Share

Tawaran Mengejutkan

Author: Els Arrow
last update Last Updated: 2024-01-02 17:01:17

[Posisi sekretaris CEO di kantorku sedang kosong. Aku sudah merekomendasikanmu, dan beliau memintamu datang untuk menemuinya besok.]

Begitulah pesan yang diterima Aldara kemarin. Pesan itu datang dari sepupunya.

Belum lama ini, Aldara memang meminta bantuan karena sudah berencana ingin kembali bekerja agar tidak selalu dipandang rendah, terutama oleh suaminya.

Ia bersyukur, Tuhan memberinya pertolongan di waktu yang tepat.

Ernest mengirimkan satu stel pakaian formal dan sepasang sepatu pantofel ke rumahnya. Ukurannya pas di badannya. Ia juga mengaplikasikan riasan tipis di wajahnya. Sudut bibirnya melengkung ke atas, melukiskan senyum haru melihat penampilannya berubah, tidak seperti hari-hari biasa yang hanya mengenakan daster.

Pagi itu, Aldara langsung diantar oleh sepupunya menuju ruangan yang terletak di lantai paling atas. Ruangan khusus CEO yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu.

"Permisi, Pak. Selamat pagi," sapa Aldara dengan jantung berdegup kencang saat diperbolehkan masuk setelah mengetuk pintu.

Aldara melihat seorang pria tampan berkulit putih dan berhidung mancung sedang duduk di ujung ruangan, tampak fokus membaca berkas di atas meja. Pria itu tidak menoleh sedikit pun ke arahnya, membuat Aldara bingung harus bagaimana.

“Maaf, Pak. Saya Aldara Maharani, kandidat sekretaris atas rekomendasi Pak Ernest,” ujar wanita itu lagi.

Pria itu tiba-tiba menutup map, mengangkat pandangannya dan melihat Aldara dengan tatapan menelisik. Rahang kokohnya terlihat tegas, alis tebal dan bulu mata panjang semakin membuat tatapannya terasa mengintimidasi.

"Kau masuk atas rekomendasi Ernest?"

"Benar, Pak. Saya tadi sudah melakukan interview dengan HRD, lalu Pak Ernest membawa saya ke sini untuk melakukan interview dengan Bapak," sahut Aldara lugas, mencoba bersikap tenang.

"Berikan mapmu."

Aldara dengan sigap menyodorkan map berwarna hijau itu kepada calon Bosnya, lalu menautkan kedua tangan ke depan agar tidak canggung.

Pria itu memeriksa berkas yang Aldara bawa. Wajahnya masih datar seolah tidak ada yang menarik di kertas itu. Beberapa detik kemudian ia menutup berkas dan menyingkirkannya ke pinggir meja.

"Berapa gaji yang kau?" tanya pria pemilik nama Alastair Wilson itu.

Aldara terkejut. "Se-seperti pada umumnya saja, Pak. Saya terima berapapun nominal yang perusahaan ini tawarkan."

Pria itu mendengkus, menatap calon sekretarisnya dari atas ke bawah dengan tatapan sinis. Hal itu jelas saja membuat Aldara bingung melihat tatapan tak bersahabat dari Alastair.

Apakah jawabannya barusan salah?

"Aku bisa memberimu gaji dalam jumlah besar."

Aldara membelalakkan mata. "Terima kasih, Pak," sahutnya sumringah. Namun, senyumannya tidak bertahan lama saat Alastair kembali bersuara.

"Dengan satu syarat."

"Y-ya?"

Alastair tidak langsung menjawab, ia menyandarkan punggung pada sandaran kursi kebesarannya. Masih dengan pandangan datar, pria itu menjawab, "Tidurlah denganku."

Aldara terhenyak mendengarnya, lidahnya mendadak kelu mendengar tawaran yang sangat merendahkannya itu.

"Aku akan memberimu gaji sepuluh kali lipat dari sekretaris lain di perusahaan ini. Tapi kalau kau menolak, silakan pergi,” kata Alastair, tatapan tajamnya terhunus tepat pada manik Aldara. “Tapi jangan harap kau bisa memasukkan lamaran ke perusahaan lain!”

“A-apa?” Wanita itu melongo, tidak percaya mendengar tawaran sekaligus ancaman tidak masuk akal yang dilontarkan Alastair barusan.

"Maaf, Pak. Anda tidak bisa menekan saya dengan cara ini, meskipun Anda punya banyak uang dan kekuasaan. Saya memang orang kecil, tapi saya punya harga diri dan saya tidak terima diperlakukan seperti ini!" sahut wanita itu dengan suara bergetar.

