Anya Sona Anggara menjalani rumah tangga karena perjodohan dengan Rama Hardana. Berharap tanpa cinta akan berakhir bahagia, nyatanya Anya harus gigit jari karena Rama mencintai kekasih yang juga sekretarisnya. Bahkan menikah siri dengan wanita itu secara diam-diam. Kedatangan Bima Arya Hardana -- sepupu Rama, menambah pelik situasi. Secara tidak sadar Anya mengahabiskan malam dengan Bima, membuat pria itu jatuh hati dan ingin memiliki Anya. Hubungan semakin rumit ketika Anya hamil dan Rama mulai mencintai Anya. “Berpisah dengan Rama dan jadilah milikku, aku akan berikan cinta yang tidak pernah kamu dapatkan dari siapapun.” -- Bima Arya Hardana. “Jangan harap kita akan bercerai, anak itu akan menjadi anakku.” – Rama Hardana.
View More“Astaga, Mas!”
Anya berteriak saat keluar dari toilet karena tiba-tiba Rama, suaminya, langsung mencengkeram lehernya. Membuat wanita itu kesulitan bernapas.
Sejujurnya, bukan kali ini saja Anya mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dan kasar dari sang suami. Namun, bukan berarti Anya terbiasa dengan perbuatan Rama yang entah karena apa kali ini.
“Aku sudah bilang, jangan mengadu!” tutur Rama penuh tekanan dan ancaman. “Mulutmu bisa digunakan untuk hal lain, tapi jangan katakan bagaimana bobroknya rumah tangga kita!”
Anya Mera Hanggara dan Rama Hardana menikah karena perjodohan untuk memperkuat bisnis dua keluarga, tanpa rasa cinta sebelumnya. Bahkan rentang usia mereka agak jauh. Perbedaan usia Rama enam tahun lebih tua dari Anya. Namun, ternyata itu tidak membuat Rama bijaksana.
Sejak menikah, Rama dengan tegas mengatakan tidak menyukai Anya. Dia sudah memiliki kekasih bahkan merencanakan akan menceraikan Anya dua atau tiga tahun setelah pernikahan. Ancaman agar Anya tidak membuka mulut dan harus bersikap seolah mereka baik-baik saja.
Anya sempat berharap pernikahan yang dijalani akan berjalan dengan baik, perasaan cinta akan hadir seiring waktu. Akan tetapi, nyatanya Anya harus gigit jari karena sikap Rama tidak menunjukkan kemajuan hubungan mereka.
“A-aku nggak mengadu, Mas–”
“Kalau begitu, dari mana Papa tahu kalau aku sering pulang malam, hah? Pasti kamu yang bilang kalau seminggu kemarin aku tidak pulang!”
Anya tidak bisa menjawab, tangannya berusaha melepaskan cengkeraman Rama. sementara wajahnya sudah memucat.
Untungnya, Rama pada akhirnya melepaskan tangannya. Mungkin pria itu khawatir akan terjadi sesuatu pada Anya dan akhirnya kembali disalahkan.
Sontak, tubuh Anya melorot dan terduduk di lantai sambil terbatuk dengan napas memburu.
“Sumpah, Mas,” ucapnya tersengal. “Aku tidak bilang apa pun–”
“Bohong! Karena ulahmu ini, Mama minta kita tinggal dengan mereka,” tukas Rama. “Dasar gobl0k. Tolol. Kamu pikir dengan kita terus bersama, aku akan tertarik denganmu? Jangan mimpi, Anya.”
Rama berjongkok di depan Anya dan tersenyum sinis. “Aku sudah bilang kalau kamu tidak sebanding dengan Selly.” Pria itu menyebutkan nama sekretaris yang terlibat hubungan gelap dengannya. “Asal kamu tahu. Semalam aku sudah menikah siri dengannya.”
Mendengar itu, hati Anya rasanya perih, bagai teriris.
