Share

Keputusan Ara.

Author: Winarsih_wina
last update Last Updated: 2024-01-19 11:29:02

Teriakan mas Bram tak membuatku takut lagi. Kini sebuah ponsel telah aku miliki, setelah dua bulan menipu mereka semua soal uang kiriman bapak.

"Aku membeli ponsel baru, sama seperti punyamu. Jangan protes karena ini mengunakan uang pemberian bapak, kalau kau tak suka kita pisah saja, bapak pasti mengerti karena aku sendiri yang akan bilang." Aku menarik napas berharap mas Bram takut. Ternyata ancamanku berguna juga, mas Bram takut aku minta cerai.

"Sial, kalau begini tak perlu begitu lama tersiksa, hidup tanpa uang bersama mas Bram," pikirku.

"Kenapa kau tak mau mengerti juga. Kita hanya perlu bertahan lima tahun saja, sampai angsuran motor itu selesai. Setelah itu kita terbebas dari ketua adikku karena mereka sudah tamat sekolah." Aku mendengus kesal, ini sudah hampir lewat dua tahun. Aku masih diminta bersabar lagi, apa mas Bram mau aku benar-benar gila.

"Maaf aku tak bisa lagi mas, jangankan lima tahun, sekarang saja aku sudah mulai tak waras."

Aku pergi meninggalkan mas Bram. Lalu melangkah menuju warung bakso yang akhir-akhir ini menjadi langgananku. Rasanya enak jadi sedikit menenangkan jiwaku yang ingin memberontak.

"Apa, motor baru yang satu saja baru berjalan dua tahun. Sekarang mau minta satu lagi." Aku berteriak, karena tak menyangka mas Bram akan menuruti permintaan adiknya lagi. Aku sudah kehabisan akal untuk menyadarkan mas Bram, kalau gajinya ibarat lebih berat pasak daripada tiang.

"Kalau begini aku menyerah, mas. Silahkan kalau kau mau menuruti permintaan adikmu, aku mundur." Aku bergegas masuk ke kamar dan membereskan baju lalu memasukkan kedalam tas. Demi kewarasan otakku lebih baik aku pergi. "Aku tak ikhlas kalau kau pergi, Ara. Tau kan artinya? Malaikat akan melaknatmu."

Brak ....

Aku membanting tas yang baru saja siap aku isi baju. Ucapan mas Bram membuatku muak saja.

"Apa kau mau aku gila dulu, baru kau mengerti ucapanku. Gajimu itu tak cukup lagi untuk mengambil kredit barang!" teriakku.

Bahkan aku berteriak dengan lantang di depan wajah mas Bram. Untuk sesaat pria itu terlihat terkejut, namun tak lama kemudian dia menangis dan memelukku. "Lepaskan, aku tak mau kau peluk begini."

Aku mendorong tubuhnya dengan kasar. Hingga tanpa sadar telah membuatnya jatuh menabrak pintu kamar. "Kau tega sekali, Ara. Apa begini caramu memperlakukan seorang suami?"

Aku tak menjawab, hanya sibuk memijit kepala yang tiba-tiba terasa sangat sakit. Ucapan dan perbuatan mas Bram sudah tak bisa aku terima, tapi aku juga tak bisa sembarangan pergi meninggalkan dirinya.

"Mau sampai kapan kita begini, Mas. Lihat rumah ini pemberian bapak, sejak menikah tak ada satu barang pun yang aku beli mengunakan uangmu, semua pemberian bapak dan ibuku. Kau hanya perlu memberiku makan itu pun kau tak sanggup." Aku menangis menumpahkan rasa sesak yang selama ini aku simpan. Lima ratus sebulan, apa yang bisa aku lakukan dengan itu, jika tanpa uang kiriman bapak.

"Bukankah uang tidak jadi masalah, Ara. Kau punya uang kiriman bapak, selama dua bulan ini kan tak ada kau berikan pada ibu atau adikku?"

Melihat kebodohan mas Bram, membuat darahku kembali mendidih. Dia masih memikirkan uang kiriman bapak tanpa memikirkan tangung jawabnya. "Lalu apa gunanya kita menikah, mas. Jika kau tak mampu menafkahi istrimu, sama saja artinya kau menumpang hidup denganku."

Terpaksa aku berkata begitu agar mas Bram paham. Namun aku salah besar, bukannya paham mas Bram justru marah karena merasa harga dirinya terluka. "Sudah cukup Ara, kau sudah keterlaluan. Jadi selama ini kau tak ikhlas membantuku, berbakti pada ibu yang telah melahirkan aku."

Aku terkejut karena ucapan mas Bram. Sejak kapan aku menghalanginya berbakti pada ibunya, bukankah masalah kami soal ketidakadilan dalam pembagian nafkah, kenapa jadi aku yang salah lagi.

