Share

Bab 5

last update Last Updated: 2022-05-05 14:18:39

Aku berjalan mengendap-endap lalu bersembunyi di deretan baju tidur yang berjajar. Perasaanku semakin tak enak kala mendengar derap langkah kaki mendekat ke arahku.

"Kenapa sih?" bisik Cindy seraya meyenggol tanganku. Ku tempelkan jari telunjuk di bibir. 

Ini bukan saat yang tepat untuk berbicara apa lagi cerita. Bisa ketahuan dan semua menjadi runyam. 

Ku intip wanita yang semalam ku temui. Dia masih berdiri tak jauh dari tempatku bersembunyi. Jangan sampai istri Om Bagas tahu. Bisa gawat! 

Kalau saja semalam aku tak ke hotel, mungkin semua tak akan seperti ini. Aku bisa berdiri di hadapannya dengan wajah sombong. Tapi sekarang? Aku hanya dapat bersembunyi.Kalau dibilang takut, iya jelas. Beberapa kali membaca berita saat istri pertama menghajar pelakor membuatku bergidik ngeri. Kalau hanya di tampar tak masalah, tapi jika sampai dilumuri sambal di bagian sensitif....

Oh, tidak! Itu sangat mengerikan. Tak terbayang bagaimana rasanya. Aku pasti akan pingsan kepanasan. 

"Kenapa di sana, Mbak? Saya cari-cari dari tadi. Ini kembaliannya. Terima kasih sudah berbelanja di toko kami," Seorang karyawan memberikan dua lembar uang sepuluh ribuan padaku. 

Suara karyawan itu membuat beberapa pasang mata melihat ke arah kami. Termasuk istri Om Bagas. Masih untung ada deretan baju  tidur yang menutupi keberadaanku. Ku terima uang itu lalu segera berjalan meninggalkan toko itu. 

Ku tundukkan kepala saat melewatinya. Tak ku  hiraukan keberadaan Cindy. Saat ini yang terpenting menyelamatkan diri sendiri. 

"Yasmin." Langkahku terhenti mendengar panggilan itu. Jantung kian berdetak tak menentu. 

"Semoga saja bukan Sandra,istri Om Bagas yang memanggilku," batinku lalu menengok ke belakang. 

Alangkah terkejutnya saat wanita yang kini menjadi musuh besarku sudah berada tepat di hadapanku. Ku tekan rasa gugup dan takut yang tiba-tiba menelusup. Aku tidak mau dia bangga karena aku ketakutan. 

Melirik kanan dan kiri, mencari keberadaan Cindy. Tapi dia justru menghilang bak ditelan bumi. Di saat terdesak seperti ini dia justru kabur. Sial*n! 

"Kenapa Yasmin? Kamu mencari bala bantuan? Atau sedang mencari suamiku?"

DEG

Rupanya dugaanku kemarin benar. Dia yang menjebakku. Dia tahu betul jika aku adalah simpanan suaminya. 

"Tenang Yasmin! Jangan takut! Semua akan baik-baik saja," ucapku pada diri sendiri. 

"Apa kamu tak punya malu tidur dengan suami orang?" Pelan ia bicara. Namun menumbuhkan  emosi di dada. 

"Malu? Saya tidak salah dengar Bu Sandra? Harusnya anda yang yang malu pada diri anda sendiri. Malu karena suami anda lebih memilih tidur dengan saya dibandingkan istri sahnya!" ucapku pelan tapi penuh penekanan. 

Wajah yang tadi tenang kini mulai memerah. Kepanasan atau justru tersinggung dengan ucapanku. Sudut bibirku tertarik ke atas melihat perubahan ekspresi istri kekasihku. Aku suka.

"Saya lebih baik darimu, jal**g!"

"Kalau anda lebih baik dari saya, kenapa Om Bagas justru memilih bersamaku?" Ku balikkan badan. Melangkah penuh percaya diri meninggalkannya. 

Namun belum sampai pintu, ku putar tubuh ini kembali. Berjalan mendekat ke arah Bu Sandra yang masih berdiri dengan dada naik turun. Aku ingin mempermainkan hatinya. Akan ku balas rasa sakit hati di hotel semalam.

"Bersiaplah menjanda Bu Sandra, akan ku ambil suami anda," bisikku tepat di telinganya. 

"Akan ku buat kamu diusir dari apartemenmu!"

"Aku tidak takut, justru aku akan meminta yang lebih mewah lagi."

"Kamu!" Tangan Bu Sandra sudah melayang di udara. Namun sebelum sampai di pipi segera ku tepis. Jangan samakan Yasmin dengan pelakor lainnya. 

Segera aku berjalan meninggalkannya. Perang akan segera di mulai. Bersiaplah untuk status baru Ibu Sarah. Karena Om Bagas akan memilihku menjadi wanita satu-satunya. 