Memang, rasa cinta itu belum ada, tapi ketidaksetiaan Rama membuatnya seperti tidak berharga. Pria itu bahkan tidak menunggu untuk menceraikan Anya terlebih dahulu sebelum menikahi selingkuhannya itu.
“Mas–”
“Sayangi nyawamu. Tutup mulut,” ancam Rama. “Jangan sampai ada yang tahu soal ini!”
Refleks, Anya mendengus. Ada kemarahan yang menyesaki dadanya dan ia tidak bisa menahannya lagi.
“Dasar pengecut,” gumam wanita itu.
Rama yang baru beranjak beberapa langkah langsung berhenti dan berbalik menghadap Anya.
“Jaga mulutmu!” bentak pria itu.
Anya balas menatap suaminya. Entah atas dasar keberanian dari mana, wanita itu membalas, “Seharusnya kamu menjaga sikapmu lebih dahulu, Mas. Selesaikan dulu urusan kita, setelah itu kamu mau menikah berkali-kali pun aku tidak peduli.”
Wanita itu kemudian berdiri tanpa memutus kontak mata dengan sang suami.
Tiba-tiba Rama mencengkeram rahang Anya. “Tahu dirilah sedikit,” ucapnya penuh penekanan. “Perusahaan ayahmu kalau tidak dibantu Papa, pasti sudah gulung tikar. Kamu itu dijual untuk menjadi istriku. Tidak ada bedanya kamu dengan pelacur!”
Hinaan kembali merasuk ke dalam dada Anya. Sekalipun ia telah bersabar sebagai istri Rama sekaligus menantu keluarga Hardana selama ini, nyatanya nasib baik tak kunjung menghampirinya.
Hari-harinya seperti mimpi buruk.
“Kalau begitu, ceraikan saja aku, Mas,” ucap Anya dengan suara bergetar. “Kenapa masih menahanku di sini?”
Rama terkekeh. “Begitu? Memangnya kamu tidak tahu kalau ayahmu itu masih saja memohon-mohon padaku agar dibantu?” balasnya membuat Anya terdiam. “Sudahlah. Jangan membangkang, turuti saja kata-kataku dan jadilah menantu yang baik untuk orang tuaku sebelum nanti kamu dibuang.”
Pria itu melepaskan cengkeramannya di dagu Anya dan berbalik. “Bereskan pakaianku, besok pagi kita pulang ke ke rumah Papa.” Ia melambaikan tangannya tanpa menoleh. “Aku ke tempat Selly dulu.”
Anya menggigit bibir bagian bawahnya, menahan dirinya agar tidak kelepasan bicara sekali lagi. Tepat saat itu, ponselnya berdenting. Sebuah pesan dari ayahnya masuk.
[Kamu dan Rama kapan pulang? Ayah perlu bantuan Rama di perusahaan.]
Baru saja Rama mengatakan hal itu, ayahnya sudah mengonfirmasi tanpa diminta.
Bagaimana Anya bisa lepas dan Rama tidak menghinanya terus kalau keluarga mereka selalu memohon dibantu memenangkan tender dengan pihak lain? Seperti sekarang ini?
Memang Anya seperti tidak ada harganya di dunia ini, selain sebagai alat transaksi dan samsak khusus.
Ponsel Anya kembali berdering, padahal baru saja diletakan di atas nakas. Kali ini panggilan dari … Selly, selingkuhan suaminya.
Anya sempat menarik napas dalam-dalam sebelum memutuskan menjawab panggilan tersebut. Ia harus mengangkatnya meski enggan karena ia tidak ingin menambah masalah. Selingkuhan suaminya itu bisa saja mengadu macam-macam pada Rama dan berujung kekerasan seperti tadi.
“Apa?” ucapnya pada ponsel.
“Heh, pelakor.” Terdengar suara centil Selly di ujung sana. “Di mana Rama?”
