Share

19 . bantuan

last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-05 23:06:12

Pelarian yang Tak Terhindarkan

Fagas dan Friska melangkah dengan hati-hati menuju pintu belakang gudang. Napas mereka tertahan saat suara langkah kaki mendekat dari pintu depan. Mereka tahu, sedikit saja kesalahan, mereka akan terjebak.

Fagas menempelkan tubuhnya ke dinding, mengintip ke celah kecil di pintu belakang. Di luar gelap, hanya ada cahaya redup dari lampu jalan yang berkedip-kedip. Sejauh ini, aman. Namun, firasatnya mengatakan bahwa ini tidak akan berlangsung lama.

Friska berdiri di sampingnya, mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya—sebuah pisau kecil. "Jika mereka menangkap kita, kita tidak bisa hanya diam," bisiknya.

Fagas mengangguk, lalu meraih gagang pintu dengan perlahan. Namun sebelum ia sempat membukanya, suara berat terdengar dari pintu depan.

"Periksa seluruh ruangan. Mereka tidak bisa pergi jauh."

Langkah kaki mulai berpencar, beberapa orang masuk ke dalam gudang dengan senjata di tangan. Fagas dan Friska harus segera pergi.

Fagas membuka pintu belakang sedikit
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   24. Terjebak

    Di sebuah apartemen kecil di sudut kota, Ruby mondar-mandir di ruang tamu, matanya tak lepas dari ponselnya. Beberapa kali ia mengetik pesan untuk Julian, tapi selalu dihapus sebelum sempat dikirim.Renzi, yang duduk santai di sofa dengan kaki terangkat di meja, meliriknya dengan bosan. "Kalau kau terus berjalan seperti itu, lantai bisa berlubang, Ruby."Ruby mendelik tajam. "Diam kau, Renzi. Aku sedang tidak bercanda."Renzi mengangkat bahu, tidak tersinggung. "Aku tahu. Tapi serius, kau terlalu khawatir.""Terlalu khawatir?" Ruby mendekat dengan ekspresi tidak terima. "Kau sadar Julian ikut meringkus seorang kriminal besar, kan? Damar bukan penjahat biasa. Dia punya koneksi ke mana-mana, bahkan ke kepolisian."Renzi menghela napas panjang. "Julian bukan anak kecil. Dia tahu apa yang dia lakukan.""Itu masalahnya!" Ruby melempar dirinya ke sofa di samping Renzi, wajahnya dipenuhi frustrasi. "Dia selalu bertindak seolah semuanya ada dalam kendali. Padahal dia bisa saja dalam bahaya be

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   19 . bantuan

    Pelarian yang Tak TerhindarkanFagas dan Friska melangkah dengan hati-hati menuju pintu belakang gudang. Napas mereka tertahan saat suara langkah kaki mendekat dari pintu depan. Mereka tahu, sedikit saja kesalahan, mereka akan terjebak.Fagas menempelkan tubuhnya ke dinding, mengintip ke celah kecil di pintu belakang. Di luar gelap, hanya ada cahaya redup dari lampu jalan yang berkedip-kedip. Sejauh ini, aman. Namun, firasatnya mengatakan bahwa ini tidak akan berlangsung lama.Friska berdiri di sampingnya, mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya—sebuah pisau kecil. "Jika mereka menangkap kita, kita tidak bisa hanya diam," bisiknya.Fagas mengangguk, lalu meraih gagang pintu dengan perlahan. Namun sebelum ia sempat membukanya, suara berat terdengar dari pintu depan."Periksa seluruh ruangan. Mereka tidak bisa pergi jauh."Langkah kaki mulai berpencar, beberapa orang masuk ke dalam gudang dengan senjata di tangan. Fagas dan Friska harus segera pergi.Fagas membuka pintu belakang sedikit

