Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan

Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Oleh:  Gumi GulaOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
4 Peringkat. 4 Ulasan-ulasan
21Bab
302Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

"Kita hanya punya satu urusan. Aku hanya butuh keturunan darimu. Setelah itu, kita akan bercerai.“ Sandra pernah berpikir bahwa pernikahan adalah awal dari kebahagiaan, tapi realita justru menamparnya. Hidupnya berubah menjadi penjara, dengan suami yang tak pernah menginginkannya, dan cinta yang tak pernah ia terima. Di tengah rasa sakit dan penolakan, Sandra harus memutuskan bertahan atau melepaskan seseorang yang sejak awal memang tak pernah menjadi miliknya. Bisakah Sandra mempertahankan pernikahannya? Ataukah hatinya akan terus hancur dalam pernikahan tanpa cinta ini?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 - Pernikahan

"Saya terima nikah dan kawinnya Sandra Adriani binti Abdullah dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."

Ruangan tempat para pria berkumpul hening sejenak.

Lalu, seruan saksi menggema.

"Sah! Sah!"

Di ruangan berbeda, Sandra meremas ujung kebayanya. Tangannya sedingin es, kakinya lemas, tapi dia tetap duduk dengan punggung lurus. Matanya terpejam saat suara itu menusuk telinganya.

Sah…

Waktu tak bisa diputar kembali. Sekarang, dia telah menjadi seorang istri.

“Nduk, ayo temui suamimu.”

Suara Amina membuyarkan lamunannya. Sang ibu menggenggam tangannya erat, seolah memberinya kekuatan. Dengan langkah gemetar, Sandra mengikuti langkah ibunya menuju ruang utama, di mana suaminya menunggu.

Begitu tiba, suasana mendadak terasa asing bagi Sandra. Semua mata tertuju padanya.

Di sana, seorang pria berdiri dengan postur tegap, mengenakan setelan rapi, wajahnya tampan—tapi ekspresinya sulit ditebak.

Itukah suaminya?

“Sandra, ini Nak Bram, suamimu,” kata Amina dengan lembut.

Sandra mengangkat wajahnya, menatap Bram untuk pertama kalinya. Hatinya berdebar tak menentu.

Bram menoleh sekilas, lalu mengulurkan tangannya. Sandra menelan ludah, mencoba menenangkan diri. Tangannya perlahan terangkat, menyambut uluran itu. Saat jemarinya menyentuh punggung tangan Bram dan membawanya ke kening, sesuatu terasa janggal.

Bram tidak menggenggam tangannya dengan erat. Tidak ada kehangatan di sana. Hanya sentuhan ringan, sekadarnya.

Ketika Sandra mengangkat wajah, matanya bertemu dengan tatapan kosong Bram.

Deg.

Hatinya mencelos.

Tatapan itu… seperti mengatakan bahwa pernikahan ini tak berarti apa pun bagi Bram.

Bram menarik tangannya kembali, ekspresinya tetap datar. Tapi tiba-tiba, dia sedikit mencondongkan tubuh, berbisik pelan di telinga Sandra.

"Jangan kira pernikahan ini berarti sesuatu bagiku."

Sandra membeku mendengarnya.

"Aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Pernikahan ini, tidak ada dalam daftar masa depanku."

Seketika, dada Sandra terasa sesak. Tangannya yang masih sedikit terangkat perlahan turun.

Di sekeliling mereka, orang-orang tersenyum bahagia, tanpa tahu bahwa di dalam hati Sandra, dunianya baru saja runtuh.

Kemarin, hidupnya masih normal.

Kemarin, dia masih Sandra Adriani— gadis biasa yang punya rencana untuk masa depannya.

Tapi semua berubah dalam satu percakapan.

Saat ayahnya berkata, "Besok kamu akan menikah," Sandra pikir itu lelucon.

Ternyata bukan.

"Jika kamu tidak menikah, rumah ini akan disita. Bapak dan Ibu tidak punya tempat tinggal lagi."

Dunianya runtuh sejak saat itu.

Dia ingin menolak. Ingin berteriak. Tapi melihat wajah lelah ibunya dan keputusasaan di mata ayahnya, semua protesnya terasa lumpuh.

Pernikahan ini bukan tentang cinta.

Bukan tentang kebahagiaan.

Ini tentang tanggung jawab yang terlalu berat untuk dipikulnya seorang diri.

Dan sekarang, setelah resmi menikah, satu hal yang pasti—suaminya sendiri tidak menginginkan pernikahan ini.

-------

Setelah pernikahan selesai, Sandra mengikuti suaminya kembali ke Kota. Sepanjang perjalanan, wanita itu hanya duduk diam di dalam mobil, membiarkan tatapannya menerawang keluar jendela. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut mereka. Hanya suara deru mesin yang mengisi keheningan yang menyesakkan.

Bram tetap fokus menyetir, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Sandra beberapa kali mencuri pandang, mencoba menangkap secercah emosi di wajah pria itu. Namun, nihil.

Setelah perjalanan yang cukup panjang, mobil akhirnya berbelok memasuki gerbang tinggi yang terbuka otomatis. Di baliknya, berdiri sebuah mansion megah dengan arsitektur elegan dan halaman luas yang tertata sempurna. Sandra menatapnya dengan perasaan bercampur aduk—antara kagum dan bingung. Mobil berhenti tepat di depan pintu utama. Bram keluar tanpa banyak bicara, sementara Sandra masih diam di dalam.

Pintu di sisinya tiba-tiba terbuka. Bram berdiri di sana, ekspresinya tetap tak terbaca. "Keluar."

Sandra menarik napas panjang sebelum ikut melangkah turun.

"Ikuti saya," ucapnya datar, lalu berjalan masuk tanpa menoleh.

Sandra melangkah mengikuti, matanya menyapu sekeliling ruangan luas dengan langit-langit tinggi dan dekorasi mewah. Beberapa asisten rumah tangga datang menunduk hormat saat mereka lewat. 

“Mereka akan mengawasi kamu selama di sini.”

Sandra mengangkat wajah, menatap suaminya dengan kening berkerut. "Mengawasi?"

Bram tak menjawab, hanya melangkah pergi tanpa memberikan kesempatan bagi Sandra untuk bertanya lebih jauh. Seolah dia tak lebih dari tamu yang harus dipantau.

“Nyonya, mari saya antar ke kamar,” seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah menghampirinya.

Sandra berusaha membalas dengan senyum tipis. “Terima kasih, tapi saya bisa membawa koper saya sendiri.”

Wanita itu tersenyum lembut. “Panggil saya Bi Ijah, Nyonya. Biar saya saja, karena ini tugas saya.”

Akhirnya, Sandra membiarkan Bi Ijah membawakan kopernya dan mengikutinya ke lantai atas. Saat pintu kamar terbuka, matanya disambut ruangan luas bernuansa putih dan hangat. 

“Ini kamar saya dan Mas Bram?”

Bi Ijah tampak ragu. “Untuk kamar Tuan, ada di lantai atas, Nyonya. Ini kamar yang sudah disiapkan untuk Nyonya.”

Sandra terdiam. Tidak satu kamar? Rasa aneh menggelayuti hatinya.

“Saya dan suami saya tidak satu kamar?”

Bi Ijah tersenyum kikuk. “Bibi kurang tahu, Nyonya. Mungkin lebih baik tanyakan langsung ke Tuan.”

Sandra mengangguk pelan, mencoba mencerna fakta ini. “Tidak perlu. Terima kasih, Bi.”

Begitu Bi Ijah pergi, Sandra duduk di tepi ranjang. Hari ini terasa begitu panjang, dan perasaan tidak nyaman terus mengganggunya. Dia mengingat ekspresi Bram selama perjalanan tadi—datar, dingin, seolah dia hanyalah udara baginya.

Mungkin, jika dia bisa melakukan sesuatu, situasi akan menjadi lebih baik.

Dengan tekad itu, dia turun ke dapur. Para asisten rumah tangga tampak sibuk, tapi mereka segera menghentikan aktivitasnya begitu melihatnya.

“Ada yang bisa kami bantu, Nyonya?”

Seorang gadis muda dengan rambut hitam dikepang terlihat menghampiri.

“Kamu?”

“Perkenalkan, Nyonya. Saya Tari, asisten rumah tangga di sini, saya yang bertanggung jawab untuk dapur."

Sandra tersenyum canggung. “Tari, aku ingin bertanya sesuatu. Apa kamu tahu makanan kesukaan Mas Bram?”