Anya menutup matanya sesaat, menenangkan diri agar tidak membalas ucapan Selly yang tidak penting seperti ini. Tidak ada gunanya.
Namun, sepertinya Anya masih merasa tersinggung karena perlakuan Rama tadi. Karenanya, wanita itu menjawab, “Salah. Kamulah yang pelakor.” Jeda sejenak. “Rama itu suamiku.”
Meski dengan perdebatan panjang, akhirnya diputuskan kalau Selly hanya akan mengakhiri kontrak kerjanya sampai akhir tahun. Setelah itu ia akan fokus menjadi ibu rumah tangga saja.Rama masih tinggal di Bali, dalam beberapa bulan ke depan akan bolak-balik Jakarta Bali masalah pekerjaan. Resepsi pernikahan akan mereka laksanakan di Bali. Bahkan Rama setuju usulan Selly untuk menetap di sana.Mulai tahun depan Bima akan memimpin kantor cabang yang ada di Bali, Umar yang akan menggantikan posisi Rama. Bahkan rumah untuk tempat tinggal, sudah mereka dapatkan.“Aku suka tinggal di sini, banyak tempat indah.”“Tapi biaya hidup di sini mahal.”“Kamu ‘kan yang kerja, aku diminta di rumah saja. Aku tidak boros kok,” jelas Selly dan Rama sudah meyakini itu. Kehidupan Selly berubah dari sebelumnya, jarang menggunakan barang branded kecuali di acara tertentu.Bahkan tidak jarang ia tidur menggunakan daster yang dibeli secara online dua ratus ribu dapat tiga pcs.“Ayo tidur,” ucap Selly menjauhkan
“Rama, kamu yakin?” Selly menarik tangan Rama yang akan membuka pintu.“Tentu saja aku yakin, memang kamu mau sembunyi di mana. Mama pasti tinggal di sini untuk beberapa hari. Semenjak papa tiada, dia posesif padaku. Hari ini aku akan berikan apa yang dituntut selama ini?”“Apa?” tanya Selly masih berbisik sedangkan ketukan pintu dan suara bel bagai bersahutan.“Calon istri,” jawab Rama lalu membuka pintu.“Lama sekali, kamu ngapain sih. Makanya jangan begadang, mama mulai diabaikan. Pasti … ini siapa? Kenapa kalian berdua ada di … kamu bukannya … Selly.” Malika mencecar setelah melihat Selly dari balik tubuh putranya.Sambil bersedekap, Malika menarik nafasnya memandang Rama dan Selly duduk berdampingan berseberangan dengannya di sofa. Dari penampilan mereka bisa dipastikan aktivitas dewasa. Kemeja Rama berantakan, apalagi rambutnya. Sama halnya dengan Selly dengan rambut berantakan dan dress dilapisi blazer.“Hah, jadi ini yang kamu lakukan di sini?”“Mah, dengar penjelasanku dulu.
