Benedito dan Nyra memulai perjalanan mereka ke Bandung dengan suasana yang tegang. Di dalam mobil, Nyra memandang jendela dengan pikiran yang kacau, sementara Ben fokus dengan ponsel ditangan. Mengecek beberapa pekerjaan yang ditinggalkan sang putra yang menginap di Bandung.Supir mengemudi dengan kecepatan sedang, di samping asisten Papa Ben juga ikut, karena dia yang menyiapkan semua barang untuk lamaran Lika. Ben sesekali melirik ke arah Nyra, mencoba meyakinkan dirinya bahwa keputusannya adalah yang terbaik untuk Naka, anak mereka.Nyra memalingkan wajahnya, air mata mulai menggenang di matanya, namun dia menahan agar tidak jatuh. Dia merasa terjebak dalam situasi yang tidak dia inginkan, dipaksa untuk mendukung sesuatu yang jelas-jelas melawan keinginan hatinya.Perjalanan ke Bandung berlangsung dalam diam, dengan hanya suara mesin mobil yang memecah keheningan. Sesekali Benedito mencoba untuk mengatakan sesuatu, namun Nyra hanya memberikan jawaban yang pendek. Hatinya terasa ber
Naka merasa gelisah meninggalkan Lika yang sedang hamil dan tidak enak badan di rumah sendirian. Wajahnya pucat dan dia berulang kali memeriksa ponselnya, berharap tidak ada panggilan darurat dari Lika. Di sisi lain, Ivanka, dengan wajah cemas menunggu giliran kontrol.Setiap beberapa menit, Naka mencoba mengalihkan perhatiannya dari kekhawatirannya terhadap Lika dengan berbicara ringan, mencoba menghibur Ivanka yang tampaknya juga tegang menanti hasil pemeriksaan. "Kamu tenang saja, semuanya akan baik-baik saja," ucap Naka mencoba menenangkan. Ivanka hanya mengangguk, menatap layar nomor antrian yang terus berubah.Kedua hati Naka terbagi, satu di rumah sakit dan satu lagi di rumah, ah memang pusing punya istri dua.“Lika akan baik-baik saja, mas.” Ivanka mengelus lembut tangan Naka. Tahu jika suaminya sangat mengkhawatirkan istrinya yang lain.Naka tersenyum tidak enak, apa ia terlalu terlihat sangat mengkhawatirkan Lika.“Ah iya.. Aku yakin dia juga baik-baik saja.” Naka mencoba se
Nyra meminta Suster Mirna untuk keluar, namun suster itu menolak. Karena arahan Naka adalah, tetap berada disana siapapun yang menemui istrinya.Namun ketika Ivanka pun memintanya keluar, mau tidak mau Suster Mirna keluar. Hanya memastikan nyonyanya dalam keadaan baik, sebelum dia tinggal.“Mama apa kabar?” tanya Ivanka perhatian.Nyra berdecak, sok bertanya kabarnya. Lebih baik Ivanka tanyakan saja kabarnya sendiri.“Kacau!” ketus Nyra angkuh. Kemudian dia melanjutkan lagi, masih dengan nada suara yang sama. “Dan itu karena ulah keluargamu!”Ivanka mendesah, ini lagi. Keluarganya memang menyusahkan. Bukan hanya pada dirinya, tetapi juga mama mertuanya.“Kau tahu Ivanka, aku amat sangat terpaksa menjodohkanmu dengan putraku satu-satunya dulu. Kau tahu karena apa? Karena mamamu merengek padaku,” hardiknya kesal akan kisah lalu.Ivanka menduduk, dia sangat tahu cerita itu.“Dan yang membuatku semakin geram adalah, kamu tidak bisa memanfaatkan statusmu sebagai istri Naka dengan baik!”“M