Berjalan dengan mata awas mencari Cindy. Tangan asyik mengotak-atik deretan huruf di layar. Mengirim pesan padanya. Namun hanya centang satu. 

"Ke mana Cindy, awas saja kalau pulang duluan!" rutukku.

Ting.... 

Sebuah pesan dari Cindy. Akhirnya anak ini membalas pesanku juga. Segera ku buka aplikasi berwarna hijau. 

Pyaar

Suara ponsel yang berada dengan lantai mall. Benda pipih milikku jatuh dan hancur menjadi dua bagian. 

"Kalau jalan pakai mata, ponsel gue jadi hancur gara-gara lo!" ucapku seraya mengambil ponsel yang sudah mati. 

"Maaf Mbak, saya  tidak sengaja. Saya buru-buru." 

Buru-buru dan menghancurkan ponsel mahal yang baru dibelikan Om Bagas dua bulan lalu. 

"Gak sengaja kepalamu peyang!" Aku menatap lelaki di hadapanku. Mulut ini tiba-tiba menjadi kelu. Astaga, kenapa harus ketemu dia lagi? 

"Lo ... Lo yang semalam merusak mobil gue kan?"

"Iya gue kenapa? Mau minta ganti rugi? Yang ada lo yang harus ganti rugi. Lihat ponsel mahal gue hancur gara-gara lo! Gue gak mau tahu sekarang juga, lo harus ganti!" ucapku lantang hingga mengundang beberapa pasang mata ke arahku. 

Biar, aku tak perduli. Justru aku sengaja melakukannya. Aku ingin lelaki itu mengganti ponsel mahal yang sudah hancur menjadi dua bagian. 

"Lo juga harus ganti mobil gue lima juta!"

"Ponsel gue dua belas juta. Buruan ganti!" 

Lelaki itu diam sembari menggaruk tengkuknya. Entah kemana hilangnya sikap menyebalkannya kemarin. 

"Buruan ganti!" Ku todongkan tangan padanya. 

"Gue gak ada duit. Anggap aja impas. Jadi lo gak usah benerin mobil gue!"

Apa? Impas? Dia bo-doh atau gimana sih? Anak SD juga tahu lima juta dan dua belas juta itu tidak sama.Jauh lebih banyak dua belas juta. 

"Gila lo ya! Gue tekor. Bayar sekarang atau gue bakal teriak kalau lo mau berbuat mesum sama gue!" 

"Lo gila!" lelaki gondrong itu menggelengkan kepala setelah mendengar ucapanku. 

Biar saja dianggap gila tapi ponselku kembali. Dua belas juta bro! Dan itu banyak, aku harus merayu Om Bagas untuk mendapatkannya tapi dirusak oleh dia. 

"Gue hitung satu sampai tiga. Kalau dalam hitungan tiga lo gak kasih ganti rugi. Gue bakal teriak sekencang-kencangnya!" ancamku.

Dia belum tahu berurusan dengan siapa? Soal sandiwara aku jagonya. Dengan mudah ku buat orang percaya jika dia lelaki mesum. 

"Satu ... Dua ... Ti ...."

"Iya gue tanggung jawab," ucapnya seraya mengusar rambut kasar. Begitu berat dan terpaksa. 

Memang enak? Siapa suruh merusak ponsel aku!

Lelaki yang memakai kaos berwarna putih itu merogoh saku celananya. Mengambil dompet berwarna hitam. Dompetnya saja sudah mahal. Pasti lelaki ini dari keluarga kaya. Amanlah, ponselku akan kembali ke tangan. 

"Gue hanya punya ini?" Lelaki itu memberikan lima lembar uang berwarna merah. 

Lima lembar? Dia tidak ngelantur kan? Yang benar saja iPhone 12 diganti uang lima ratus ribu rupiah. Dompetnya saja yang keren tapi isinya kosong melompong. Tampang doang yang oke, tapi kere. Jauh lebih bagus Om Bagas ke mana-mana. 

"Gila lo, ini buat jajan saja kurang apa lagi buat gantiin ponsel gue!"

"Uang gue tinggal segitu. Kartu debit gue keblokir."

"Terus nasib ponsel gue gimana?" ucapku kesal. 

Kesal dan marah bercampur menjadi satu. Kenapa hidupku selalu sial saat bertemu dengannya? Apes! Apes! 

"Bawa KTP gue buat jaminan. Gak nyampek satu minggu gue ganti," ucapnya seraya memberikan kartu berwarna biru itu. 

"Tar lo nipu gue!" 

"Tulis nomor ponsel lo, satu jam lagi gue hubungin nomor lo." Ku ambil benda pipih milinya lalu menulis dua belas digit nomor ponselku. 

"Awas kalau lo bohong!" ucapku sembari berjalan meninggalkannya. 

