Share

Chapter 12

Author: Yui246
last update Last Updated: 2024-01-12 23:00:52

Setelah urusanku dengan Pengacara Jung selesai, aku pergi lebih dahulu meninggalkan bangunan Firma Hukum Dantons ini. Aku berniat pulang dengan bis umum. Lagipula ini masih jam tujuh malam. Masih ada jadwal rute untuk menuju area pinggiran kota.

Aku berjalan ke arah halte bus. Namun seseorang menarik sedikit kain lengan jasku. “Nona Muda! Saya menunggu Anda. Jangan pulang pakai Bis, Nona. Daritadi saya panggil loh,” ucap Pak Dongdong panjang lebar sembari melepaskan genggamannya pada jasku.

“Yaampun Pak,” jawabku kaget. “Sudah daritadi menunggu saya? Bapak tak perlu repot-repot loh,” sambungku. Aku benar-benar tak mendengar Pak Dongdong memanggilku. Pikiranku masih kacau mengingat email perwakilan Zhou.co menghilang dan begitupun jejak digitalnya. Bagaimana bisa?

“Oh, jangan terlalu segan dengan pria tua seperti saya. Ayo, Nona Muda, saya antarkan pulang. Nona, bagaimana bila menyimpan nomor saya? Saya bisa jadi supir pribadi, Nona Muda!” Ucap Pak Dongdong dengan penuh semangat. Aku yang melihat pipinya yang chubby itu langsung tertawa lepas.

Padahal aku berniat langsung pulang. Namun kedatangan Pak Dongdong kembali mengingatkanku untuk membeli ponsel dan nomor baru. Akhirnya kami pun ke pusat perbelanjaan dulu untuk membeli barang tersebut. Setelah selesai mendapatkan hal yang kuinginkan. Aku pun bertukar nomor dengan Pak Dongdong. Orang ini menjadi yang pertama pada daftar kontak di ponsel baruku.

Pria ini tidak tahu bahwa rumahku itu hanya kontrakan di pinggiran kota. Aku menahan tawa saat melihat ekspresi Pak Dongdong yang mencoba menahan semua pertanyaan di kepalanya dengan terus berlaku sopan sembari membukakan pintu mobilnya, saat sampai di depan rumahku. “Jika saya menelpon Bapak. Benar datang jemput saya ya?” Tanyaku bercanda.

“Tentu saja, Nona Muda. Anu, saya mau tanya, apakah mungkin Nona sedang kabur dari keluarga besar Nona yang memaksa Anda menikah dengan pria pilihan mereka?” Tanya Pak Dongdong sembari berbisik.

Aku yang mendengar ini benar-benar tertawa lepas. Terima kasih Pak Dongdong untuk hiburannya.

“Saya yakin sekali Nona pasti sedang kabur dari rumah ya,” ucap Pak Dongdong saat masuk ke arah pinggiran kota yang mulai sepi dari hiruk pikuk kehidupan yang mewah dan sibuk. Jalanan yang dilalui mulai banyak yang rusak dan bolong. Bahkan lampu yang menerangi pun ada yang mulai mati dayanya dan redup cahayanya.

Benar-benar sepi sekali. Jikalaupun ada kendaraan yang lewat, kebanyakan adalah tronton besar yang membawa muatan barang. Tak dipungkiri memang ada beberapa mobil biasa yang melintas atau beberapa motor besar dengan pengemudinya yang ingin ngebut-ngebut-an.

“Kenapa Pak Dongdong berpikir demikian? Memangnya pernah mendapatkan penumpang dengan cerita seperti itu?” Tanyaku yang penasaran sembari terkekeh dengan cara penyampaian pria tua ini. Sungguh, aku senang sekali dengan karakternya. Pak Dongdong bisa membuatku cukup tenang dengan situasiku yang cukup kacau sekarang.

Pasalnya selama perjalanan ia terus bercerita tak henti. Membuat lelucon terkait penumpang yang telah lalu. Namun bukan untuk menjelekan hanya menceritakan kondisi-kondisi lucu yang pernah ia temui.