Keluar dari kamar, Naka menuju kamar Ivanka. Ada suara, sepertinya Ivanka belum tidur. Dengan santai Naka berjalan, ketika tangan sudah mencapai gagang pintu. Suara itu semakin terdengar dengan jelas.“Mama, aku sudah berusaha membuat Naka mencintaiku. Tapi Naka memang tidak pernah mencintaiku,” isak Ivanka menangis.Naka mengerutkan keningnya, istrinya berbicara dengan siapa. Sedikit mengintip celah pintu, ternyata Ivanka sedang melakukan panggilan.Naka menduga itu keluarga Ivanka. Sudah Naka bilang berkali-kali, tidak perlu berhubungan dengan mereka jika dirasa sudah menganggu Kesehatan mental.Tapi masih saja Ivanka tidak menggubrisnya, ini juga yang membuat pintu hati Naka tertutup. Ivanka tidak pernah mendengar atau menurutinya, selalu menurut pada keluarga toxic-nya. berbeda dengan Lika, dia membangkang namun selalu punya cara untuk mengambil hati Naka.Meski usia Lika lebih muda dari Ivanka, tapi kadang Lika menurut pada suaminya. Menggeram Naka mendengar pembicaraan antara Iv
“Makan di luar yuk. Mas mau makanan Jepang nih.”Lika mendengar yang namanya makan, langsung mengangguk setuju.“Sayang mau makan apa.”“Jepang aja mas, nggak apa-apa.”“Beneran?”“Iya, aku mau.”Sejak hamil ini, Lika memang banyak mau makan yang aneh-aneh. Bawaan bayi sekali, tidak suka makanan tradisional malah, aneh. Karena Lika lebih suka masakan sunda.“Bayinya bule ya sayang.”“Mas keturunan bule kan?”“Iya, papa kan ada Belandanya.”“Kalau mama Nyra?”“Asli sini,” jawab Naka mengemudikan mobilnya dengan sangat hati-hati. Karena dia membawa tiga orang yang paling dia sayangi.“Kapan sih sayang, boleh beli perlengkapan si kembar?” tanya Naka, memang sudah tidak sabar beli ini itu.“Kapan ya mas, kayanya sudah boleh deh.”“Apa habis makan, kita belanja.”Lika mencibir, tidak ada capeknya ini laki.“Nggak mau ah. Habis makan aku mau tidur lagi.”“Masih ngantuk yah?”“Masih!” seru Lika dengan galak.“Galak banget,” goda Naka.“Habis kamu, pagi malam ini jatah.”Naka tertawa, dia jug
“Mama!” seru Lika, begitu melihat sang mama ditemani Bik Nani ada halaman rumah megah sang suami.Elise tersenyum akan sambutan sang putri, ia peluk dengan erat menanyakan kabar Lika dan kandungannya.“Mama sama Bik Nani baik kan?” “Baik Non,” jawab Bik Nani.“Mama kok nggak bilang, kan bisa Lika jemput,” ujarnya, merasa bersalah karena sang mama naik kereta cepat. “Nggak apa, ini juga mendadak,” sahut Mama Elise.Lika menarik tangan Elise dengan antusias memasuki rumahnya yang besar dan mewah. Mata Elose berbinar-binar menatap tiap sudut rumah yang ditunjukkan Lika.“Bagus rumahnya,” kata Elise."Lihat, Ma, ini ruang keluarganya. Pakai warna pastel biar adem mata memandang," ujar Lika sambil mengarahkan Elise ke sofa yang empuk.Elise hanya mengangguk pelan, matanya menyisir setiap detail namun bibirnya tetap rapat tanpa senyuman. Sedikit rasa sungkan terbersit, mengingat ini rumah Naka bersama istri pertamanya.“Suami kamu mana?” tanya Elise dengan raut datarnya.“Lagi kerja, ma.