"Sudahlah mas aku capek bicara denganmu. Bukannya selesai satu masalah, kau justru menambah masalah baru." Aku memilih duduk agar amarahku mereda. Melihatku duduk mas Bram terlihat tersenyum.

"Masalah kita belum selesai, jadi jangan senyum-senyum begitu mas. Aku tak perduli kau berbakti pada ibumu, tapi ingat kau sudah menikah ada hak istri yang harus di tunaikan, oleh seorang suami." Aku kembali bicara dengan pelan, agar mas Bram mendengar dan memperhatikan ucapanku. Namun dari sikapnya aku tau dia tak ingin mendengarkan-ku.

"Terserah kau saja mas. Aku tak perlu lagi bicara, jika kau tak mampu memberiku nafkah, maka bulan depan kita pisah saja." Aku membuka pintu memilih meninggalkan mas Bram. Diajak bicara baik-baik, tapi responnya begitu menyakitkan hati.

"Jadi kau setuju aku mengambil satu motor lagi, Ara. Biar kedua adikku punya sendiri-sendiri." Mas Bram bertanya seolah tanpa dosa. Mendengar ucapannya membuatku kesal, hingga tanpa sadar berteriak sembari lari keluar dari rumah.

Apakah itu awal tekanan jiwa yang aku alami? Entahlah. Namun yang aku tau sejak itu emosiku mulai tak terkontrol.

****

"Bapak hanya mau, kau mengambil keputusan segera, Ara. Mau kembali bersama Bram atau membebaskan diri dari pernikahan tak sehat ini?" tanya Husin

Amara yang sudah mulai membaik tak bisa menjawab. Dia masih mencoba memikirkan peluang untuk memperbaiki pernikahannya. "Pak, sabar jangan emosi begitu," pinta ibu Amara.

Husin menarik napas panjang dia terlihat kesal pada Amara. Anaknya itu masih mencoba berpikir untuk kembali pada Bram.

"Silakan, jika kau mau kembali pada Bram, Ara. Asal kau tau saja, bapak sudah menjual rumah yang bapak beri padamu. Bram juga sudah kehilangan rumah ibunya, karena ingin merayakan kepergianmu dengan menjual rumah sang ibu. Mereka berencana pergi liburan," ujar Husin ketus.

Ara seperti tak percaya pada ucapan bapaknya. Namun dia juga mengenal Bram dan keluarganya, pasti mereka bisa melakukan hal itu. "Jadi bapak sudah menjual rumah itu? Lalu mas Bram kemana, sekarang?" tanya Amara.

Husin menarik napas, dia tak menyangka anaknya sebucin itu pada Bram. Untuk sesaat emosinya kembali naik, kalau saja sang istri tak segera menenangkan dirinya. "Sekarang kau pilih saja, Ara. Mau kembali atau bebas dari pernikahan dengan Bram!" pekik Husin dengan kesal.

Husin menunggu anaknya bicara. Meski dia merasa kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa saat ini. "Kita harus temukan mas Bram, Pak. Aku tak mau kehilangan dia untuk saat ini," ucap Amara lirih.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Berani Menyentuh Keluargaku Rasakan Akibatnya..

    Bagi orang tua hidup sudah lebih dari cukup asal ada anak dan cucu. Setelah memastikan aku dan Ikhram akan membawa anak-anak mengunjungi mereka saat liburan, kakek Ikhram membujuk mama Ikhram agar setuju pergi ke perkebunan teh kami. Meski terlihat tak ikhlas, tapi mama Ikhram akhirnya setuju. Aku dan Ikhram membawa anak-anak mengantar mereka langsung ke perkebunan, awalnya mau menaiki pesawat tapi anak-anak malah mau naik mobil. Alhasil kami membutuhkan tiga hari perjalanan untuk sampai ke perkebunan. Kemudian kami menghabiskan waktu yang tersisa hingga weekend baru kami kembali. Kali ini kami kembali menaiki pesawat, meski tak tega tapi aku menguatkan hati saat meninggalkan kakek dan mama Ikhram. "Mama masih belum menyerah, beberapa hari ini dia mencoba membuatmu merasa bersalah. Untungnya istriku sudah lebih cerdas jadi tidak tertipu lagi, kalau tidak aku akan pusing memikirkan cara menyadarkan mama." Ikhram memelukku, sembari berjalan ke dalam ruang tunggu. Sedangkan di depan

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   pembalasan Ikhram.

