Kedua tangan Damien merayap naik menyentuh dua bongkahan indah di dada Lily, memberi remasan kuat, dan jari yang sekali-kali sengaja memainkan dua pucuknya.
Mulut Lily meracau tak karauan, desahannya terdengar semakin kuat, hal itu membuat Damien semakin bergairah, begitu Damien mengisap kuat klit Lily, tubuh recepsionis cantik itu kembali bergetar hebat, menjambak rambut Damien dengan kuat, disertai lenguhan panjang yang tak kalah kuatnya. Lily kembali mencapai puncak, dengan skala yang jauh lebih nikmat dari yang pertama.
Damien tersenyum puas, mengecup pelan bibir bawah Lily lalu mengarahkan wajahnya sejajar dengan wajah Lily, dia menikmati wajah Lily yang tersenyum puas, lalu mendaratkan ciumannya di bibir Lily, saling melumat penuh nafsu, di sertai suara nafas yang kian memburu.
Sambil saling melumat, Damien perlahan membuka celananya, dari balik boxer hitam miliknya terpampang cetakan milik Damien yang sedari tadi seakan sudah meronta minta di keluarkan.
Tangan Lily gemetar saat dia menjangkau untuk menyentuh cetakan kejantanan Damien yang masih berada di balik boxer hitam Damien, perlahan dia mengeluarkan kejantanan sang Presdir. Matanya membelalak terkejut begitu senajata yang di penuhi urat itu keluar, ukurannya yang besar membuat Lily tersenyum nakal menatap Damien.
Damien mendesah pelan saat Lily melingkarkan jari-jarinya di miliknya. Mata Damien terpaku menatap wajah cantik Lily. Tanpa ragu Lily memasukkan kejantanan Damien ke dalam mulutnya. Damien mengerang nikmat saat Lily mulai menghisap dan memutar lidahnya di sekitar milik Damien yang berdenyut.
Damien menutup matanya, menikmati sensasi... sungguh nikmat. Meski merasakan ketegangan meningkat di dalam dirinya, Damien berusaha menahan agar momen ini tidak berakhir terlalu cepat. Dia ingin menikmati setiap detik, tenggelam dalam sensasi nikmat yang di lakukan oleh Lily.
Damien mengerang pelan, dia menutup matanya merasakan kenikmatan yang begitu kuat hingga terasa menyebar ke seluruh tubuhnya.
Damien yang tidak tahan lagi mencabut miliknya dari mulut Lily, dia lalu meraih tubuh Lily dan merebahkan tubuh resepsionis cantik itu di tempat tidur, “Aku tidak dapat lagi menahannya, Lily.”
Lily tersenyum dan mengangguk, ia mengerti dengan membuka kedua kakinya, memperlihatkan bibir bawahnya yang telah basah. Damien meneguk salivanya, tak bisa menahan, kagum melihat gundukan indah berbulu tipis milik Lily, terlihat begitu cantik dan sangat menggoda, membuat kejantanannya berdenyut keras.
Pria tampan itu memposisikan dirinya di antara kedua kaki Lily, dan melesakkan masuk miliknya.
Desahan Lily bercampur erangan kuat memenuhi ruangan, “Oh! Pak... Euhmmm.” Tangannya meremas selimut, kuku-kukunya mencuat ke dalam kain saat milik Damien mendorong masuk dan menghantam inti kenikmatannya berulang kali.
Ritme gerakan tubuh mereka sempurna, setiap pergerakan menjadi bukti dari hasrat mereka satu sama lain. Pinggulnya naik untuk menyambut setiap dorongan dan hentakan kuat yang Damien lancarkan, napas resepsionis cantik itu terengah-engah, dia berada dalam puncak kenikmatan.
Damien mengerang, merasa nikmat di tiap gerakannya. Dia menahan pelepasan yang hampir saja terjadi, presdir tampan itu ingin menikmati pertarungan ini lebih lama, menikmati setiap detik dari hubungan panas mereka.
Predir tampan itu memperlambat gerakannya, sengaja menggoda Lily agar mendapatkan kenikmatan lainnya, merasakan panas yang memanjakan kejantanannya. Mata mereka bertemu, Lily tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya, pipinya memerah dan bibirnya terbuka dalam desahan.
“Cantik...” gumam Damien dan melumat bibir Lily dengan intim, kemudian mengubah posisi pinggulnya, mengubah poisisi, mencari titik di dalam kenikmatan resepsionisnya itu, dia lalu menghujam kejantanannya dengan kasar, menciptakan suara tabrakan basah yang sontak membuat pinggul Lily terangkat dengan mulut merintih kenikmatan merasakan miliknya terhantam begitu kuat tapi nikmat.
“Oh sial! Ini sangat nikmat!” geram Damien dalam hati.
