Pagi ini Alex bersiap berangkat ke Green Villa Bidadari sesuai arahan dari penculik yang baru saja menghubunginya. Dia mengetuk pintu kamar Caroline untuk mengajaknya bersiap.Saat tangan Alex hampir mendaratkan ketukan di pintu, terdengar suara Caroline sedang berbicara dengan seseorang dari dalam."Aku sekarang ada di Bogor, Hanz," ucap Caroline."Nanti kalo urusannya sudah selesai kita ketemu," lanjutnya.Itu pembicaraan yang bisa ditangkap oleh pendengaran Alex. Setelahnya hening, mungkin panggilan sudah dimatikan.Alex mendaratkan ketukan di pintu. Beberapa detik kemudian pintu terbuka dari dalam, menampilkan sosok Caroline dengan senyuman termanisnya."Sudah siap?" tanya Alex mengalihkan perhatian.Caroline mengangguk dan tersenyum tipis. Kemudian mereka melangkahkan kaki menuju mobil.
"Jadi semua ini rencana kamu sama Alex, buat misahin Aku dan Anne?" geram Hanzel.Hanzel berkata setengah berteriak kepada Caroline, ketika Anne dan Hanzel sudah berada di dekat Finn yang sedang berbincang dengan Caroline."Hanz, kamu di sini?" tanya Caroline heran."Kamu pikir, saat calon istriku diculik orang, aku bisa berdiam diri di rumah, begitu?" jawab Hanzel geram."A-apa? Maksud kamu Anne adalah calon istrimu?" tanya Caroline kaget."Iya, dan Alex mencoba untuk memisahkan kami, dengan bantuanmu, dan jika terbukti Alex yang melakukan penculikan ini, lihat saja nanti," ucap Hanzel emosi.Tangan Caroline yang memegang amplop coklat, tampak tergetar. Dia tidak menyangka, dua orang pria yang sedang dekat dengannya, ternyata mencintai wanita yang sama, yaitu Anne."Tapi aku tidak bersalah, Hanz," ucap Caroline memelas."Simpan penjelasanmu itu di pengadilan," balas Hanzel dingin."Bro, gue balik duluan, ya. Anne butuh
Mobilrange rover sportberwarna metalik baru saja terparkir di mansion Atmaja, pemiliknya seorang pemuda yang menampilkan wajah angkuh dan tatapan mata berkilat di penuhi muslihat.Ya, pemuda itu adalah Raka. Sepulang dari Bogor, dia langsung pulang ke rumah mewah lantai 2 bergaya Eropa itu.Begitu menginjak ruang keluarga, Momy Sandra dan Papi Erick sedang duduk di sofa dalam kebisuan."Aku pulang, Mom, Pap," sapa Raka seraya berjalan mendekat."Darimana kamu, Raka?" tanya Sandra dingin."Dari rumah teman, Mom," jawab Raka.Sandra mendesah panjang."Adikmu beberapa hari ga mau keluar kamar, kamu enak-enak main diluar," sindirnya pada Raka.Raka berpaling, seringai jahat terbit dari bibirnya.
Finn masih berkutat dengan banyak dokumen penting yang bertumpuk di meja kerjanya, saat seorang OB kantornya mengetuk pintu ruang kerjanya."Pak, ada paket untuk anda," ucapnya."Baik, Mas. Tolong taruh di meja, ya," jawab Finn sambil tersenyum pada pria itu.Finn mengernyit sambil membolak-balik bungkusan paket yang ada di tangannya. Mencari nama pengirim, tapi tidak ada."Dari siapa?" gumamnya.Sebuah paket dia terima dari seseorang yang tidak diketahui namanya. Hanya ada namanya sebagai penerima paket, tapi tidak ada nama pengirim. Rasa heran bercampur penasaran merajai hatinya.Siapakah gerangan pengirim paket ini?Isinya apa?Hal ini berkecamuk dalam benaknya, menuntut jawaban yang belum dia temukan, Finn tampak masih menimbang-nimbang untuk membukanya. Beberapa menit berlalu dia habisnya memindahkan paket itu dari tangan kanan ke tangan kiri, terus aja seperti itu sampai lebaran monyet. HeheheGurat keraguan tamp
"Menurut Om Federick, apakah Raka sudah mengetahui fakta ini?" tanya Finn. "Harusnya sudah, Finn. Raka tidak mungkin memanfaatkan Miska jika dia belum tahu hal ini, kan?" jawab Federick. "Iya, sih," balas Finn manggut-manggut. Hening, tidak ada yang keluar dari mulut keduanya. Mereka tampak berpikir beberapa saat, sampai sebuah ketukan pintu terdengar. Di ambang pintu, seorang pria muda membawakan secangkir kopi untuk Federick. Aroma harum kopi segera menguat memenuhi ruangan. Menebarkan aroma yang menggugah selera. "Terima kasih, Mas," ucap Federick ketika pria itu menaruh secangkir kopi di meja yang ada di depan ayah Hanzel itu. Setelah selesai dengan tugasnya, pria muda itu mengangguk dan berpamitan keluar ruangan. "Om, silakan diminum," tawar Finn. Federick menyeruput kopi itu perlahan.