Dalam gemerlap lampu makan malam yang hangat, meja makan dipenuhi dengan aneka hidangan yang menggoda selera. Elise, dengan rasa heran yang mendalam, menatap kekayaan menu yang terhidang. Di sisi lain meja, Naka, menantunya, tersenyum lebar, seraya sesekali menawarkan bantuan untuk mengambilkan makanan."Mama makan yang banyak ya, mau apa lagi? Naka ambilkan," ucapnya dengan nada penuh semangat.Lika, putri Elise, hanya bisa menggelengkan kepala pelan. Dia terheran-heran melihat betapa suaminya, Naka, terlalu memanjakan ibu mertuanya."Mama makan yang banyak. Mau apa, Naka ambilkan," lagi-lagi Naka menawarkan dengan antusias yang berlebihan.Elise, dengan sopan, menolak tawaran menantunya. "Tidak usah. Mama bisa ambil sendiri," ujarnya datar, mencoba tidak membuat Naka merasa tidak dihargai.Selesai makan, suasana semakin hangat namun tetap ada gelombang kecil yang tidak terlihat.Menarik istrinya ke kamar, Naka dengan semangat mengusulkan rencana lain. "Sayang, besok kamu temani Mama
Ivanka menatap Elise dengan mata berbinar, seperti anak kecil yang baru mendapat hadiah. Dia merasa kehangatan ibu yang selama ini kurang dia rasakan. "Nanti sore kita jalan keliling komplek. Sama Lika juga, biar hamil kamu jangan malas," ucap Elise dengan nada lembut, sambil menarik tangan Ivanka dan Lika untuk makan bersama dan merencanakan sore yang menyenangkan.Sementara itu, Lika, yang perutnya sudah membesar karena mengandung bayi kembar, tertawa kecil mendengar gurauan Elise. "Badan Lika tambah gede ini, mama masak terus," sahutnya sambil menepuk perutnya yang bulat.Elise hanya tersenyum mendengarnya, rasa puas terpancar dari wajahnya karena putrinya makan dengan baik selama masa kehamilan. Elise, dengan keahliannya yang mumpuni di dapur, seringkali menghidangkan berbagai masakan yang tidak hanya lezat tetapi juga bergizi tinggi, khusus untuk menunjang kesehatan Lika dan calon cucu-cucunya.Ivanka dan Lika sering kali terkagum-kagum dengan kepiawaian Elise mengolah bahan sede
Anulika terus memandang takjub akan kamar bayi perempuan yang sedang dikandungnya. Bagaimana tidak, kamar bayi dulu bekas kamar si kembar disulap sang suami sangat girly sekali.Kamar yang telah Naka siapkan untuk sang bayi perempuan memancarkan kesan lembut dan hangat. Dinding-dindingnya dicat dengan warna krim yang terang, memberikan kesan lapang dan bersih. Di sudut ruangan, terdapat tempat tidur bayi yang dilengkapi dengan kelambu tipis berwarna putih, menambah nuansa mimpian dan perlindungan.Di sekeliling kamar, terpajang beberapa pernak-pernik berwarna pink yang menambah keceriaan. Sebuah mobile dengan boneka kecil berbentuk bintang dan bulan menggantung di atas tempat tidur, siap menemani tidur sang bayi dengan lembutnya irama yang ditiupkan angin. Lantai kayu berwarna terang dipilih untuk kesan hangat dan alami, dan di atasnya terhampar karpet lembut dengan pola geometris sederhana yang nyaman untuk kaki kecil yang mungkin akan belajar merangkak di sana.“Bagus banget, mas.”
Lika berjalan dengan penuh semangat menuju kantor suaminya, hatinya berbunga-bunga membayangkan kejutan yang akan dia berikan kepada Naka. Bawaannya rindu terus sama sang suami tercinta.Lika ini jarang ke kantor Naka, padahal masih banyak teman-teman lama. Sudah jadi Nyonya besar dia, jadi menunggu suami pulang saja ke rumah.Ceklek,Dengan penuh keyakinan, dia membuka pintu ruangan suaminya sambil berseru lembut, "Papi sayang." Lika menyapa dengan mendayu lembut. Bara tidak ada di mejanya, pasti sedang mewakili suami di luar kantor.Deg,“Sayang,” sahut Naka membalas dengan raut terkehutnya.Namun, kegembiraannya seketika memudar saat melihat Naka sedang serius memimpin rapat dengan beberapa karyawan. Ruangan yang tadinya penuh dengan suara diskusi mendadak hening, semua mata memandangnya dengan tatapan terkejut.“Ehh, lagi rapat ya.” Lika meringis, malu sekali. Dia sudah menanyakan suaminya ada di kantor tidak, Naka menjawab ada. Memang ada, tapi sedang memimpin rapat.Lika merasa