Bongkahan indah di dada Lily berguncang hebat setiap Damien menabrak tubuhnya, pucuknya mengeras dan semakin sensitif, Damien terhipnotis oleh kedua bongkahan itu, sambil tetap memompa tubuh Lily, kepalanya meluncur menuju kedua bongkahan itu, memasukkan salah satu pucuk ke dalam mulutnya.
Tiba-tiba Damien merasakan remasan dari Lily yang semakin kuat disertai gerakan pinggul yang terangkat, nafas dan desahan Lily semakin kuat, Damien menyadari tanda itu, dia menghujam milik Lily lebih cepat dan lebih dalam, mengubur semua miliknya di dalam sana.
Tubuh Lily bergetar hebat, pinggulnya meronta, Damien menikmati setiap remasan kuat yang dia rasakan di senjatanya, Lily mencapai puncak untuk ketiga kalinya, pemadangan itu membuat gairah Damien meledak-ledak, dia tak memberi waktu bagi Lily berisitirahat, pinggulnya bergerak makin cepat, dan erangan kuat dan panjang terdengar dari mulutnya. Disertai hentakan-hentakan kecil saat cairan kenikmatannya menyembur di dalam tubuh Lily.
Tubuh mereka ambruk bersamaan, kulit yang basah oleh keringat melekat satu sama lain. Lily menyelipkan kepalanya di leher pria itu, napasnya terengah-engah, dia memeluk erat tubuh Damien, mengatur nafasnya setelah pertempuran panas mereka dan berbisik parau, “Anda sangat luar biasa, Pak.”
Dengan napas yang masih terengah-engah dan perasaan yang tercampur aduk, Damien dan Lily beristirahat sejenak di atas tempat tidur, tubuh mereka saling berpelukan dalam kehangatan. Namun, meskipun suasana terasa intim, ada ketegangan yang menggelayuti pikiran Damien.
Perasaan bersalah mulai menyelimuti pikiran Damien. Dia merasa ragu tentang segala sesuatu yang telah terjadi di antara mereka. Meskipun dia menikmati setiap momen, ada suatu hal yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Sementara Damien masih dalam lamunan, perlahan Lily bangkit dari tempat tidur. Dia mengusap lembut lengan Damien sebelum berdiri di samping tempat tidur. Dengan lembut, Lily meminta izin kepada Sang Predir untuk pergi ke kamar mandi membersihkan diri.
Damien tersenyum lembut, mencoba menyembunyikan kebingungannya di balik senyuman itu. Dia mengangguk perlahan, ketika pintu kamar mandi tertutup rapat, Damien duduk di tepi tempat tidur, mengusap wajahnya dengan tangan gemetar.
“Hah… sialan… apa yang sudah aku lakukan,” gumam Damien.
Bersambung...
Setelah selesai mencuci muka, mandi, dan mengenakan pakaian bersih, Damien melangkah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang tampak lebih segar. Pagi itu terasa hangat dan damai, namun ada sesuatu di dadanya yang berdesir. Tanpa menunggu lebih lama, ia segera berjalan menuju tempat tidur Luca.Damien duduk di tepi ranjang, menatap Luca dengan senyum lembut. Di bawah sorot mata ayahnya yang penuh perhatian, Luca tersenyum balik."Sekarang ceritakan semuanya kepada ayah, Nak," katanya, mencoba menarik perhatian Luca yang kini tampak antusias.Tanpa menunggu lama, Luca pun bercerita tentang pagi tadi, tentang bagaimana ia bangun dari tidur, dan mendapati ibunya, tertidur di samping Damien di sofa. Luca juga menceritakan momen lucu, saat Dona dan Tessa begitu terkejut, saat datang dan mendapati Chiara dalam posisi itu.Senyum Luca semakin cerah begitu menceritakan bagian dimana Ibunya benar-benar panik, dengan wajah merah seperti demam, malaikat kecil itu bahkan tertawa kecil ketika men
"Ah! Gawat! Bisa jadi masalah kalau Damien tahu!" ucap Chiara, yang langsung mendadak panik.Dia menyikat giginya dengan cepat, lalu segera berkumur dan membersihkan mulutnya sebelum bergegas keluar dari kamar mandi.Ceklek!Begitu pintu kamar mandi terbuka, Chiara melihat Damien yang mulai membuka matanya dan tampak bersiap bangkit dari sofa.Tanpa berpikir panjang, Chiara segera berteriak, “Jangan bergerak!” Ucapannya disertai tatapan tajam, dan tangannya menunjuk ke arah Damien, bak polisi menghentikan penjahat.Dona, Tessa, dan Luca yang berada di ruangan itu langsung terkejut, bahkan Damien sendiri terpaku, menghentikan gerakannya dan mengangkat alis, bingung dengan perilaku Chiara yang tiba-tiba.Damien langsung mengambil kesimpulan, kemarahan Chiara karena tindakannya semalam, memindahkan Chiara dari sofa ke tempat tidur tanpa meminta izin. Hanya alasan itu yang masuk akal baginya.Namun, sebelum Damien sempat berkata apa pun, Chiara segera berjalan menuju tempat tidur kosong d