Terlebih sedari ia menungguku di depan bangunan Dantons sebelumnya, ia juga menduga diriku sebagai putri orang kaya yang kabur dari rumah. Aku tak terlalu peduli untuk menjelaskan hal ini padanya. Aku hanya tertawa dan tersenyum ramah untuk menanggapi hal tersebut. Tak kusangka ia masih memikirkan kemungkinan imajinasinya itu adalah kenyataan.

“Bukankah penumpang yang Nona ingin tahu itu adalah diri Nona sendiri?” tutur Pak Dongdong dengan sangat hati-hati sekali. Namun ia tak melanjutkan terusan yang ingin ia katakan. Aku hanya melihat pantulan dirinya dari cermin di tengah mobil ini. Mulutnya terbuka kemudian menutup lagi. Benar-benar takut salah berbicara. Apa ia memang berpikir bahwa aku putri dari kolongmerat ya?

“Jadi, Bapak… intinya belum pernah mendapati penumpang seorang putri kaya raya yang kabur itu ya?” Tanyaku.

“Saya pikir saya menemukannya hari ini. Tapi, apa mungkin saya salah? Nona tidak memberitahu nama Nona saat saya tanya. Pasti Nona sedang menyembunyikan identitas Nona. Kemudian saat saya mengantar Nona ke kantor hukum pertama, Nona disambut resepsionisnya dengan begitu hormat. Lalu, Nona juga mengajak saya makan di Restoran Breeze Kim. Bahkan, Nona memiliki ruang pribadi di sana! Terus, terus, Nona berbaik hati membelikan keluarga saya makan dari restoran itu juga. Kemudian melihat Nona yang kembali mengunjungi kantor hukum untuk kedua kalinya. Bahkan, yang paling terkenal dengan biaya jasa pengacara cukup tinggi. Nona tidak ragu-ragu untuk masuk ke dalam sana. Terlebih setelah saya pulang ke rumah dan kembali lagi ke kantor itu, saya kira Nona sudah pulang. Namun saya bertekad untuk tetap menunggu lebih lama lagi. Jika saja memang Nona masih cukup lama berada di sana, pasti toh, nanti akhirnya ketemu juga. Ternyata saya benar. Nona masih di sana dan sepertinya kasus Nona ini sangat berat sekali. Pasti ini ada kaitannnya dengan keluarga Nona yang kaya. Lalu, jalan sepi di pinggiran kota ini. Pasti, saya yakin sekali, Nona ingin mencoba hidup seperti kalangan proletar seperti kami. Setidaknya itu analisis yang telah saya renungkan,” jelas Pak Dongdong panjang lebar.

Aku terdiam sejenak mendengarkan itu semua. Kini aku sangat yakin sekali bahwa Pak Dongdong ini terlalu banyak menonton serial drama di televisi. Aku merasa kesalahpahaman ini perlu diselesaikan.

“Pak Dongdong, itu analisa yang luar biasa. Namun sayangnya salah. Saya terlahir dari orang tua yang sederhana. Dulunya mereka petani di Desa Juanxie yang terletak di pinggiran Kota C. Pada 25 tahun yang lalu ada wabah peunomia yang menggemparkan sekali, apa Bapak tahu kejadian itu?” Tanyaku lagi.

“Oiya benar. Ada wabah itu, mengerikan sekali banyak yang meninggal! Dulu saya sebagai supir ambulan di salah satu rumah sakit swasta di Kota G. Masih belum pindah kemari,” timpal Pak Dongdong.

“Ibu saya meninggal karena wabah itu. Kemudian hasil panen di kebun kami jadi tak terurus, karena Ayah tak bisa mengerjakan semua hal sendirian. Ia memutuskan menjual tanahnya ke salah satu perusahaan dan uangnya ia gunakan untuk pindah ke Kota B ini, untuk memulai kehidupan yang baru,” jelasku.