"Siapa nama lo?" Teriaknya saat aku berjalan beberapa langkah menjauhinya. 

"Nabila!"

Aku segera meninggalkan mall, niat untuk shopping hilang seketika. Tidak Sandra, tidak lelaki itu. Semuanya bikin aku kesal.

Cindy sudah berdiri di samping mobil saat aku tiba. Ini anak memang menyebalkan. Giliran tidak dibutuhkan muncul. Dari tadi kemana saja? Hilang diculik genderuwo? 

"Gue telepon kenapa nomor lo gak aktif sih, Yas?" 

"Nih!" Ku berikan pecahan ponsel padanya. Cindy membuka mulut lebar kalau melihat ponselku sudah hancur menjadi dua. 

Syok kan? Ponsel mahal itu hancur jadi dua? Sama, aku juga syok. Namun lebih syok saat bertemu istri kekasihku. 

Ku masukkan kartu sim ke ponsel lamaku. Terpaksa aku harus memakai ponsel lamaku. Semua gara-gara lelaki itu. Awas saja jika dia menghilang. 

Ting... Ting.... 

Beberapa pesan masuk di aplikasi berwarna hijau milikku. Aku yakin Om Bagas lah orangnya. 

[Sayang kenapa nomornya tidak aktif?]

[Aku rindu kamu, Yasmin.]

[Kamu tidak sedang marah kan?]

Sudut bibirku tertarik ke atas saat Om Bagas mengirim sebuah foto gambar tiket liburan ke Bali minggu depan. Lelaki itu memang selalu menepati janjinya. Itu yang membuatku tak ingin melepaskannya.

Bersiaplah Sandra, sebentar lagi kamu akan kalah dariku. 

Suara notifikasi pesan masuk kembali terdengar. Sebuah pesan dari nomor baru. 

[Tiga hari lagi. Gilang]

Apa maksud pesan ini? Siapa yang pengirimnya? Jangan-jangan dia suruhan Sandra untuk mengusir ku dari sini. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 134

    "Makan ya, Rel," bujuk Mama seraya mendekatkan sendok ke arahku. Aku menoleh, kembali fokus menatap awan yang terlihat dari jendela kamar. Saat ini aku tengah terkulai lemas di atas ranjang khas rumah sakit. Beberapa hari yang lalu aku terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena jatuh pingsan di kamar mandi. "Jangan dibiarkan kosong perutnya, Rel. Kamu tahu, kan harus bagaimana? Jangan hanya pandai menasihati pasien, sementara kamu sendiri tidak melalukan hal itu."Aku masih membisu. Netraku masih tertuju pada titik yang sama. Langit siang hari di Kota Jakarta. Bukan langit biru dengan burung yang menari di sana. Namun langit yang tertutup oleh awan putih akibatnya banyaknya pencemaran udara. "Rel, jangan seperti ini, Nak. Kamu harus sembuh demi ...""Demi siapa, Ma? Demi memenuhi obsesi Papa. Percuma aku sembuh jika hidupku terasa mati. Aku hidup tapi mati."Isak tangis kembali terdengar di telinga. Siapa lagi kalau buka Mama. Namun kali ini aku memilih bungkam. Tenggelam dalam ras

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 133

    Yasmin luruh di lantai. Tangisnya pecah detik itu juga. Penyesalan pun hadir, bahkan menyesakkan dada. Maafkan aku, Rel. Aku salah mengira. Aku pikir kamu tega meninggalkan aku dan Naura hanya karena harta. Tapi justru kamu yang berkorban untuk Naura. Farel... Pulanglah. Butiran-butiran kristal telah membanjiri pipi. Bahkan surat pemberian Farel telah baca oleh air mata. Ya Allah, haruskah kami berpisah untuk kedua kalinya? Dipisahkan dengan orang kita sayangi itu memang berat. Apalagi jika perpisahan itu terjadi karena keadaan. Itu jauh lebih menyakitkan dari dikhianati. ***Hari demi hari Yasmin lewati dengan kesedihan. Tawanya memang terdengar, tapi hanya untuk menutupi sunyi dan luka dalam sanubari. Farel memang meninggalkan dirinya. Namun lelaki itu telah menyiapkan aset untuk Yasmin dan Naura. Tanggung jawab seorang ayah meski tak dapat terus bersama. "Owek... Oweek..."Tangis Naura menggema memenuhi setiap sudut ruangan. Semakin mendekati kamar, suara itu semakin keras.