Hatinya sakit, bahkan lebih sakit dibandingkan ketika memergoki suaminya dengan wanita lain.

Apa Alastair pikir uang bisa membeli tubuhnya? Tidak! Aldara memang butuh uang untuk mengurus perceraian dan bertahan hidup, tetapi ia tidak akan menempuh jalan kotor seperti ini!

"Tidak masalah. Silakan keluar!"

Aldara menggeram emosi melihat raut angkuh pria di hadapannya itu. Garis wajah sempurna dan ketampanan bak Dewa Yunani nyatanya tidak membuat hati pria di hadapannya bersih.

Aldara membalik badan dan melangkah menuju pintu, membawa perasaan kesal karena perkataan Alastair barusan.

Namun, saat tangannya hendak membuka pintu, suara denting ponsel membuatnya berhenti. Ia merogoh tas untuk mengambil ponsel, ternyata sebuah pesan dari Rangga.

[Semua baju-bajumu sudah aku masukkan kresek dan aku taruh teras. Kamu harus segera pergi dari rumahku! Nanti malam Clarissa akan menempati rumah itu, dia tidak akan nyaman kalau kamu masih tinggal di sana.]

'Astaga…!' Aldara refleks menutup mulutnya. Tubuhnya sampai terlonjak ke belakang karena terkejut membaca pesan barusan.

Tidak hanya selingkuh dan menuntut cerai, Rangga bahkan tega mengusirnya sekejam ini? Benar-benar tidak bisa dipercaya!

‘Apa yang harus kulakukan?’ batin Aldara mulai menjerit. Sekarang ia bingung karena tidak punya tempat tinggal, uang di dompetnya juga tersisa sedikit.

Semua perhiasan dan surat pribadi miliknya ada di dalam rumah itu, sudah pasti Rangga tidak akan mengizinkannya mengambil semua itu.

Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Satu-satunya jalan mendapatkan uang dengan cepat adalah menerima tawaran Alastair, tetapi itu artinya ia harus menggadaikan harga dirinya ….

"Kenapa masih berdiri di situ? Keluar!" sentak Alastair, membuat Aldara terhenyak. Lamunannya seketika buyar.

Perlahan, Aldara membalikkan tubuhnya, menundukkan kepala seraya membawa langkah ke dekat meja Alastair. Detak jantungnya terasa lebih cepat sekarang, rasa malu dan gugup bercampur menjadi satu saat kembali menghadap pria yang sesaat lalu telah merendahkannya.

"Maaf, Pak. Saya ... sa-saya berubah pikiran. Saya bersedia menerima tawaran Bapak," ucap Aldara dengan suara lirih.

Pria itu menaikkan sebelah alisnya, raut wajahnya tidak banyak berubah, masih dingin seperti semula.

"Kau setuju untuk menyerahkan tubuhmu padaku?"

"I-iya." Aldara mengangguk kaku, mencoba tidak peduli Alastair menganggapnya sebagai wanita rendahan.

Ia terpaksa mengambil jalan ini, sekalipun bertolak belakang dengan hati nuraninya.

Wanita itu masih terus menunduk. Saat Alastair berdiri di hadapannya dan mengangkat dagu runcingnya menggunakan jari telunjuk, barulah ia berani menatap bosnya itu.

"Mulai hari ini kau resmi menjadi sekretarisku. Tidak hanya mengurus perusahaan, tapi juga mengurusku dan memuaskanku," bisik pria itu yang sontak membuat Aldara meremang.

"Ba-baik, Pak. Saya akan melakukan—" ucapan Aldara terhenti saat Alastair tiba-tiba membungkam mulutnya.

Bukan menggunakan tangan, tetapi penyatuan bibir yang membuat wanita itu terkesiap. Manik beningnya melotot, merasakan tekstur kenyal saat Alastair melumat bibir merahnya.

Darahnya berdesir saat merasakan aroma parfum beraroma maskulin itu menusuk indera penciumannya. Aldara ingin mendorong dada bidang pria yang telah lancang merampas ciumannya ini, tetapi tubuhnya tak sanggup bergerak.

"Buka mulutmu," bisik Alastair, membuat Aldara mengerjapkan mata beberapa kali. Tangannya berusaha mendorong dada bidang yang terasa keras itu, tapi tenaganya sama sekali tidak sebanding.

Tiba-tiba tangan kekar Alastair menelusup ke belakang tengkuknya, dan kembali mempertemukan ranum keduanya. Aldara memejamkan mata dengan erat dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat, tidak memberikan akses yang diinginkan Alastair.

Lidah hangat pria itu menyapu bibirnya, membuat Aldara seketika menahan napas saat merasakan aroma mint semakin mengacaukan pikirannya.

Wanita itu baru membuka mata saat ciuman sepihak itu diakhiri dengan kecupan basah di dagunya.

Alastair memundurkan wajah, memasukkan kedua tangan ke dalam saku dengan seringai yang menghiasi ujung bibirnya.

"Anggap saja ini pembukaan. Lain kali, jangan terlalu kaku," bisik pria itu seraya menggigit pelan daun telinga Aldara.

Aldara hanya mampu mengangguk. Ia ingin cepat-cepat pergi dari ruangan ini!

"Ka-kalau begitu saya permisi.”

Aldara langsung berjalan cepat ke arah pintu setelah Alastair menganggukkan kepala.

Tangannya lekas menghapus air mata yang menetes tanpa dikomando. Ia kembali menarik napas dalam, menahan rasa sesak yang terasa menghimpit dadanya.

Sedangkan Alastair masih berdiri di dekat mejanya sambil menatap punggung Aldara yang sesaat kemudian menghilang di balik pintu.

Pria itu menyunggingkan seringai puas.

“Akhirnya aku bisa mendapatkanmu, Aldara …”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Dina0505
kayaknya Alaistair mengenal Aldara. CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)
goodnovel comment avatar
Da Chan
Apa dia kenalan Aldara ya
goodnovel comment avatar
yuyunitaa
wah, ternyata ada yang menginginkan Aldara
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    Ending

    Alastair terkejut Bukan main saat membaca pesan dari papanya, pria itu tidak menyangka sang papa mengambil keputusan setegas itu.[Papa masih ada hati untuk tidak memenjarakan mamamu, Al. Ini sudah keputusan yang terbaik, setelah ini papa akan pulang ke Indonesia dan melanjutkan hidup sendiri. Semoga kamu bahagia, ya, di sana.] tulis Anthony yang semakin napas Alastair tercekat.Dia memang sudah mengatakan akan menatap di Jerman setelah menikahi Aldara. Anthony tidak masalah, malah mendukung keputusannya. "Ada apa, Al?" tanya Aldara yang sontak membuat tubuh pria tampan itu berbalik. "Sudah lima belas menit kamu diam saja di balkon, memangnya nggak dingin?"Alastair mengulas senyum, tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku sambil merangkul bahu istrinya. "Tidak, pemandangan di sini indah sekali, Ra. Aku nggak sadar sudah berdiri cukup lama. Maaf, ya," kata Alastair.Dia belum sanggup untuk mengatakan apa yang sudah terjadi selama satu malam ini, takut moment malam pertama mereka ak

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    Bercerai

    Mobil Anthony sudah berhenti di depan hotel, ia lekas masuk dan Elle mengikutinya dari belakang. Sampai di dalam kamar, Anthony langsung mengunci pintu dan meminta istrinya untuk duduk di sofa. "Ada apa, Pa? Katanya tadi mau foto sama Alastair dan Aldara? Kok malah ngajak balik ke hotel?" Pria paruh baya itu tidak menyahut, tangannya mengambil sebuah map yang ada di dalam koper. Kemudian melemparkannya ke depan Elle. "Tandatangani surat itu," katanya. "Apa ini, Pa?" tanya Elle sambil tangannya membuka map tersebut. Kedua matanya membelalak lebar dengan mulut menganga. "Akta cerai?" gumamnya dengan jantung berdegup kencang. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala, netranya terus membaca deret huruf yang ada di sana. Terdapat namanya dan nama sang suami. Kapan suaminya mengurus ini semua? Kenapa dia tidak tahu? "Kamu sudah nggak nurut sama aku, Ma. Aku nggak bisa mempertahankan hubungan yang seperti ini. Aku merasa tidak dihormati sebagai laki-laki, lebih baik kita berpi