Mobil polisi memasuki mansion keluarga Atmaja, beberapa menit sebelumnya mereka terlihat berbicara dengan Security penjaga gerbang. Setelah penjaga membuka gerbang dan mereka memasuki mansion, beberapa orang petugas turun dari mobil. Mereka mengekori security yang sedang melangkah untuk melaporkan pada pemilik rumah. Tak berapa lama kemudian tampak Erick keluar menemui para petugas dengan wajah penuh tanya. Ekspresi heran bercampur khawatir menyeruak dari wajahnya yang tampak kebingungan, demi melihat petugas kepolisian di depan rumahnya. "Ada apa, ya, Pak?" tanya Erick heran. "Kami membawa surat pemanggilan saudari Miska untuk kami bawa ke kantor, Pak," jawab salah satu petugas itu pada Erick. "Maaf, Pak. Saya Erick, papinya Miska, jika boleh tahu, ini tentang kasus apa, ya?" tanya Erick. "Perihal kasus penculikan sa
Ruang keluarga di mansion Atmaja tampak lengang. Hanya suara isak tangis Sandra sesekali terdengar, memecah keheningan. Sofa mewah bergaya eropa yang ditata di sudut ruang, biasanya menjadi tempat ternyaman untuk keluarga Sandra dan Erick. Biasanya mereka akan saling bersendau gurau, sebelum terungkap fakta yang sebenarnya.Miska biasanya akan menjadi bintang dalam keluarga itu, karena Sandra selalu memanjakannya melebihi apapun. Dan sejak terungkap kenyataan bahwa Erick bukan papi biologis Miska, seolah gadis itu menarik diri, membuat semua terasa berbeda. Hal itu mengundang kesedihan dalam hati Sandra. Terlebih hari ini Miska dijemput oleh polisi dengan sebuah tuduhan penculikan, bagaimanapun hati seorang ibu akan sangat bersedih melihat anaknya dituduh melakukan tindakan kriminal.Mereka berempat duduk saling berjauhan, tak saling bicara hingga berpuluh-puluh menit. Setelah polisi membawa Miska pe
David, lawyer yang akan menjadi pembela Alex dalam kasus penculikan ini terus mengabarkan perkembangan kasusnya pada Dean Arga Dinata dan Alex waktu demi waktu.Siang ini, saat mereka berdua mengunjungi Alex di penjara. Dean harus berjumpa kembali dengan Alexa, mantan istrinya. Dean memilih untuk menunggu sampai Alexa menyelesaikan urusan dengan putranya, daripada ikut nimbrung dalam obrolan dengan mereka.Pasca bercerai dengan wanita itu, dia nyaris selalu menghindari pertemuan dengannya. Sebisa mungkin dia tidak akan memberi kesempatan untuk dirinya kembali melihatnya, atau hatinya akan kembali terluka.Selama ini hanya sekali atau dua kali dalam sebulan Alexa menemui Alex. Mengajaknya berjalan-jalan atau kadang menginap di rumah orang tua Alexa. Itupun selalu dilakukan saat Dean tidak sedang di rumah. Jadi selama puluhan tahun, nyaris mereka tidak pernah saling sapa.