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 132

    "Dokter, ada yang ingin saya bicarakan.""Langsung saja, Dok!" jawab Harun dengan mata fokus menatap layar laptop. "Dokter Farel melakukan kesalahan lagi, Dok."Harun mengalihkan pandangannya. "Maksudnya?""Dokter Farel salah memberikan resep, Dok.""Apa!" pekik Harun. Seketika Harun menutup laptopnya. Dia bergegas menuju ruangan putranya. Sepanjang jalan dia mengumpat dalam hati. Lagi-lagi merutuki kecerobohan putranya. "Percuma kuliah tinggi-tinggi, ngasih resep saja gak becus!" BRAK! Pintu berwarna abu itu didorong kasar. Suara keras sontak membuat Farel tersentak, kaget. Lelaki yang tengah fokus itu membawa artikel seketika mengalihkan pandangan. "Bisa-bisanya kamu salah memberikan resep, Rel! Apa gunanya kuliah tinggi, obat asma saja gak ngerti!"Farel masih diam, dia enggan membalas makian Harun. Pikirannya sudah lelah karena terus memikirkan keadaan istri dan putri semata wayangnya. Berpisah dengan keluarga membuat hidupnya mati. Ya, dia hidup tapi mati. Harun terus mema

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 131

    "Sayang, titip Naura ya," ucap Farel sebelum mobil yang membawa Yasmin dan Naura pergi dari hadapannya. "Doakan Naura sembuh agar kita dapat berkumpul kembali."Farel mengangguk dan tersenyum datar. Sebisa mungkin ia tutupi kemelut dalam rongga dadanya. Lelaki itu tak ingin istrinya curiga dan membatalkan keberangkatannya ke Singapura. * Flashback *Satu bulan yang lalu. "Yas," panggil Farel lirih. Saat ini mereka berada di ruang rawat inap. Suasana sunyi membuat suara lirih terdengar begitu jelas. Yasmin pun menoleh, menatap lelaki yang duduk di kursi, tepat di hadapannya. "Aku sudah mencari donasi untuk pengobatan Naura.""Sudah dapat, Rel?"Farel mengangguk pelan. Detik itu mulutnya begitu kelu. Kalimat yang sedari tadi menari di kepalanya mendadak hilang, meninggalkan mulut yang tertutup, membisu. "Secepat ini, Rel? Yakin ini bantuan dari yayasan?""Iya. Aku dapat dari teman lama. Kamu tahu, kan. Aku mantan dokter, jadi tahu akses untuk mendapatkan bantuan dari yayasan." Fa

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 130

    Satu minggu kemudian"Rel, gendongnya gimana?" Yasmin melirikku, dia nampak bingung bagaimana cara menggendong Naura. "Kamu bawa tasnya saja, Yas."Aku meletakkan tas berisi keperluan Naura selama di rumah sakit. Dengan hati-hati, aku gendong bayi mungil ini. Yasmin hanya diam, memperhatikan caraku menggendong bayi yang baru berusia 12 hari. "Kamu pinter banget, Rel.""Hem!""Iya lupa, kamu lebih jago dari aku." Yasmin tersenyum samar. Setelah semua urusan selesai, kami pun segera meninggal rumah sakit. Sepanjang jalan tak henti-hentinya Yasmin menatap wajah mungil yang ada di dalam pangkuanku. Senyum tergambar jelas di wajah ayunya. Yasmin bahagia, begitu pula diriku. "Dia cantik ya, Pa."Aku tersenyum mendengar kata itu. Papa... entah kenapa aku tergelitik kala Yasmin memanggilku dengan sebutan itu. Ternyata aku sudah benar-benar tua. Sudah ada ekor ke mana pun aku pergi. "Kenapa mesem begitu? Aku salah ngomong ya?""Enggak.""Lalu kenapa kamu tertawa? Aku tersenyum lebar. "

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 129

    "Boleh, tapi ada syaratnya, Rel.""Papa.""Iya ini Papa.""Tolong bantu Farel, Pa."Aku mengiba, dengan sengaja menurunkan harga diri yang sempat kujunjung tinggi. Aku menyerah, mengalah demi Yasmin dan putri kecil kami. "Ada syaratnya, Farel.""Syarat... Maksud Papa?""Farel... Farel, kamu lupa... di dunia ini tidak ada yang gratis! Semua hal harus ada timbal baliknya, bukan?"Aku diam, kepala mencoba mencerna setiap kata yang terucap dari mulut Papa. Entah setan apa yang kini mendiami kepala Papa. Pola pikirnya tak seperti dulu. Papa telah berubah. "Apa yang Papa mau?""Papa akan kirimkan sejumlah uang. Kamu kirimkan no rekening sekarang!""Lalu apa yang Papa mau dariku?""Nanti Papa beritahu.""Tapi, Pa.""Pikirkan dulu kesehatan anak dan istrimu, Farel."Sambungan dimatikan sepihak. Meski belum puas dengan penjelasan Papa, aku memilih diam dan menerima penawarannya. Karena hanya itu satu-satunya harapan yang aku punya. Setelah mengirimkan nomor rekening yang baru. Aku segera m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status