    Melihat istri dan anak hampir celaka, di depan mata dan tanpa bisa berbuat apa-apa membuat Ikhram trauma. Setiap kali memejamkan mata dia akan bermimpi buruk, hal itu sudah terjadi selama dua hari ini.Merasa tertekan dan tidak beristirahat dengan tenang, semakin membuatnya frustasi. Hasilnya dalam jangka waktu singkat Ibu kota gempar, dua perusahaan besar dan dua keluarga kelas atas jatuh dalam sekejap. ARTAMA grup mengeksekusi perusahaan Sam dan kakek Ikhram. Tentu saja hal itu menambah masalah baru, namun itu justru membuat Ikhram merasa puas. Aku hanya bisa melihat kepuasannya, karena aku tau rasa sakit yang dia rasakan selama ini."Apa kau yakin akan bertarung dengan kakek dan juga ... Mama?" tanyaku lagi saat menemaninya istirahat, di kamar yang ada dalam ruang kerjanya."Jangan lupa ada Sam juga, kalau merasa iba kau bisa mengatakannya sekarang." Ikhram menyentuh daguku, lalu memberi kecupan di bibir dengan lembut. Mendengar nama Sam di sebut membuatku bingung, "Ada hubungan

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Hampir Celaka.

    Waktu bersantai bagi seorang wanita yang sudah menikah dan punya anak adalah hal yang paling mewah. Satu atau dua jam untuk menenangkan diri, itu sudah lebih dari cukup bagi mental yang kadang sedikit tertekan. Setelah menyingkirkan Ikhram, akhirnya aku bisa memuaskan diriku dengan belanja dan makan enak. Setelah dua jam menjelajahi jalanan, akhirnya aku pergi ke perusahaan Ikhram dengan membawa satu cup besar boba dan satu kotak besar aneka kue potong. Aneka kue dengan bermacam-macam cream. Ada cream coklat, stroberi dan juga moka, aku tertarik melihatnya jadi membelinya. Siapa sangka ternyata jumlahnya cukup banyak, sebelum Ikhram melihatnya aku akan menyimpannya di pantry saja. Sore baru aku bawa pulang, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku itu. Setelah sampai depan lobby aku celingak-celinguk untuk melihat situasi, jangan sampai kepergok Ikhram yang kadang muncul macam jelangkung itu. Dia kadang bisa muncul kapan saja dan dimana saja, tanpa bau dan tanpa suara pas kan

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Dijadikan Pion melawan Ikhram.

    Melihat orang gila di rumah sakit jiwa lebih baik, daripada melihat mertua yang mengila, karena tidak bisa melawan menantunya. Aku hanya diam saat melihat mertuaku menangis seperti anak kecil, melihatnya seperti itu membuatku berpikir, apa aku benar-benar tertipu oleh penampilannya ketika pertama kali bertemu. Saat itu mertuaku itu terlihat begitu menderita, dengan wajah pucat yang seperti kurang darah, namun sekarang penampilannya terlihat berubah drastis. Ibarat Kucing telah berubah menjadi Singa, tatapannya juga lebih tajam dan juga kejam. "Aku mamamu, wanita yang melahirkanmu. Apa pantas kau perlakukan seperti ini, hanya demi wanita yang baru kau nikahi?" tanya mama Ikhram dengan sinis. "Aku sudah lama menikahinya, Ma. Dia juga orang yang berdiri di sampingku saat terpuruk dulu, andai tak ada dia aku tak akan berdiri tegak seperti ini di depan mama saat ini." Ikhram memegang tanganku dengan erat. Aku menepuk punggung tangannya agar dia tenang, saat ini kami benar-benar d

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Tidak Belajar Dari Pengalaman.

    Ujian pernikahan setiap orang berbeda, ada yang diuji dengan anak, suami bahkan dari sang istri. Sedangkan aku, ujian pernikahanku masih sama, baik pernikahan pertama ataupun yang kedua, aku diuji dengan mertua dan wanita kedua. Ujian itu kembali datang, mungkin karena di pernikahan pertama aku gagal mengatasinya. Sedangkan di pernikahan kedua ini, aku bertekad untuk melawan ujian itu, tentu saja dengan dukungan suamiku Ikhram. Sedangkan di pernikahan pertamaku dulu, Bram tidak hanya membantuku mengatasi ujian tersebut, tapi dia justru membuatku putus asa. Sehingga aku menyerah dan memilih bercerai. "Berjuanglah jika memang sudah memilih untuk bertahan, bapak juga setuju jika kau melawan orang yang ingin menghancurkan pernikahanmu. Begitu juga ketika Ikhram tidak lagi mendukungmu, kami bersedia menerimamu kembali pulang," ujar bapak dengan mantap. Ikhram memeluk pinggangku dan berjanji pada bapak dan ibu, bahwa dia tidak akan membiarkan aku berjuang sendiri. Dia bahkan berani

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Ikhram Melihat Kebusukan Ibunya.

