose terbaik mereka selama hampir dua jam lebih hanya untuk menangkap gambar yang sempurna di kamera. Agar bisa dicetak dan dijadikan kenangan yang dibingkai sempurna di dalam sebuah album.Kini, yang tersisa hanya keluarga inti saja dari pihak Isabel dan Ahmed, mereka pun juga sama capainya dengan kedua pengantin tersebut setelah menyambut ratusan tamu baik rekan bisnis kedua orang tua mereka, maupun teman dekat Isabel dan Ahmed. Mereka pun memilih untuk ke kamar hotel yang telah dipesan.Untung saja hotelnya terletak tepat berdampingan dengan gedung resepsi pernikahan Ahmed dan Isabel dilangsungkan. Membuat mereka tak harus berlama-lama lagi menempuh perjalanan darat yang tambah membuatnya lelah."Ma, Pa, Mi,Bi, kita berdua ke kamar
Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, dan kedua pengantin baru tersebut masih belum enggan beranjak dari tidurnya. Tubuh polos mereka kini hanya berbalut selimut putih tebal saja.Menyadari sudah siang, dan matahari telah terbit Isabel pun mengedip-kedipkan matanya, membiasakan cahaya yang ada masuk menyapa retina matanya. Tangannya pun menaik untuk menggosok kedua kelopak matanya.“Astagfirullah, udah siang,” pekik Isabel terkejut. Ia ingin segera beranjak dari kasur, tetapi dengan segera ia menyadari bahwa tengah tak berbalut apa pun, membuat niatnya terurung untuk beranjak dari sana.Ia pun kembali merebahkan dirinya, melirik pria yang tengah tertidur pulas di sebelahnya. Pria yang kini sah menjadi suaminya di mata hukum dan agama. Tanpa sadar, seulas senyum perlahan terbit di wajah cantiknya.“Sebelum Ahmed bangun, mending aku mandi duluan deh,” gumam Isabel.Ia kemudian memastikan terlebih dahulu apakah Ahmed benar-benar be
Seusai sarapan bersama kedua orang tua mereka, kini tersisa Ahmed dan Isabel yang berdiri bersama di area parkiran hotel."Kita sekarang pulang ke mana, Med? Ke rumah Umi dan Abiku, atau ke rumah Papa dan Mamamu?" tanya Isabel bingung.Di dalam hati, wanita itu sangat tak ingin tinggal bersama kedua mertuanya setelah menikah. Hal itu yang menjadi impiannya sedari dahulu, memiliki rumah sendiri dan membangun istananya bersama keluarga kecilnya tanpa ada campur tangan siapa pun."Ada deh, aku mau menunjukkan sesuatu kepada kamu," ucap Ahmed sok misterius. Ia berjalan ke sisi kiri mobilnya dan memukakan pintu mobil untuk istrinya.Isabel yang sudah terbiasa dengan hal itu pun hanya tersenyum malu-malu seraya masuk ke dalam mobil. Setelah menutup pintu mobilnya, Ahmed pun menyusul ke bagian kiri mobil dan duduk di jok kemudi itu.Rasa penasaran mengerumuni pikiran Isabel, wanita itu sangat tak penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Ahmed k
Saat tengah serius menonton drama Korea yang belum habis juga sedari tadi bersama Isabel. Ahmed kemudian teringat sesuatu.Ia pun menolehkan kepalanya, menatap Isabel yang telah berlinang air mata karena scane sedih yang tengah ditampilkan di layar televisi."Bel," panggil Ahmed pelan. Tak ingin merusam mood Isabel yang sepertinya tengah bagus.Merasa dipanggil, Isabel pun menolehkan kepalanya menatao Ahmed dengan salah satu alis yang naik. "Ada apa?""Kamu mau bulan madu ke mana?"Pertanyaan Ahmed sontak membuat kedua mata Isabel membulat sempurna. Ia yang tadinya tak bersemangat berbicara dengan Ahmed, kini menatap pria itu antusias."Kamu mau ajak aku bulan madu?!" pekik Isabel tertahan.Ahmed tak bisa lagi untuk menahan senyuman yang akan terbit di bibirnya. Ia pun menganggukkan kepalanya mantap. "Iya, aku mau bawa kamu bulan madu.""Aku mau ke ...."Isabel menahan ucapannya, keningnya berkerut tanda bahwa ia tengah bingung d