Aku tak terlalu memperhatikan wajahnya Pak Dongdong. Namun satu hal yang pasti, kejadian lama itu kembali membawa emosi negatif pada diriku. Di lain sisi, juga menjadi penyemangat untukku sekarang untuk tetap berusaha yang terbaik dengan masalah yang sedang aku hadapi sekarang ini.

Pak Dongdong tak banyak bertanya setelah aku menjelaskan singkat tentang diriku. Aku juga tidak terlalu peduli apakah ia mempercayainya atau tidak. Setidaknya aku sudah menjelaskan kebenaran diriku atas imajinasinya yang berdasar asumsi analisisnya. Perjalanan menjadi sangat tenang. Untungnya itu hanya berlangsung selama empat menit saja, sebab kami sudah sampai di depan rumah sewaku.

Aku membayar perjalanan ini dengan memindai barkode yang ada di tengah mobil. Saat kulihat layar ponsel baruku ini telah menyelesaikan transaksi untuk perjalanan ini. Aku bergegas untuk keluar dari mobil.

“Nona Muda,” panggil Pak Dongdong.

“Masih,” gumamku dengan suara kecil. “Ada apa ya Pak?” Tanyaku.

“Kalau Nona Muda perlu perjalanan untuk tidak dilacak keluarga Anda. Telpon saya saja. Saya bisa menjadi supir pribadi Nona. Pasti rasanya sulit sekali menyesuaikan kehidupan yang dulunya mapan menjadi sederhana seperti sekarang. Saya belum memberi nomor saya yang lainnya. Tapi, ini, saya ada kartu nama. Nanti kalau Nona yang telpon. Entah itu di nomor pribadi saya atau yang ada di kartu nama ini. Saya jamin seribu, tidak. Sejuta persen! Saya akan menggunakan mobil pribadi saya! Saya tahu kasus yang membutuhkan pengacara biasanya berat. Apalagi lawan Nona Muda adalah keluarga Nona yang kaya,” ucap Pak Dongdong.

Aku menerima sodoran kartu nama itu tanpa bisa berkata-kata. Padahal setelah membeli ponsel, nomor yang pertama kali aku simpan adalah nomor pria tua ini. Sepertinya ia takut kalau dirinya tak menjawab di nomor yang lain, dan memberikan nomor cadangan untuk menghubunginya.

Pak Dongsong  masih salah paham dengan status dan situasiku. Yasudahlah mau bagaimana lagi. Aku hanya bisa diam termenung melihat mobil pria tua ini melenggang pergi.  Pandanganku tertuju pada tulisan TAXI bercahaya di atas atap mobil itu. Hanya ada satu hal yang ada dipikiranku, Pak Dongdong sudah dicuci otaknya dengan cerita serial drama.

Aku masuk ke dalam rumah dan langsung menuju sudut ruangan dimana tempat kerjaku berada. Kemudian mencolokan kabel pada stopkontak agar daya listrik membantu menghidupkan komputerku. Beberapa detik aku menunggu layar desktopnya menyala, dan aku membiarkannya untuk beberapa waktu. Kemudian langsung mencari tangkapan gambar dan kontrak kerja yang aku tandatangani.

Untungnya masih tersimpan. Dengan sangat cepat aku mencolokan kabel USB pada ponsel android yang baru saja aku beli. Menunggu untuk beberapa saat dalam memindahkan file-file tersebut.

Aku masih belum berani menyalakan ponsel utamaku. Saat segala data sudah terpindah, aku mencari kertas yang bertuliskan nomor milik si Jung…. Entahlah siapa, aku lupa nama panjangnya pengacara itu.  Saat aku menemukannya, aku langsung menyimpan kontaknya di ponselku. Aku terlalu fokus membaca angka, daripada namanya. Bahkan aku menyimpan nama kontaknya sebagai Pengacara Jung saja.

Kemudian dengan cepat aku membuka aplikasi obrolan untuk memberitahu identitasku. Tidak ada tanggapan darinya. Namun aku tetap memberikan file-file yang ia butuhkan ini. Aku kirimkan semuanya dalam format gambar dan dokumen. Sembari menunggu semua file terkirim. Namun sedari tadi hanya centang satu saja. Aku mulai berpikir apakah ini nomor formalitas yang ia pakai untuk kerja, atau nomor pribadinya ya? Bahkan, Pak Dongdong yang setua itu saja mempunyai dua nomor. Aku hanya bisa menghembuskan nafas panjang atas praduga tanpa bukti ini.