    Ketenangan, sepertinya menjadi sebuah hal yang paling berharga, sehingga begitu sulit untuk aku dapatkan. Hanya dalam waktu seminggu akhirnya wanita itu datang tanpa diundang. Dengan wajah angkuhnya dia menatap, rumah yang aku tempati sekarang. Senyum sinis juga terukir di bibirnya, lalu mulutnya pun mulai berkicau dengan nada penuh penghinaan. "Pantas kau begitu percaya diri, saat meninggalkan rumah putraku. Ternyata kau memiliki cadangan, untuk hidup senang dengan menumpang pada seorang pria. Sudah berapa lama kau bersamanya, jangan-jangan kalian sudah bersama ketika masih bersama dengan Ikhram?" tanyanya sinis. "Aku rasa Kau tidak perlu tahu sejak kapan aku bersamanya, sama seperti ketika kau pergi dan melupakan putramu. Waktu yang kau perlukan untuk pergi cukup banyak, tapi mengapa baru sekarang kau kembali. Apa mungkin tiada paksaan saat itu, jangan marah karena kenyataannya hanya kau yang tahu apa yang terjadi saat itu," ujarku tak mau kalah. "Kau benar-benar wanita kura

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Keluar Dari Rumah Lagi.

    Kakiku gemetar saat menuruni tangga, di bawah mertuaku itu berdiri dengan angkuhnya. Aku tertawa melihatnya, karena begitu profesional sekali dia menutupi sifat aslinya. Hingga membuatku tertipu dengan kelakuannya. Aku menyerahkan koperku dan memintanya untuk memeriksa, aku tidak mau ada yang mengatakan aku mencuri. Ikhram mengengam tanganku dengan erat, sesuai dengan kesepakatan aku akan pergi untuk menenangkan diri untuk sementara. "Kau bisa meninggalkan segalanya, tapi tidak dengan cincin pernikahan kita. Ingat kau tidak boleh pergi diam-diam, setelah aku menyelidiki masalah ini aku akan menjemputmu kembali." Ikhram mengambil koperku, lalu kembali mengengam tanganku. Dia membawaku menuju ke mobil Aska yang menunggu di luar. Kali ini dia mau berkompromi setelah aku ancam akan mengajukan gugatan cerai, tanpa menunggu melahirkan. "Pak, saya minta maaf. Saya berjanji akan menyelidiki masalah ini, saya juga berjanji tidak akan menceraikan Amara." Ikhram mengambil tangan bapak

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Penghinaan Lagi.

    Anak adalah buah hati orang tua, tapi ketika sudah memiliki cucu maka julukan itu sudah tidak berlaku lagi. Seperti saat ini Ikhram memijit keningnya karena diabaikan oleh ibunya. Padahal di dalam hatinya masih ada sesuatu yang belum selesai bergejolak, sama seperti yang aku rasakan. Kami saling pandang, lalu kembali menatap kedua anak kecil itu yang terhalang oleh mama dan kakek Ikhram. "Mami, Papi," rengek Rara karena dia merasa tidak nyaman, bersama mama dan kakek Ikhram. Alasan karena ini pertama kalinya mereka bertemu. "Sayang, ini nenek dan buyut kalian. Ini ibunya papi dan itu kakeknya papi, salim dulu biar kenal dan akrab." Melihatku berjongkok di depan mereka, dengan senang mereka mencium tangan mama dan kakek Ikhram. Aku tersenyum melihat mereka mulai mendekat, pada kedua orang yang baru mereka kenal itu. Bahkan mereka sudah mau duduk di sebelah mama dan kakek Ikhram dan menerima makanan yang di suap-kan ke mulut mereka. "Mami kenapa kita baru ketemu nenek dan mana k

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Cerita Masa Lalu Yang Terungkap.

    Sebuah kejahatan besar dan dilakukan oleh seorang wanita, hebatnya lagi bisa menyembunyikannya selama bertahun-tahun. Aku merinding saat menatap Tante Rida, dia benar-benar wanita kejam yang tak boleh di sentuh, sayangnya dia telah menyingung Ikhram. Namun aku lebih merasa takjub ketika melihat perlakuan Papa Ikhram, dia bahkan memeluk Tante Rida dengan erat, meski telah mengetahui kejahatan wanita itu pada anak dan istri sahnya. Mau tak mau aku harus menahan mual di dalam perutku, andai bisa, ingin rasanya mencabik-cabik wajahnya itu. "Tidak nyaman berada di sini? Bawa mama keluar dulu dan melihat-lihat perusahaan kita." Ikhram membelai wajahku di depan banyak orang. Aku segera menolak meski perutku terasa tidak nyaman, begitu juga dengan mama Ikhram. Kami harus tau keputusan apa yang akan mereka ambil, untuk memberikan pelajaran pada Tante Rida. "Aku tidak menyangka sama sekali, kau memiliki nyali yang sangat besar. Mengirim putriku ke neraka hanya karena ucapan wanita jalan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status