Masuk
“Ahh, Ohh! Sentuh tubuhku lebih dalam, Sayang.”
“Nikmat sekali!”
Desahan demi desahan terdengar dari segala penjuru aula lelang mewah itu. Bukan desahan yang indah di telinga, melainkan suara rakus, haus, memuakkan, dan penuh nafsu.
Aroma menguar di udara, campuran antara parfum mahal, alkohol, dan cairan tubuh manusia. Kombinasi itu membuat perut Anne Valerie terasa mual.
“Lepaskan aku dari sini! Siapa kalian?” Anne berteriak saat dirinya didudukkan di belakang panggung.
“Melepaskanmu? Itu mustahil. Hahaha!” Suara tawa para pria itu membuat Anne semakin ketakutan, apalagi saat salah satu dari mereka mencengkeram rahangnya untuk membuat Anne meratapnya. “Untuk apa kami susah payah menculikmu kalau hanya untuk melepaskanmu?”
Gadis berusia 25 tahun itu menciut. Air mata sudah membasahi pipinya yang mulus.
Ia sangat takut, karena kini, beberapa pria yang sedang duduk mengitarinya tengah menatapnya dengan liar.
“Lihatlah, gadis ini cantik sekali! Masih perawan pula. Dia pasti akan laku mahal,” ucap pria berbadan besar yang menculiknya kemarin. Suaranya terdengar bangga seolah ia baru saja menemukan berlian.
Pria yang lain pun menimpali sambil menyeringai. Matanya tak henti menatap tubuh molek Anne yang nyaris tak tertutup, dan hanya dibalut sehelai kain tipis tembus pandang di bahunya.
“Benar. Kulitnya pun bersih dan mulus, tubuhnya juga sangat indah. Pria-pria kaya itu pasti akan saling bunuh demi bisa menyentuhnya.”
Anne menggigit bibirnya sampai berdarah. Kedua tangannya terikat di belakang, bahkan pergelangannya membiru akibat tali kasar. Kepalanya masih terasa sedikit berdenyut akibat kejadian tadi malam.
Ia ingat betul bahwa semalam ia masih berada di rumah kosnya yang kecil. Lelah setelah lembur di kafe, ia hanya ingin tidur. Akan tetapi, suara langkah di koridor tiba-tiba terdengar. Belum hilang rasa terkejutnya, tiba-tiba wajahnya sudah ditutup oleh sebuah kain hitam yang menguarkan aroma sangat menyengat hingga membuat Anne pusing dan kehilangan kesadaran.
Setelah tersadar, ia sudah berada di tempat ini. Tempat yang lebih menyeramkan dari mimpi buruk mana pun.
Di sini sebuah tirai beludru merah memisahkannya dari dunia luar. Di balik sana, cahaya lampu kristal bergantung dan suara gelas beradu terdengar jelas. Tiba-tiba seorang pria berjas putih dengan wajah yang terlihat ramah, menyibakkan sedikit tirai itu.
“Lihat baik-baik, Manis. Inilah panggungmu,” bisiknya sambil menyeringai.
Anne memaksa matanya untuk menatap ke luar dan seketika itu ia langsung terbelalak.
Di kursi-kursi mewah yang melingkari panggung, ia melihat orang-orang yang sedang bercinta tanpa rasa malu sedikit pun.
Di pojok ruangan, ada seorang pria yang sedang asyik menjilat paha seorang wanita. Dan di atas panggung, tampak seorang pria tengah dilelang dalam keadaan telanjang. Tubuhnya dirantai, dan merangkak seperti anjing. Ada seorang wanita bertopeng berdiri di belakangnya dengan cambuk di tangan. Senyumnya kejam, tapi begitu liar.
“Ini … tempat macam apa ini?” Suara Anne bergetar ketakutan.
Suara tawa dan tepuk tangan terdengar dimana-mana. Rintihan klimaks bersahutan dengan suara desahan di seluruh ruangan.
“Huek!” Perut Anne terasa mual.
Tempat ini … benar-benar sangat mengerikan!
Tiba-tiba, tirai beludru merah itu disibak kasar. Cahaya lampu sorot menyilaukan matanya. Dua pria berbadan besar dan berpakaian serba hitam, datang mencengkeram lengannya dengan kekuatan yang membuat pergelangannya memutih.
“Cepat ikut!”