Lika dan Naka merasa senang, masalah Martha dapat diselesaikan dengan baik. Eza dan Rendi Surya juga sudah meminta maaf pada Naka, karena memang keduanya tidak terlibat dalam rencana Martha.Kini, Lika dan Naka sedang mengadakan acara gender reveal bagi anak ketiga mereka. Awalnya Lika tidak mau, karena si kembar dulu juga tidak ada acara. Namun, Mama Nyra mengatakan tidak apa-apa, karena keadaan sudah berubah menjadi membaik. Akhirnya Lika pun mau mengadakan acara itu.Di tengah taman hotel yang luas, berbagai dekorasi alam telah disiapkan dengan cermat untuk pesta gender reveal Lika dan Naka. Lika sendiri yang turun tangan, meski suaminya sudah melarang. “Sayang percuma pakai EO, kalau kamu juga yang atur,” pekik Naka, menarik pinggang suaminya,Lika tertawa, melihat suaminya merengut karena ditinggal istrinya keluar. Mereka sudah berada di hotel, tempat acara akan berlangsung besok. “Gemes mas, ini terlalu indah. Jadi aku mau ikut terlibat,” jelas Lika.“Nggak usah,” tegas Naka,
Lika mendekati suaminya, seharian ini dia membiarkan Naka dengan si kembar. Mereka mandi bareng, bermain, makan dan memberantakan rumah dengan segala isinya. Lika acuh saja, dia tahu Naka sedang berusaha mengembalikan mood-nya, setelah kejadian tadi malam.“Hei,” sapa Lika memberikan secangkit cokelat hangat untuk Naka.Naka menerimanya dengan senyuman manisnya, “Terima kasih sayang,” balasnya.Lika duduk di samping suaminya, menyenderkan kepala manja di lengan sang suami. “Kamu sudah membaik, mas?” tanyanya pelan.Naka mengangguk, “Yeah, berkat kamu sayang.”“Ingin membahasnya?”Naka terdiam, dia tahu soal apa tapi bingung mau memulainya darimana. “Entahlah, apa kamu bisa menerima ini, sayang.”“Maksud mas?” Lika menegakkan duduknya.Naka menghela napasnya berat, lalu memandang penuh cinta istri cantiknya. “Tadi malam sangat kacau, aku berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”“Siapa yang taruh obat itu, mas. Gimana bisa, aku masih nggak ngerti?”Naka pun menjelaskan, jika dia hadi
Lika menatap suaminya, Naka, dengan kebingungan saat pria itu masuk ke dalam kamar mereka dengan langkah gontai.Brak!“Mas,” pekik Lika saat Naka masuk kamar dan langsung jatuh ke lantai.“Mas mabuk ya?” tanyanya seraya membantu suaminya berdiri.Wajah Naka pucat pasi dan keringat bercucuran membasahi kemeja yang dikenakannya. "Mas, kenapa?" tanyanya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Naka tidak menjawab, hanya berjalan lunglai menuju kamar mandi sambil menahan dinding. "Lagi sayang," pekiknya, suaranya terdengar serak.“Lagi apa?” tanya Lika heran. “Isi dengan air dingin dan tambahkan es batu."Lika bergegas menuruti perintah suaminya, sambil hatinya berdebar kencang, takut ada sesuatu yang serius terjadi pada Naka. Dia mendengar suaminya menggeram kesakitan dari dalam kamar mandi.“Mas kenapa, jangan bikin aku panik,” pekik Lika, karena Naka langsung menyeburkan diri ke dalam bathube tanpa membuka bajunya.Hap!Naka menahan tangan Lika, saat istrinya mencoba melepaskan dasi yan