Fokusku pada layar ponsel ini teralihkan ke layar komputerku lagi. Rupanya ada tampilan pop-up yang muncul tiba-tiba. Aku membacanya sekilas. Entah kenapa aku yakin sekali ada seseorang berusaha menyadap komputerku ini. Aku menelpon si Jung dalam keadaan panik. Namun yang aku terima hanyalah, “Maaf nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.”

Aku benar-benar marah dan mempertanyakan apakah Jung ini orang yang kompeten atau tidak sih?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 83

    Setelah pemeriksaan singkat, Shushu menyadarinya dirinya mengalami gejala anemia dan tekanan darah rendah. Dokter meminta ners yang mendampinginya untuk memasukan Shushu sebagai daftar pasien agar bisa diberi beberapa obat untuk dikonsumsi.Pada akhirnya, ada dua pasien di dalam satu bangsal ini. Satu yang terlihat seperti akan mati kapan saja. Satu lagi yang berusaha meyakinkan semua orang dirinya tak sakit.Sebenarnya Shushu melakukan itu sebab dirinya takut disuntik dan diinfus. Dia terlihat ingin pergi dari tempat itu kapan saja. Namun Juanxi mengenggam erat pergelangan tangannya.Para perawat telah memasukan satu ranjang lagi ke ruangan rawat inap itu. Posisinya bersampingan dengan ranjang milik Juanxi.“Tidurlah dengan benar,” tegas Juanxi yang sudah mulai berbicara lancar.“Sa-sa-saya tak sakit kok,” jawab Shushu dengan formal dan tergagap. Dia terl

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 82

    Tempat yang paling tak disukai Shushu terpaksa harus ia tempati selama empat hari lamanya. Sebab, kondisi suaminya yang baru ia nikahi belum seminggu itu terlihat sangat mengkhawatirkan. Suhu demamnya mencapai 40 derajat celcius.Selama dirinya di rumah sakit, bohong, jika Shushu juga tidak merasa sakit. Wajahnya pucat, makannya pun tidak karuan.Siapapun yang mengunjungi mengira Shushu sangat khawatir dengan suaminya yang terbaring tak sadarkan diri. Bahkan makan pun harus dipenuhi dengan cairan nutrisi melalui selang infus.Ada kalanya setiap Juanxi sadarkan diri untuk beberapa menit, Shushu akan membantu menyuapi air hangat atau sup hangat perlahan dengan sendok kecil. Sebab pria itu sendiri tak memiliki tenaga untuk mengangkat kepalanya.“Nak, kamu pulang saja dulu, tidak apa-apa,” tutur Sun Lili yang datang pagi sekali untuk membantu Shushu. Juanxi masih tak sadarkan diri. Namun suhu

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 81

    “Kenapa kau tak cerita soal kebakaran itu padaku? Bukankah kita teman?” tanya Quo Xin. Dia benar-benar tidak tahu soal itu.Sejujurnya Quo Xin bisa menyelesaikan permasalahan dokumen yang rusak itu secepat mungkin. Hanya saja keadaannya dengan mantan mertua serta putrinya kala itu cukup rumit. Dia jarang punya waktu leluasa membuka laptopnya.Semua menjadi mudah ketika ia sudah memindahkan data putrinya di Kota B ini. Namun ini semua hanya alasan. Quo Xin merasa bersalah atas waktu yang terbuang secara cuma-cuma. Dia tak mengira masalah keterlibatan Shushu dengan situs judi online ini begitu berat. Bahkan pihak di sana berani mengancam dengan cara murahan seperti itu.“Walaupun begitu kau setuju begitu cepat untuk menikah,” ungkap Quo Xin. Kemudian ia meraih tangan Shushu dan menggenggamnya erat. “Batalkan saja kontraknya!”“Tidak bisa, kita sudah menikah. Lagipula keadaanya tidak sesimpel ini, Zhou.co itu mungkin saja tidak terlibat dengan judi online saja,” ucap Shushu. Dia menginga