“Tidak mau! Tolong!” tangisnya terisak, tapi tenggelam di tengah denting gelas kristal dan musik instrumental yang mengalun dari panggung sebelah.
Tak ada yang peduli padanya.
Anne diseret maju dengan paksa. Tumit sepatunya beradu dengan lantai marmer, napasnya terputus-putus. Dan sebelum ia sempat memahami apa yang terjadi, ia sudah berdiri di tengah panggung besar itu.
Kini ratusan pasang mata menatapnya dengan takjub. Para pria itu terpukau dengan keindahan Anne.
Sepasang mata bening miliknya memantulkan cahaya lampu. Bulu matanya yang lentik dan panjang melengkung sempurna. Kulitnya putih pucat seperti porselen, kontras dengan rambut hitam legam yang jatuh liar di bahunya. Bibirnya merah alami, dan tampak sedikit bergetar.
Ditambah tubuh indahnya yang nyaris tak tertutup dan terlihat begitu seksi, membuat semua pria di ruangan itu merasa ingin memilikinya.
Aula itu hening sejenak.
Sebelum kemudian meledak dengan suara sorakan tak tahu malu dari para pengunjung.
Lalu tak lama, terdengar orang-orang mulai menawarkan harga untuknya.
“Tiga ratus juta!”
“Lima ratus!”
“Enam ratus juta untuk si perawan! Aku akan berpesta dengannya malam ini!”
Tubuh Anne membeku. Air matanya menitik semakin deras.
Angka-angka itu seperti peluru yang meledak satu demi satu di telinganya dan menembus dadanya. Harga dirinya benar-benar hancur, seolah-olah ia bukan manusia, dan hanya barang mewah yang bisa dibeli.
Tangan-tangan pun terangkat. Mata-mata lapar melahap tubuhnya dari ujung rambut hingga jemari kakinya. Seorang pria di barisan depan bersiul panjang, sementara di sisi lain, seorang pria lain mulai membuka resleting celananya. Tangannya bergerak ritmis, wajahnya memerah saat menatap Anne dengan mata penuh hasrat kotor.
Kaki Anne melemas. Tangisnya tergugu, dan tangannya berusaha menutupi anggota tubuh yang terbuka. Ia benar-benar merasa kesulitan untuk bernapas.
“Tolong! Siapa pun, bawa aku pergi dari sini!”
Namun, semua pria di sana hanyalah pria hidung belang yang butuh pelampiasan nafsu. Tak akan ada yang menolong Anne, membuat harapan gadis itu sirna. Sekalipun ada, pasti pria itu tidak jauh beda dari–
“Dua miliar.”
Aula itu mendadak sunyi. Semua menoleh ke asal suara.
Tepat di balkon paling atas, seorang pria berdiri tegap seorang diri. Tubuhnya tinggi kekar. Setiap garis tubuhnya terbingkai rapi oleh jas hitam mewah yang tampak dibuat khusus untuknya. Mata hazelnya menyala di bawah kilau lampu, nampak tajam seperti pisau.
“Dia milikku. Antar ke mansionku setelah ini. Dalam keadaan terikat!” perintah pria itu dengan suara dingin, dan tak menerima penolakan.
Bisik-bisik pun pecah di seantero aula.
“Ya Tuhan, itu .…”
“Itu Leon Dominic, pria yang paling ditakuti di sini!”
Jantung Anne seakan berhenti berdetak. Ia bahkan pernah mendengar namanya.
“Leon Dominic, si penguasa pasar gelap. Pria yang rumor kekejamannya membuat pengusaha besar pun bertekuk lutut.”
---
Beberapa menit kemudian, Anne dibawa turun panggung. Tangannya masih diikat di belakang punggung. Tidak peduli betapa kuatnya Anne melawan, pihak pelelangan jelas lebih kuat dari segi kuasa maupun kekuatan.
Baru setelahnya, ia dibawa menuju ke sebuah mansion mewah milik Leon Dominic.
Lorong menuju ruang pribadi Leon terasa panjang dan sunyi. Lampu gantung kecil di langit-langit memantulkan cahaya hangat, sangat kontras dengan dinginnya udara di sekitar.
Langkah mereka terhenti di depan pintu besar berwarna hitam pekat, dengan ukiran halus di bingkainya. Seorang pengawal menekan interkom.
“Kami datang. Membawa gadisnya.”
Tak lama pintu besar itu pun terbuka perlahan.
Udara hangat menyeruak, menyapu kulit Anne yang dingin. Aroma maskulin yang pekat menusuk hidung. Campuran asap cerutu mahal, kayu cedar, dan sesuatu yang samar-samar–
Aroma seks!
“Masuk!” Suara pria itu begitu dalam dan penuh kuasa.
Anne melangkah masuk dengan kaki gemetar.
Begitu tiba di dalam ruangan, ia melihat Leon Dominic duduk di kursi besar yang menghadapnya. Kakinya terbuka lebar. Tubuh tegapnya tampak begitu santai. Satu tangan menggenggam gelas berisi cairan amber berkilau, sedangkan satu tangan lain menyentuh bibirnya seolah sedang menilai sesuatu. Matanya tak pernah lepas dari tubuh Anneyang tampak polos, tapi juga seksi.
“Tutup pintunya. Biarkan dia sendiri bersamaku.”
“Baik, Tuan!”
Klik!
Pintu tertutup rapat, hilang sudah jalan keluar Anne.
Gadis itu berdiri ketakutan di hadapan Leon. Tangannya yang sudah dilepaskan kini terkulai di sisi tubuhnya, meremas gaun tipis transparan yang nyaris tidak bisa menutupi tubuhnya.
Tubuh setengah telanjangnya masih tak bisa membuat mata Leon berkedip.
“Tuan, aku–”
“Buka bajumu!”
Satu detik kemudian, Leon kehilangan kendali. Sisi gelapnya kembali mengambil alih. Tamparan itu mendarat dengan keras dan kasar.Begitu kuatnya tamparan Leon hingga membuat Anne terjerembab. Air matanya seketika jatuh. Ia memegang pipinya yang memerah, dengan rasa terkejut dan tak percaya atas apa yang sudah dilakukan oleh suaminya barusan.“Leon,” lirih Anne dengan suaranya yang pecah.Namun, Leon tak memberi kesempatan sedikit pun pada Anne untuk berkata lebih banyak. Ia mengambil sebuah dress dari lemari, dress tipis yang bahkan Anne tak pernah mengenakannya. Leon melemparkan dress itu ke Anne dengan kasar, membuangnya tepat hingga menampar wajah Anne.“Pakai ini!” Suaranya datar, dingin, mematikan.“Dan setelah itu, keluar kau dari rumahku!” “Leon, tolong dengarkan aku dulu. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi. Aku bahkan ….”“Pakai! Sebelum aku melenyapkanmu dengan tanganku sendiri!”“Bukankah aku sudah bilang, kalau aku sangat membenci penghianatan!” sentak Leon lagi, suarany
“Ini … ini tidak mungkin.”Isi dalam kotak itu membuat tubuh Leon rasanya membeku. Di dalamnya terdapat begitu banyak foto-foto, bahkan sangat banyak.“Foto Anne?” ucapnya lirih, suaranya bahkan terdengar bergetar.Ia raih foto-foto itu dan dilihatnya satu per satu.Ya, semua foto-foto Anne itu diambil saat bulan madu mereka di Paris. Tetapi anehnya, hanya ada foto Anne saja di dalamnya. Anne sedang berjalan sendirian di depan villa, Anne sedang memandang ke arah laut, dan masih banyak lagi foto-foto yang lain. Hanya Anne seorang diri, tanpa adanya Leon sama sekali.Dan semua foto itu seolah diambil dari sudut yang mencurigakan. Angle nya bahkan sangat tak tertebak, seperti ada seseorang yang menguntitnya dari jarak jauh.Namun bukan itu yang membuat darah Leon mendidih. Tepat di dekat foto-foto itu, ada sebuah surat yang ditulis dengan tulisan tangan. Leon mengambil kertas itu dengan cepat. Kerta tipis itu beraroma parfum yang asing, dan bukan dari siapa pun yang Leon kenal.Dengan c
Beberapa hari berlalu, tak terasa malam ini merayap dengan pelan, membawa hawa dingin yang menempel di jendela kamar Leon dan Anne. Lampu kamar itu temaram, cukup redup untuk memberi rasa nyaman. Namun cukup terang untuk memperlihatkan betapa lelahnya Anne secara batin.Sejak Valerie ditemukan dalam kondisi mengenaskan, tubuh Anne seperti kehilangan tenaga. Tapi malam ini, Leon tampak berbeda. Ada sesuatu dalam sorot matanya. Sesuatu yang menginginkan kedekatan, kehangatan dan mungkin pelarian dari stres yang menumpuk.Ketika Anne sedang berdiri di depan jendela dan menatap ke luar sana, Leon tiba-tiba saja memeluk pinggang istrinya itu dari belakang.“Sayang,” bisiknya rendah, tepat di telinga Anne.Leon meletakkan dagunya di pundak Anne, dan perlahan bibirnya mulai menjamah tengkuk sang istri, membuat tubuh Anne meremang.Anne menoleh perlahan dengan tak bersemangat. Ia sebenarnya tidak sedang ingin disentuh, karena pikirannya masih kacau oleh kondisi mamanya. Tapi ia juga tahu, ia
“Ma! Mama!” Anne mengguncang tubuh Valerie dengan panik saat ibunya itu tiba-tiba jatuh pingsan.“Megan, ambilkan selimut! Jonathan, ambil air dingin!” seru Leon tegas.Namun tidak ada satu pun tindakan yang mampu menenangkan Anne yang sudah histeris.“Leon, mama kenapa? Apa yang terjadi pada mama kenapa?” tangisnya sudah pecah begitu saja.Leon segera mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menekan nomor dengan cepat. Dengan panik, ia menghubungi seseorang di seberang sana.“Dokter Ethan, datang ke mansion sekarang juga. Ini darurat,” suara Leon tajam dan tergesa, ia tidak memberi ruang untuk pertanyaan sedikit pun.Tak butuh waktu lama. Dalam hitungan menit, dokter pribadi keluarga Dominic itu sudah datang dengan membawa tas medis. Valerie dipindahkan ke kamar utama untuk tamu. Tangannya terpasang infus, dan diletakkan alat monitor kecil di sisi tempat tidur.“Kondisi Nyonya Valerie masih lemah. Dia harus istirahat total,” kata Dokter Ethan setelah semua tugasnya selesai.Anne dudu
Leon menatap kotak hitam itu dengan hati-hati. Pita emasnya sudah ia pegang dan separuh sudah terlepas. Anne berdiri di sampingnya dengan napas tertahan, seolah kotak itu bisa saja berisi sesuatu yang Mengejutkan dan mengubah hidup mereka.Namun sebelum Leon sempat membuka kotak itu sepenuhnya, tiba-tiba saja ….Drttt! Drrtt!Ponselnya bergetar cukup kuat. Nada dering itu memecah keheningan di antara Anne dan Leon yang terlihat tegang. Leon mengurungkan niat untuk membuka kotak itu. Ia meraih ponsel dan melirik layarnya.Anne pun ikut melihat ponsel suaminya tersebut.“Dari Adrian,” ujar Leon sambil melirik pada Anne.“Adrian? Ada apa? Tumben sekali dia menelfon?” Anne bertanya-tanya dengan cemas.“Dia tidak mungkin sampai menelfon kalau tidak ada sesuatu yang penting. Dia tidak akan seberani itu untuk mengganggu bulan madu kita.” Leon setengah bergumam.Secara bersamaan, Anne dan Leon merasakan hal yang sama. Mereka punya firasat buruk yang cukup mengusik pikiran. Leon mengangkat tel
Suasana kamar mandi yang seharusnya dingin, kini perlahan berubah menjadi panas. Leon sudah melucuti seluruh pakaian istrinya, begitu juga Anne yang sudah membuat suaminya itu kini telan*j*ng bulat. Saat Anne duduk di pangkuannya, Leon perlahan mulai mengarahkan juniornya yang sudah tegang itu ke dalam milik sang istri. Jleb! Milik Leon lesap sepenuhnya ditelan oleh kehangatan lembah milik Anne yang membuatnya ketagihan. Leon segera melahap bibir sang istri, sambil tangannya meremas-remas kedua payudara Anne yang besar dan berguncang. “Ahh! Ahh! Ahh.” Anne mendesah-desah sambil menggenjot milik suaminya naik turun. “Ohh, ohh, terus sayang. Mmm, nikmat sekali.” Leon sampai terpejam karena keenakan. Kedua pasangan baru itu terus melakukan percintaan panas tersebut hingga akhirnya mereka mencapai pelepasannya. Dan cairan cinta mereka pun tumpah di mana-mana. Setelah puas dengan adegan mandi bersama, Leon dan Anne pun segera bersiap-siap. Mereka lantas menuju ke ruang makan