Suara musik makin menggema, padahal hari sudah sangat larut malam. Naka yang merasakan sedikit pusing, memutuskan untuk berdiam dulu. Mencoba menghilangkan rasa pusing di kepala, mungkin karena lampu kelap kelip dan musik yang begitu kencang. Membuat kepalanya menjadi pening.Sementara itu, Martha terus berbicara tentang peluang bisnis yang bisa mereka eksplorasi, sesekali tertawa dan menepuk bahu Naka. Naka hanya bisa mengangguk, sambil terus mencari strategi untuk bisa keluar dari situasi yang semakin membuatnya tidak nyaman ini.Naka merasa kepalanya berputar, tubuhnya tidak stabil seolah melayang. Dia memegangi dinding berusaha menjaga keseimbangan. Rendi tertawa kecil saat melihat Naka mengambil gelas itu, "Hanya sekali, Naka. Nikmati malam ini," katanya penuh arti.Sesudah minum, Naka langsung merasakan sesuatu yang aneh. Dia merasa panas dan dingin secara bersamaan, dan kepalanya seperti dipukul dengan palu.“Aku ke belakang dulu.” Naka berdiri dan pergi. Lebih baik dia kabur sa
Dug!Dug!Huaaaaaaa… “Mamiiiii…” jerit Galaxy saat galen menggetuk kepalanya dengan mainan.Lika menghela napas penuh kesabaran, si kembar berantem lagi. Namanya anak laki-laki, bermainnya selalu adu fisik memang.Merasa jantungnya berhenti sejenak melihat Gala dan Galen, anak kembarnya yang berusia dua tahun, saling dorong dan terjatuh bersamaan. Dari kejauhan, tangis mereka menggema, memecah kesunyian sore itu. Mama Nyra, yang baru tiba langsung mendengar keributan itu. Dari pintu masuk ia bergegas mencari sumber suara."Kenapa ini?" tanya Mama Nyra seraya memisahkan kedua cucunya yang masih saling tarik.Gala, dengan mata berkaca-kaca, menunjuk ke arah mainan truk kecil yang tergeletak di antara mereka. "Galen ambil mainan Gala, Oma!" ujarnya dengan suara terisak.Sementara Galen, yang juga tidak kalah sedihnya, menggenggam erat mainan itu. "Tapi Gala yang mulai, dia yang dorong Galen dulu!" sahutnya, mencoba membela diri.Mama Nyra menghela napas, hatinya terasa berat melihat cucu
Degh!Lika menggenggam lengan kemeja Naka dengan erat, matanya menyala seakan bisa membakar apa saja yang dilihatnya. Noda lipstik merah di kain putih itu seperti bukti pengkhianatan yang tidak bisa dipungkiri.“Mas…!” teriaknya memanggil sang suami yang sudah merebahkan diri di ranjang. Habis pulang bekerja, main dengan anak lalu masuk kamar.Naka kaget, ia kira istrinya jatuh di kamar mandi. Dengan berlari Naka menemui sang istri yang ternyata sudah ada di hadapannya.“Kenapa sayang, kamu kenapa?” desah Naka khawatir.Lika manyun, kesal sekali hati ini."Mas selingkuh ya? Siapa ini? Kenapa ada lipstik di kemeja kamu?" suaranya meninggi, penuh tuduhan.Naka terpaku, kebingungan menyelimuti wajahnya. Dia memandangi kemeja yang ditunjuk Lika, sama terkejutnya.Hah!Kenapa ada noda merah di bagian lengan kemejanya.“i-ini..”“Nggak ngaku? Tega kamu, mas!” pekik Lika.Naka menarik kemeja itu, melihat dengan seksama. "Sayang, aku nggak tahu noda ini darimana," katanya, suaranya mencoba me
Naka melingkarkan tangannya di pinggang sang istri, kemudian mengecupi leher jenjang Lika yang terekpose sempurna. Karena wanita itu hanya mengenakan dress hamil model kemben.“Senang kan?” tanya Naka memeluk istrinya dari belakang.Lika yang sedang mengeluarkan pakaian dari koper hanya bisa mengangguk dan melenguh dengan mesra.“Mandu dulu sana,” kata Lika lembut.Namun Naka menolak, dia hanya mau mandi Bersama istrinya. “Mandinya sama kamu,” bisiknya dan mengulum daun telinga Lika dengan penuh perasaan.“Mas ih, katanya dinas. Kok malah mesum sama aku sih,” ketus Lika berpura-pura. Naka tertawa, dia memang sengaja mengajak istrinya ke Bandung menemaninya dinas.Lika akan di dalam hotel, sedangkan Naka dengan pekerjaannya. Tidak begitu sibuk, makanya dia bisa mengajak Lika. Naka diminta jadi pembicara di sebuah seminar dan Naka juga akan melakukan pertemuan dengan klien bisnis di Bandung.“Mesum sama istri sendiri boleh banget,” kata Naka lagi, dekat sekali sampai Lika bisa merasakan