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    BAB 134

    "Aaargh ...!" Virly berteriak histeris saat melihat Megan ditembak tepat di jantung. Tubuhnya menggigil tak tertahan, keringat dingin semakin mengucur deras dari pelipisnya.Ia tidak bisa kabur, tidak ada celah untuk keluar dari ruang bawah tanah ini. Niatnya menghabisi Aldara, malah nasibnya yang akan berakhir mengenaskan di sini.Virly semakin gemetar saat bodyguard perempuan berjalan ke arahnya. Tubuhnya digelandang ke tempat di mana Megan dieksekusi lagi, bibirnya terus memohon untuk dilepaskan, tetapi Alastair seolah menutup telinganya. "Kita pernah tunggu bersama, Al. Kita satu kakek dan aku ini saudaramu. Kamu tega padaku? Kamu tega Mommy Sarah kehilangan anaknya dengan cara mengerikan ini?" ruang Virly dengan wajah berderai air mata. "Aku tidak akan begini kalau kau tidak memulainya. Apa kau lupa telah berbuat jahat kepada Aldara? Maka nikmati saja karmamu," jawab Alastair.Wanita itu menggeleng, sorot matanya terus memohon. Namun, bodyguard-bodyguard perempuan itu telah me

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    Eksekusi

    "Alastair," gumam Virly, seringai senyum tercetak jelas di sudut bibirnya. "Wanita ini menghalangiku bertemu Ryu. Padahal aku hanya ingin menyapa keponakanku."Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu hanya melirik ke arah Anetha dengan tatapan datar."Mampus kau," bisik Megan tepat di samping telinga Anetha.Anetha enggan menanggapi, hingga Alastair tiba di tengah-tengah mereka."Kalian berdua, ayo ikut aku," kata Alastair kepada Virly dan Megan.Pria itu kembali membawa langkah panjang menuju luar gedung, membuat Virly dan Megan terpaksa mengikuti."Kita mau diajak ke mana?" tanya Virly saat Alastair hendak masuk ke dalam mobil."Tidak usah banyak tanya, lebih baik ikut saja."Kedua wanita itu saling berpandangan, tetapi tetap mengikuti Alastair yang sudah masuk ke dalam mobil. Kendaraan mewah itu membawa mereka ke kediaman Alastair, di sana meraka disambut oleh Ernest yang berdiri di tengah pintu.Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alastair langsung keluar dan berjalan masuk. Lagi

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    BAB 132

    "Kenapa, sih, anak itu nempel-nempel terus sama orang tuanya?" ucap Virly."Iya, kita jadi nggak bisa menjalankan rencana. Harusnya 'kan dia main sama temen-temennya yang lain," sahut Megan."Sudah nggak usah berdebat, nanti akan ada saatnya kita beraksi," timpal Elle. "Kalau tidak Ryu, kita bisa membawa Aldara. Toh Alastair sudah mengira mama baik, pasti dia nggak akan curiga kalau istrinya mama ajak pergi sebentar."Virly menghela napas kasar. "Gitu saja terus, ma. Tapi nggak pernah berhasil. Nyatanya Aldara tetap bisa bebas dan kembali sama Alastair, nanti kita juga yang kena imbas."Elle memelototkan matanya, membuat Virly menghela napas kasar. Ia sudah lelah dengan rencana Elle yang tidak pernah berhasil, tetapi ia juga tidak mungkin mau menolak.Sementara Megan sibuk berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau Aldara dibunuh, lalu Alastair untuk siapa? Sudah jelas ia akan kembali saingan dengan Virly. Namun, kalau tidak bekerjasama juga ia tidak sanggup sendirian.'Jalanku untuk

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    Salah Menduga

    Di gerbang sebelah selatan, seorang anak laki-laki sedang menunggu kedatangan temannya. Akira, gadis kecil berusia sepantaran Ryu.Meskipun ia terlihat dingin dan terkesan angkuh, tetapi nyatanya ia selalu merindukan Akira. Bukan rindu layaknya kepada teman sepermainan, tetapi kerinduan lain yang membuat Ryu resah dan selalu terbayang wajah gadis kecil itu.'Kok nggak sampai-sampai? Padahal papa sudah mengundang. Masa nggak tahu gedungnya?' batin Ryu yang semakin resah.Ryu tidak punya banyak teman akrab di sini, wajar saja ia merindukan Akira. Setiap hari membayangkan Akira, membuat anak laki-laki itu terobsesi dengan temannya.Hingga sebuah suara bariton memecah lamunan Ryu, kepalanya menoleh dan mendapati dua orang laki-laki asing sedang berbincang dari balik pot besar tempatnya bersandar.'Pakai Bahasa Indonesia? Apa mereka temannya mama?' batin Ryu sambil memperhatikan dua pria itu.Ia hendak mendekat dan ingin menyapa, tetapi urung saat mendengar satu pria itu berkata, "kita ngg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status