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 80

    Pukul enam pagi, seorang wanita paruh baya berjalan cepat menelusuri lorong rumah sakit yang panjang. Dia hanya menggunakan sandal, dan jaket untuk menutupi pakaian tidurnya. Bahkan helm pun masih bertengger setia di kepalanya.Ruang 278, tanpa ragu-ragu, dia langsung membukanya. Di dalam sana ada seorang wanita muda berdiri menganggukan kepala berulang kali atas penjelasan dokter yang bertugas.“Bagaimana?” tanya Quo Xin.“Baru saja dipindahkan dari UGD, dia demam sushu 40 derajat, sepertinya kelelahan bekerja,” tutur Shushu dengan wajah yang lelah.“Ibu juga harus istirahat yang baik untuk menjaga suami Anda. Wajah Ibu kurang baik,” ucap dokter pria itu lagi. Shushu hanya menganggukan kepalanya berulang kaliFokus Quo Xin bukan lagi cerita dibalik kenapa ia membutuhkan ambulans di pagi buta lagi. Namun, bagaimana bisa ia mendapatkan suami dalam waktu yang begitu cepat setelah ia tinggal beberapa bulan di kota lain?Setelah kepergian dokter dan perawat tersebut. Quo Xin hanya diam sa

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 79 - Kehidupan Kedua? (2)

    Juanxi terus mengalami mimpi yang panjang, dan semua kejadian itu membuatnya merasa tak nyaman. Kepalanya terasa berat dan panas menerima semua informasi itu. Fakta bahwa kematian Shushu itu begitu menyedihkan membuatnya sangat terpukul.Tidak seharusnya Shushu mengalami itu semua. Dia bukan seperti apa yang digambarkan semua artikel tersebut. Wanita nakal, pemakai narkoba, penipu, dan lainnya.Hal yang membuatnya lebih terpukul ialah adegan dimana Paman Zinbei dan Ibu Yanyan datang ke kantornya untuk meminta tolong mencari kebenaran kematian Shushu.Kini Juanxi paham kenapa Shushu tadi menangis begitu lelah ketika ia tahu bahwa namanya bisa dibersihkan tidak terlibat situs judi online itu. Semua usaha Shushu menyelidiki kasusnya sendiri selama ini, agar tidak membuat dua orang tua itu sedih dan terpukul.Dalam kehidupan pertama itu, ia melihat wajah Paman Zinbei, dan Ibu Yanyan, lima kali lipat terlihat lebih tua dibandingkan kehidupannya sekarang. Mereka telah mendatangi berbagai ka

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 78 - Kehidupan Kedua?

    Juanxi menjadi kesal melihat ponsel milik Shushu yang terus berdering sedari tadi. Dia langsung mematikannya secara total. Lalu membawa tubuh Shushu yang tertidur karena lelah menangis ke kamarnya. Juanxi melihat keseluruhan interior ruangan yang sederhana, namun memiliki tiga pintu ruangan lainnya lagi. Dia penasaran untuk apa saja tiga ruangan di dalam kamarnya ini. Juanxi menerka salah satunya pasti toilet, dan ruang pakaian. Adapun sisanya ia tak begitu yakin. Juanxi menyadari beberapa hal dari mengenal Shushu dalam waktu yang sangat singkat ini. Dia terlalu mudah untuk percaya, namun tak ingin menaruh rasa percaya begitu dalam. Kontradiksi sekali bukan? Dua kata yang bisa dijelaskan ialah polos kebangetan. Kendati dikatakan polos, dia tahu dunia lebih baik. Apalagi soal pekerjaannya dan mengatur finansialnya. Hanya saja melihat ia menangis begitu lepas karena namanya bisa dibersihkan dari tuduhan sindikat judi online itu. Juanxi melihat sosok Shushu menjadi lebih kompleks lagi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status