"Kita pergi dulu, ya, Ma, Pa."Isabel dan Ahmed menyalimi tangan Mama dan Papa mereka secara bergantian.Sementara kedua pasangan patuh baya tersebut mengelus puncak kepala anak dan menantu mereka. Melepas kepergian Ahmed dan Isabel yang akan terbang je Turki."Kalau di negeri orang hati-hati, ya, Nak. Jangan buat masalah di sana, buat cucu untuk Mama dan Papa aja," ucap Hasan bergurau.Namun, ia mendapatkan cubitan kecil di pinggangnya dari sang istri. Membuat Hasan meringis kesakitan dengan tangan yang sudah berpindah di pinggang."Aduh, Ma. Kebiasaan deh, mainnya cubit-cubitan. Papa kan bener, cuma minta cucu masa Mama gak mau sih?" ucap Hasan seraya mengelus pinggangnya yang terasa nyeri."Anak itu urusan Tuhan. Kalau Allah belum mau memberikan, ya jangan dipaksa, Pa. Biarkan mereka menikmati waktu berdua mereka dulu," omel Mama Ahmed.Suara dari pusat informasi pun terdengar, mengabarkan bahwa pesawat dengan rute Banda
Mobil yang membawa Ahmed dan Isabel pun telah berhenti di depan lobi Cheers Lightroom. Sebuah penginapan bintang lima yang terkenal di Istanbul.Terkenal bukan tanpa alasan tentunya, beberapa kamar memiliki pemandangan yang indah. Langsung menghadap ke lantai, membuat mata yang memandangnya menjadi segar seketika.Ahmed pun turun dari mobil, lalu menbukakan pintu mobil untun istri tercintanya. Mengulurkan tangannya di hadapan Isabel. "Silakan turun, Tuan Putri."Diperlakukan dengan sangat manis membuat kedua pipi Isabel memanas dibuatnya. Ia pun menundukkan kepalanya agar Ahmed tak mengetahui tentang pipinya yang bersemu merah. Ia pun menerima uluran tangan Ahmed."Teşekkür ederim Syam. Cara mengemudimu sangat bagus, sehingga kami sangat nyaman selama diantar olehmu," ucap Isabel dengan senyum manis.Syam yang mendengar Isbaek berbicara dengan bahasa Turki pun tersentak kecil dibuatnya. Tetapi, dengan segera ia menormalkan ekspresi wajahnya seperti semu
Ahmed membukakan pintu mobil untuk Isabel keluar. Cuaca yang sejuk disertai angin yang berembus cukup kencang membuat kain yang menutupi kepala wanita itu seketika beterbangan saat menginjakkan kakinya keluar dari mobil.Tangan Ahmed kini sudah menunggu di hadapan Isabel untuk diraih dan digandeng oleh wanita itu. Banyak mobil maupun orang yang keluar masuk dari bangunan kukuh di hadapan mereka. Sebuah papan besar terpasang di atas, menunjukkan nama tempat tersebut.Old Ottoman Cafe & Restauran. Sebuah rumah makan mewah yang cukup terkenal dan banyak dikunjungi oleh turis di Istanbul.“Ayo masuk,” ajak Ahmed seraya menggandeng Isabel untuk menaiki tangga di hadapan mereka. Berjalan memasuki pintu kayu dengan ukiran di hadapan mereka.Saat pertama kali masuk, indra pendengaran mereka disuguhkan dengan alunan musik klasik yang menyegarkan telinga. Pemandangan yang disajikan pun tak kalah indah dan menarik pandangan semua orang yang hadir.