Seharusnya pagi itu Selly mandi dulu, bukan terlihat berantakan. Meski Rama terlihat tidak masalah, tapi ia sesali. Sarapannya berakhir di warung tenda samping gedung apartemen, tidak mungkin Selly makan di resto bersama penghuni lain.Saat perbaikan unit tempat Rama, Selly memastikan sendiri semua sudah oke. Bahkan ia mencuri pandangan melihat sekeliling kamar dan tidak menemukan barang milik perempuan.“Seharusnya aku tidak boleh begini, tapi penasaran.”Berkali-kali menghubungi unit Rama saat malam dan pagi, nyatanya tidak dijawab. Kontaknya Selly tidak punya, hanya sekedar menyampaikan kalau semua sudah beres. Berharap bisa lanjut komunikasi.“Hah.” Selly tertelungkup di meja resepsionis pojok. Harapannya pupus, menduga Rama kecewa dan ilfil dengannya saat pertemuan terakhir dan itu sudah berlalu seminggu yang lalu.Sudah mendapatkan kontak Rama dari data penyewa, tapi urung menghubungi karena tidak ada alasan untuk sekedar basa basi. Hari ini Selly kembali shift dua dan tidak lam
“Lantai tujuh?” tanya Rama saat Selly menekan angka lantai yang mereka tuju.“Unitku di lantai tujuh,” jawab Selly.Rama terkekeh lalu menyugar rambutnya, membuat Selly bingung. Ia merasa semesta memang mendukung pertemuannya. Dari sekian banyak apartemen rumah kosan, kantor memilihkan apartemen itu untuk dirinya dan dari banyaknya lantai dan kamar nyatanya mereka malah sangat dekat.“Kenapa?”“Tujuh satu dua,” jawab Rama.“Hah, kamu di … aku tujuh kosong delapan.”Sudah kuduga, perempuan yang aku lihat malam itu memang Selly. Astaga, aku harus bagaimana Tuhan. Kenapa sedekat ini, bagaimana kalau … statusnya. Aku harus cari tahu statusnya, batin Rama.Masih dengan kecanggungan akhirnya hening, Selly mengulum senyum menyadari mereka berada dalam satu lantai. Mungkinkah mereka akan sering bertemu. Pekerjaannya hanya mengecek mana unit yang habis waktu sewa dan sewa baru, tidak berurusan dengan database penyewa atau pemilik. Kecuali sedang ada masalah seperti di unit delapan satu lima.R
Hampir subuh, Rama masih berada di balkon. Setelah menikmati makan malam di pagi buta, tidak mungkin langsung tidur. Berada di balkon kamarnya sambil fokus pada ponsel.Hari ini rencananya ia akan langsung menuju lokasi proyek. Kendaraan dan supir yang akan mengantar selama ia berada di Bali sudah dihubungi dan standy setiap jam setengah delapan pagi.Rama mengusap kasar wajahnya, antara ngantuk dan pusing. Tidur pun tidak mungkin, dia akan kesiangan.“Sepertinya mandi air hangat saja,” gumam Rama lalu menutup pintu balkon dan menuju toilet.Berada di bawah guyuran shower, air hangat mengalir menyiram tubuhnya. Benar saja ia merasa lebih segar. Saat akan membilas busa dari sabun, mendadak air yang mengguyur tubuhnya terasa dingin. Memutar kran pengatur air hangat, nyatanya yang keluar tetap dingin.“Rusak atau ….”Berkali-kali memutar kran pengatur suhu, nyatanya tidak berfungsi. Rama mengakhiri mandinya. Kecewa karena berakhir dengan kedinginan. Baru saja memakai kemeja dan celana pa
“Selamat sore, mbak. Saya mau ambil kunci kamar, booking atas nama Rama. Rama Hardana.”Resepsionis yang sedang bertugas menatap Rama tanpa berkedip, beberapa saat masih saja diam mematung. Tidak menjawab salam dan permintaan pria di hadapannya.Rama sampai berdeham.“Mbak, saya mau ambil kunci,” ujar Rama lagi.“Eh, iya, maaf mas.” Resepsionis itu terlihat canggung. “Namanya … siapa?”“Rama Hardana,” jawab Rama kembali tersenyum.“Ah. Iya, sebentar.” Mengambil kunci access kamar sekaligus id card dan form yang harus diparaf oleh Rama. “Ini tolong ditanda tangani, boleh dibaca dulu. Kami isi berdasarkan data yang dikirim saat booking ya.”Rama membaca sekilas isian biodatanya tentang perjanjian sewa, tidak ada yang aneh dan semua terlihat aturan biasa yang berlaku untuk sewa menyewa apartemen atau gedung. Ia membubuhkan tanda tangan lalu menyerahkan kembali formulir tersebut.“Ini kartu aksesnya, selamat datang semoga nyaman tinggal di sini. Kalau ada saran atau membutuhkan sesuatu si
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments