Beranda / Romansa / Sebelum Aku Pergi / Bab 7-Ketika Hati Mulai Terbuka

Share

Bab 7-Ketika Hati Mulai Terbuka

Penulis: Mystorys_29
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-28 17:21:38

Musim semi mulai menyapa Paris dengan bunga-bunga yang bermekaran di sepanjang jalan. Pohon-pohon yang tadinya gersang kini perlahan menghijau. Udara terasa lebih hangat, seperti pelukan lembut dari langit yang dulu kelabu.

Aruna berjalan perlahan menyusuri lorong rumah sakit, dengan selang infus yang masih menempel di tangan dan sandal rumah sakit yang menimbulkan bunyi gesekan pelan. Tapi hari ini berbeda. Hari ini ia merasa hidup.

Di ruang tunggu, Glen sudah menunggu. Ia mengenakan setelan kasual—jaket kulit hitam dan jeans abu gelap, sesuatu yang tak pernah Aruna bayangkan sebelumnya. Di tangannya, seikat bunga matahari segar dan sebuah buku puisi klasik berbahasa Prancis.

“Kamu datang lebih awal,” sapa Aruna lembut.

Glen berdiri dan tersenyum kecil. “Aku tidak mau ketinggalan sesi baca puisi kita.”

Mereka kini memiliki kebiasaan baru. Setiap sore, Glen akan membacakan puisi—kadang dari penyair favorit Aruna, kadang dari tulisan tangan Aruna sendiri. Di sanalah cinta mulai tumbuh
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 10 – Suatu Hari Nanti, Jika Hujan Turun

    Pagi itu, langit Paris tampak redup. Awan menggantung di langit seperti kenangan yang belum selesai diurai. Di jendela apartemen kecil mereka yang menghadap ke arah Montmartre, Aruna menyeduh teh hangat sambil memandang keluar. Glen masih tertidur di sofa, selimut setengah tersampir di tubuhnya, rambut berantakan, wajah tenang—seseorang yang akhirnya bisa tidur tanpa dihantui mimpi buruk dari masa lalu.Aruna menyesap tehnya pelan, lalu melangkah pelan ke dapur, mengambil jurnal kecil yang ia simpan di laci dekat kompor. Di halaman pertama, ia menuliskan satu kalimat: "Suatu hari nanti, jika hujan turun lagi, aku harap aku masih bisa menggenggam tangannya."Ia tidak tahu mengapa hari itu terasa berbeda. Mungkin karena mimpinya semalam—tentang dirinya yang kembali berdiri sendiri di bawah hujan, menunggu seseorang yang tak pernah datang. Tapi ketika ia membuka mata dan melihat Glen di sofa, mimpi itu terasa jauh. Tidak menghilang, tapi tak lagi menakutkan.Tak lama kemudian, Glen terba

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 9 — Di Bawah Lampu Kota

    Malam itu, Paris tidak hanya menjadi kota dengan sejuta cahaya, tapi juga rumah bagi dua hati yang perlahan-lahan mulai belajar mempercayai kembali.Glen dan Aruna berjalan menyusuri jalanan berbatu menuju taman kecil di tepi Sungai Seine. Angin malam bertiup pelan, membawa aroma bunga yang mulai mekar di awal musim semi. Langkah mereka tenang, tidak terburu-buru. Seolah waktu ikut melambat untuk memberi ruang bagi percakapan yang belum sempat mereka ucapkan selama ini.Aruna mengenakan mantel krem panjang dan syal biru muda. Glen menyodorkan tangannya, dan tanpa ragu, Aruna menggenggamnya. Keduanya tersenyum.Taman itu sepi. Lampu-lampu taman menyala redup, memantulkan bayangan di permukaan air sungai. Di bangku favoritnya, yang menghadap ke arah Notre-Dame dari kejauhan, Aruna duduk. Glen duduk di sampingnya, menyandarkan tubuhnya sedikit pada kursi kayu tua itu.“Dulu, saat duduk di sini sendiri, aku sering membayangkan hidup seperti apa yang akan kupunya nanti,” kata Aruna pelan.

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 8-Aku Ingin Hidup Untukmu

    Udara sore di tepi danau Annecy begitu tenang. Matahari tergelincir perlahan, menyebarkan semburat jingga yang lembut di permukaan air. Angin menerpa rambut Aruna dengan lembut, sementara Glen menggenggam tangannya erat. Mereka duduk di atas dermaga kayu, membiarkan kaki mereka menggantung di atas air.Aruna mengenakan sweater abu-abu yang dibelikan Glen kemarin. Wajahnya terlihat lebih segar, meskipun tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Tapi hari itu, untuk pertama kalinya sejak kejadian di apartemen, Aruna tertawa. Glen mengingat suara itu dengan sangat baik—suara yang dulu nyaris tidak pernah ia pedulikan."Aku tidak tahu kamu bisa masak sepandai itu," ujar Aruna, tertawa kecil setelah mencicipi kue coklat buatan Glen. "Rasanya... nggak buruk."Glen tertawa kecil. "Aku belajar dari chef pribadi perusahaan. Demi kamu."Aruna menoleh, matanya berbinar. "Kamu belajar masak... untukku?"Glen mengangguk pelan, lalu menatap danau di depannya. "Aku ingin memperbaiki semuanya, Aruna. Apa pun

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 7-Ketika Hati Mulai Terbuka

    Musim semi mulai menyapa Paris dengan bunga-bunga yang bermekaran di sepanjang jalan. Pohon-pohon yang tadinya gersang kini perlahan menghijau. Udara terasa lebih hangat, seperti pelukan lembut dari langit yang dulu kelabu.Aruna berjalan perlahan menyusuri lorong rumah sakit, dengan selang infus yang masih menempel di tangan dan sandal rumah sakit yang menimbulkan bunyi gesekan pelan. Tapi hari ini berbeda. Hari ini ia merasa hidup.Di ruang tunggu, Glen sudah menunggu. Ia mengenakan setelan kasual—jaket kulit hitam dan jeans abu gelap, sesuatu yang tak pernah Aruna bayangkan sebelumnya. Di tangannya, seikat bunga matahari segar dan sebuah buku puisi klasik berbahasa Prancis.“Kamu datang lebih awal,” sapa Aruna lembut.Glen berdiri dan tersenyum kecil. “Aku tidak mau ketinggalan sesi baca puisi kita.”Mereka kini memiliki kebiasaan baru. Setiap sore, Glen akan membacakan puisi—kadang dari penyair favorit Aruna, kadang dari tulisan tangan Aruna sendiri. Di sanalah cinta mulai tumbuh

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 6 – Luka yang Harus Disembuhkan

    Hari-hari di rumah sakit berubah menjadi rutinitas yang tak pernah Glen bayangkan sebelumnya. Ia—CEO muda yang biasanya hanya peduli pada laporan bisnis dan rapat penting—kini terbiasa datang pagi-pagi ke ruang rawat Aruna, menggantikan selimutnya, menyuapi sarapan, bahkan mengajak Aruna berbicara meski sering kali tidak mendapat balasan. Aruna masih banyak diam. Luka di tubuhnya mulai membaik, tapi luka di dalam hatinya tidak semudah itu disembuhkan. Suatu pagi, Glen datang membawa setangkai bunga matahari. “Kata perawat, kau suka bunga ini,” katanya sambil meletakkannya di vas kecil di sisi tempat tidur. “Katanya, bunga matahari selalu menghadap ke cahaya. Aku harap... kau pun akan kembali mencari cahaya, meskipun aku pernah jadi gelapnya.” Aruna melirik bunga itu, lalu berkata pelan, “Aku suka bunga matahari... karena dia setia pada arah yang sama. Bahkan saat mendung pun, dia tetap menghadap ke matahari, meski tak bisa melihatnya.” Glen terdiam. Ucapan Aruna seperti teguran ha

  • Sebelum Aku Pergi   Bab 5 – Tanda Kehidupan

    Suara mesin monitor detak jantung terus berdetak dengan irama tenang. Suara itu menjadi satu-satunya penanda bahwa kehidupan masih menggantung di tubuh Aruna. Glen masih duduk di kursi yang sama, tubuhnya sedikit condong ke depan, tangan kanan menggenggam jemari Aruna. Ia belum bergeser sedikit pun sejak semalam. Tatapannya terpaku pada wajah istrinya, seakan menanti keajaiban turun tepat di hadapannya. Pagi baru menyusup masuk melalui tirai putih, menyinari ruang ICU yang dingin dan steril. Dokter masuk beberapa saat kemudian, memeriksa kondisi Aruna dengan teliti. Glen berdiri dan memperhatikan setiap gerak-gerik sang dokter dengan cemas. “Bagaimana, Dok?” tanyanya, suaranya serak karena semalaman tak tidur. Dokter menatap Glen, lalu tersenyum kecil. “Ini bukan diagnosis final, tapi… sepertinya tubuhnya mulai merespons. Tadi malam, tekanan darahnya naik stabil, dan ada gerakan ringan pada kelopak matanya. Kita pantau terus hari ini. Bisa jadi... ia akan sadar dalam beberapa hari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status