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   22 : Pertarungan

    Malam itu, Fagas dan Friska melaju dengan hati-hati melalui jalan-jalan sepi kota, menuju tempat yang telah mereka tentukan. Rumah tua itu sudah jauh di belakang mereka, dan mereka melaju ke tempat yang lebih aman untuk bertemu dengan Roy. Mobil hitam yang mengintai mereka sebelumnya tampak menghilang, tapi Fagas tahu itu bukan berarti mereka aman.Tiba di tempat yang lebih terpencil, Fagas dan Friska keluar dari mobil, menuju sebuah bangunan kecil yang tampak biasa-biasa saja, namun cukup aman untuk pertemuan rahasia. Roy sudah menunggu di dalam, duduk di meja dengan sebuah laptop terbuka."Fagas, Friska," Roy menyapa mereka sambil menutup laptopnya. "Apa yang kalian butuhkan?"Fagas tidak membuang waktu. "Aku butuh informasi lebih tentang Damar. Kita tahu perusahaan itu hanya kedok, dan sekarang Damar mengirim orang untuk mengejarku. Apa yang kau bisa temukan?"Roy menatap Fagas dengan serius. "Aku sudah menggali lebih dalam. Damar adalah sosok

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   21 : Pergi

    Fagas menyalakan ponselnya, matanya menyipit saat mengetik sesuatu dengan cepat. Friska mencondongkan tubuhnya, mencoba mengintip layar ponselnya."Apa yang kau lakukan?" tanyanya."Aku mencoba menghubungi seseorang," jawab Fagas singkat.Friska menghela napas, menatap ke luar jendela mobil. Jalanan tampak lebih tenang, tidak ada tanda-tanda SUV hitam tadi. Tapi ia tahu mereka tidak bisa lengah."Siapa orang ini?" Friska kembali bertanya."Seorang kenalan. Dia bisa membantu kita melacak siapa yang tadi mengejar kita," ujar Fagas sambil menunggu ponselnya terhubung.Setelah beberapa nada sambung, seseorang akhirnya mengangkat."Halo?""Roy, ini aku," kata Fagas cepat."Fagas? Lama tak terdengar kabarmu. Ada apa?""Aku butuh bantuanmu untuk melacak sebuah mobil. SUV hitam, mungkin sekitar model tahun terbaru. Mereka membuntutiku dan seseorang yang bersamaku," Fagas menjelaskan.Sejenak, ada jeda di telepon sebelum Roy bersuara lagi."Kau kena masalah, ya?""Bisa dibilang begitu," jawab

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   20 : Seseorang

    Beberapa saat kemudian, Julian kembali datang dengan membawa sekotak kecil.“Apa itu?” tanya Ruby sambil menatap kotak di tangan suaminya.Julian meletakkan kotak itu di meja Ruby. “Makanan sehat. Aku memintanya khusus untukmu.”Ruby menghela napas. “Jul, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu repot-repot seperti ini setiap saat.”Julian menatapnya dengan ekspresi datar. “Aku ingin memastikan kau mendapatkan asupan nutrisi yang cukup.”Ruby menatap suaminya, lalu akhirnya membuka kotak itu. Isinya adalah camilan sehat yang terlihat menggugah selera.“Baiklah,” katanya, mengambil satu potong buah dan mulai memakannya.Julian mengangguk puas. “Bagus.”Ruby menatap Julian dengan penuh rasa sayang. Ia tahu pria itu sangat peduli padanya dan calon bayi mereka.Momen Tak TerdugaMalam itu, setelah seharian bekerja, Ruby duduk di sofa sambil membaca buku tentang kehamilan. Julian duduk di sebelahnya

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   Ditendang bos

    Setelah beberapa hari penuh emosi dan kejutan, Ruby dan Julian akhirnya kembali ke rutinitas mereka di kantor. Meskipun Ruby berusaha bekerja seperti biasa, Julian tidak bisa menahan diri untuk terus memperhatikannya.Saat mereka tiba di kantor, Julian berjalan di samping Ruby dengan ekspresi protektif yang jelas. “Kau yakin tidak mau aku membawakan tasmu?” tanyanya, melirik tas kerja Ruby yang tidak terlalu besar.Ruby mendesah. “Jul, aku masih bisa membawa tasku sendiri. Aku hamil, bukan sakit.”Julian terkekeh. “Baiklah, baiklah. Tapi kalau kau butuh sesuatu, beri tahu aku, oke?”Ruby memutar matanya sambil tersenyum. “Iya, Tuan Protektif.”Begitu mereka masuk ke kantor, beberapa rekan kerja mereka langsung menyapa. Beberapa orang tampak menyadari sesuatu yang berbeda dari Ruby, tetapi tidak ada yang bertanya langsung.Saat Ruby sedang fokus membaca laporan di mejanya, Julian muncul dengan secangkir teh hangat.“Kau tidak minum kopi lagi, jadi aku bawakan teh,” katanya sambil melet