Keesokan harinya, Chiara perlahan membuka matanya. Cahaya matahari pagi yang hangat menerobos masuk dari celah-celah tirai, menyapu wajahnya dengan lembut. Pandangannya masih kabur ketika suara sang buah hati menyapanya, “Selamat pagi, Ibu!”Chiara otomatis tersenyum dan menjawab dengan suara serak, “Selamat pagi, sayang…” tanpa benar-benar sadar sepenuhnya.Butuh beberapa detik sebelum kesadarannya kembali sepenuhnya, dan dia berbalik menatap ke arah suara tersebut.Di sana, sang buah hati duduk sambil bersandar, tersenyum semringah menatap ke arahnya. Mata Luca yang bulat bersinar penuh semangat, pipinya kemerahan seolah mengisyaratkan betapa senangnya dia menyambut pagi ini. Di sisi Luca, terlihat Dona duduk dengan tenang di tepi tempat tidur, menyuapkan sesendok sarapan kepada Luca yang tampak menikmati setiap gigitan.Sementara itu, Tessa duduk di kursi yang berada tepat di samping tempat tidur. Melihat Chiara yang mulai membuka mata, Dona menyapanya dengan suara lembut, namun se
Setelah mengantar kepergian ke empat sahabatnya, Damien kembali ke kamar VIP tempat Luca dan Chiara berada, dia membuka pintu kamar VIP dengan perlahan, di dalam ruangan yang remang, dia melihat Luca, sang putra, sudah tertidur lelap di atas ranjang. Sementara Chiara duduk di sofa, punggungnya bersandar dengan kedua mata terpejam.Perlahan, Damien melangkah masuk, menutup pintu dengan pelan agar tidak mengganggu kedamaian di ruangan itu. Dia mendekati ranjang, tubuhnya sedikit membungkuk saat ia meraih dahi Luca. Bibirnya menyentuh kening kecil itu dengan lembut, sebuah kecupan penuh kasih sayang yang hangat dan menenangkan."Selamat tidur, anakku," bisiknya dengan suara rendah. Senyum Luca terlihat semakin dalam di wajahnya yang tertidur, seolah dalam mimpinya dia bisa merasakan cinta dan kehangatan yang diberikan sang ayah.Setelah memastikan Luca dalam tidurnya, Damien memutar pandangan ke sofa. Di sana, Chiara terlihat duduk bersandar, kepalanya sedikit terkulai dengan mata tertut
Pintu lift perlahan terbuka, mengeluarkan suara berderit lembut saat mereka tiba di lantai VIP Hotel Diamond Rose. Tyler, Nathalie, Dona, dan Tessa melangkah keluar, disambut oleh keanggunan dan kemewahan yang menyelimuti koridor hotel.“Malam ini benar-benar luar biasa,” ujar Tyler sambil tersenyum lebar.Nathalie mengangguk setuju, rambut panjangnya terurai lembut saat ia melangkah. “Aku masih sulit percaya kalau Damien bisa memaafkan semua yang terjadi,” balasnya penuh rasa syukur.Kenangan tentang pertemuan di parkiran rumah sakit tadi terasa begitu nyata di benak mereka. Momen saat Damien dan Nathalie saling memaafkan memberikan mereka kedamaian yang telah lama hilang.Mereka berhenti sejenak di depan kamar Dona dan Tessa, saling bertukar salam perpisahan. "Sampai jumpa besok!" seru Tyler sambil melambaikan tangan, dan Nathalie menambahkan senyum hangat sebagai tanda perpisahan. Dona dan Tessa tersenyum lebar, masih terbawa kebahagiaan malam itu.Dengan langkah ringan, Tyler dan
"Da... Damien?" ucap Nathalie, sorot matanya dipenuhi ketakutan yang begitu jelas.Damien melangkah maju, menatap Nathalie dengan tatapan yang sulit diartikan."Damien! Tunggu!" Dona, yang berdiri tidak jauh dari Damien, maju selangkah, tangannya terulur hendak menahan pergerakannya. Namun, sebelum tangannya bisa meraih Damien, Tessa mencegatnya, menahan lengannya dengan lembut."Tessa, tapi..." Dona memandang sahabatnya dengan ragu.Tessa menggeleng pelan, memberikan isyarat halus pada Dona, seakan memberi tahu bahwa ini adalah sesuatu yang perlu diselesaikan tanpa campur tangan mereka. Dona pun akhirnya mundur, menahan diri meskipun jelas terlihat khawatir.Di sudut lain, Tyler memperhatikan gerak-gerik Damien dengan seksama. Kekhawatiran membayangi wajahnya, ia tahu bagaimana emosi Damien bisa meledak dalam situasi yang salah.Tanpa berpikir panjang, Tyler maju, mengambil posisi di depan Nathalie, siap melindungi Nathalie dari kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi."Bro, aku