Tari tampak berpikir sebelum menjawab, “Seingat saya, Tuan Bram sangat menyukai sup jagung, Nyonya.”

Sandra mengangguk. “Kalau begitu, apakah bahan-bahannya ada di sini?”

“Ada, Nyonya.”

Sandra tersenyum. “Baik, aku ingin memasak untuk Mas Bram.”

Tari tampak ragu. “Nyonya, sebaiknya—”

“Tari, aku ingin melakukan sesuatu sebagai istri, anggaplah ini untuk menyenangkan suamiku,” potong Sandra lembut.

Setelah sedikit bimbang, Tari akhirnya mengangguk. “Baiklah, Nyonya.”  

Ia segera mencuci tangan, lalu mulai menyiapkan bahan-bahan. Jagung ia sisir perlahan, sementara Tari membantu meracik bumbu dan menyiapkan kaldu. Begitu semuanya siap, Sandra mulai menumis bawang putih hingga harum sebelum menuangkan air kaldu ke dalam panci. Dengan telaten, ia memasukkan jagung dan bahan lainnya, mengaduk perlahan hingga aroma gurih memenuhi dapur.  

Saat sup jagung akhirnya matang dan tersaji di meja, hatinya terasa sedikit lebih ringan. Setidaknya, ini sesuatu yang bisa ia lakukan untuk mendekatkan diri pada suaminya.  

Namun, langkahnya terhenti begitu melihat Bram menuruni tangga. Pria itu mengenakan setelan jas hitam yang rapi, wajahnya tetap dingin dan tak terbaca.  

“Mas?” panggilnya pelan.

Bram tak menjawab, hanya melewatinya seolah dia tak ada.

Hatinya mencelos, tapi dia memutuskan untuk tidak ambil hati.

Beberapa saat kemudian, dia melihat Bram duduk di meja makan. Sandra tersenyum kecil saat melihat pria itu menyantap sup buatannya. Setidaknya, dia memakannya.

“Mas, bagaimana?” tanyanya dengan harapan.

Bram menghentikan gerakannya, menatap Sandra dengan ekspresi yang tak bisa dia baca.

“Ah, maksudku sup jagungnya. Aku yang masak,” tambahnya pelan.

Alih-alih menjawab, Bram meletakkan sendoknya dengan suara keras. Suasana berubah tegang.

“Tari!” panggilnya tajam.

Tari mendekat dengan ragu. “Ya, Tuan?”

“Saya sudah bilang, jangan biarkan wanita ini menyentuh dapur. Kenapa kamu membiarkan dia membuat makanan untuk saya?”

Sandra menoleh pada Tari, hatinya mencelos.

“Tapi, Tuan, saya—”

“Kamu saya pecat.” Suara Bram dingin, kedua tangannya mengepal di atas meja.

Sandra terbelalak. “Mas, ini bukan salah Tari!” sergahnya. “Aku yang ingin memasak untukmu. Aku ini istrimu, Mas! Wajar kalau aku ingin melayanimu.”

Bram tertawa kecil, sarkas. Matanya menatap Sandra tajam, seolah kata-katanya adalah sesuatu yang naif.

“Cukup,” ucapnya, suaranya lebih rendah namun mengandung ketegasan yang membuat Sandra menegang. “Dengar baik-baik, saya menikahi kamu karena keinginan orang tua saya. Bukan karena keinginan saya sendiri. Jadi, jangan pernah berpikir kalau kita akan menjalani pernikahan yang indah seperti di dalam kepala kamu.”

Kalimat itu menusuk lebih dalam daripada yang Sandra bayangkan. Dia menatap Bram dengan mata berkaca-kaca, tetapi pria itu sudah lebih dulu berdiri dan berjalan pergi, meninggalkannya dalam diam.

Sandra menggigit bibirnya, mencoba menahan guncangan di dadanya. Untuk sesaat, dia hanya berdiri di sana, merasakan perih yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Lalu, apa arti pernikahan ini buat kamu, Mas?

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Rubah
ceritanya mnrik
2025-03-18 14:38:02
0
default avatar
Manis madu 77
bagus ceritanya related gemesnya dpt
2025-03-17 14:29:20
0
user avatar
Hellowol_
kalian wajib baca! bagus banget ceritanya!
2025-03-06 22:20:55
1
user avatar
Gumi Gula
happy reading semuanya ><
2025-03-06 20:34:24
1
21 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status