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   18 : Dalam keheningan

    Seiring berjalannya waktu, Julian semakin memperhatikan setiap hal kecil yang dilakukan Ruby. Ia memastikan Ruby makan dengan benar, tidak terlalu banyak bekerja, dan bahkan mulai mencari informasi tentang kehamilan.Suatu malam, Ruby menemukan Julian sedang membaca artikel di ponselnya.“Apa yang kau baca?” tanyanya sambil duduk di sebelah suaminya.Julian dengan santai menunjukkan layar ponselnya. “Tentang kehamilan dan cara mendukung istri selama prosesnya.”Ruby menatapnya dengan tak percaya. “Serius?”Julian mengangguk dengan santai. “Tentu saja. Aku ingin memastikan aku bisa menjadi suami yang baik.”Ruby tertawa kecil. “Kau benar-benar mempersiapkan diri, ya?”Julian tersenyum. “Tentu saja. Ini bukan hanya tentang kau. Aku juga ingin menjadi ayah yang baik.”Ruby terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut. “Terima kasih.”Julian meraih tangan Ruby dan menggenggamnya erat. “Kita melakukannya

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   17 : Seseorang yang dipercaya

    Setelah hari yang panjang di kantor, Julian dan Ruby akhirnya kembali ke rumah. Ruby masih tenggelam dalam pikirannya. Sejak pertemuan dengan Friska, ia merasa pikirannya semakin kacau. Apalagi, pertanyaan tentang anak terus terngiang di kepalanya. Julian memperhatikan istrinya yang tampak murung sejak perjalanan pulang tadi. Setelah menggantung jasnya dan melepaskan dasinya, ia berjalan mendekati Ruby yang sedang duduk di sofa, melamun. “Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya sambil duduk di sebelah Ruby. Ruby menghela napas, menatap tangannya sendiri. “Aku hanya… merasa tidak yakin.” Julian mengangkat alis. “Tidak yakin soal apa?” Ruby menoleh menatapnya dengan serius. “Soal punya anak.” Julian terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Aku tahu kau merasa belum siap, tapi bukankah kau pernah bilang kalau suatu hari nanti kau ingin punya keluarga kecil?” Ruby menggigit bibirnya. “Iya, tapi aku juga takut. Bagaimana kalau aku bukan ibu yang baik? Bagaimana kalau aku gagal

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   16 : Rindu

    Hari itu, Ruby terpaksa mengambil cuti karena demam tinggi. Ia berpikir bisa tidur seharian dan bangun dengan keadaan lebih baik. Tapi rencananya buyar ketika pintu apartemennya diketuk keras.Dengan langkah malas, Ruby menyeret tubuhnya yang lemah ke pintu dan membukanya, hanya untuk menemukan Julian berdiri di sana dengan kantong belanjaan di tangan."Julian?" Suaranya serak. "Apa yang kau lakukan di sini?"Julian masuk begitu saja, melewati Ruby seolah ini rumahnya sendiri. "Kau sakit. Aku datang untuk memastikan kau tidak mati sendirian."Ruby mendengus. "Dramatis sekali."Julian meletakkan kantong belanjaannya di meja dapur, lalu mulai mengeluarkan isinya—obat, bubur instan, dan sekotak es krim."Siapa yang bilang kau bisa masuk?" Ruby bersedekap di ambang pintu, mencoba terlihat marah meskipun dalam hati ia merasa sedikit tersentuh.Julian menoleh dengan ekspresi datar. "Aku tidak butuh izin.""Kau tahu it

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status