Share

Part 4.2 - First Time

Suasana bising di sebuah klub yang terdapat di dekat pantai Hawaii terlihat ramai saat hari semakin malam. Bertambahnya pengunjung membuat keadaan semakin sesak dan tak lagi terlihat nyaman bagi Daxon dan Lexy.

Hingga keduanya memutuskan untuk berjalan-jalan di dekat bibir pantai menikmati semilir angin yang menerpa kulit mereka. Daxon dengan senang hati memberikan jaket kulitnya untuk dikenakan Lexy, sebagai bentuk kelemah lembutannya.

Hanya dalam hitungan jam mereka tampak akrab karena pembicaraan mereka yang selalu sama setiap kali menebak. Membuat Lexy merasa nyaman dan tak berhenti tertawa dengan semua lelucon yang dilontarkan Daxon di sepanjang kebersamaannya.

“Ya, dan saat aku mengejek Walter. Wajahnya malah semakin kaku seperti habis melihat medusa,” ujar Daxon terkekeh.

Membuat Lexy ikut terkekeh saat mendengar cerita Daxon tentang kebodohannya mengejek Walter.

“Aku bisa bayangkan wajah hitamnya yang menegang, saat melihat ayahku. Oh ya ampun … apa ayahku sekeras itu pada kalian?” tanya Lexy. Tak henti-hentinya tertawa.

Daxon mengangguk sebagai jawaban. Keduanya hening sejenak seiring dengan tawa yang menghilang ditelan angin. Menatap gemerlap di ujung pulau yang tampak semakin marak acara di pangkalan angkatan laut.

Daxon berdeham. “Udaranya semakin dingin, sepertinya akan turun hujan. Bagaimana jika kita kembali?” tawar Daxon.

“Ya, kau benar,” ujar Lexy merapatkan jaket Daxon di tubuhnya.

“Ayo kembali ke mobil,” ajak Daxon.

Namun, baru selangkah mereka berbalik secara tiba-tiba hujan turun mengguyur pasir pantai. Membuat Daxon secara spontan menarik Lexy menuju sebuah pohon untuk berteduh di sana.         

“Hah, ya ampun. Kau jadi basah,” keluh Daxon memerhatikan Lexy yang tampak kacau karena ulahnya mengajak wanita itu berjalan di pantai.

“Tak apa. Aku menyukai pantai dan hujan,” ujar Lexy mengibaskan dress-nya yang basah.

Daxon memerhatikan pohon yang ternyata memiliki sebuah rumah kayu di atasnya. “Apa ini rumah pohon milik orang?” tanya Daxon.

Lexy mengikuti arah pandang Daxon. Pria itu mulai menaiki tangga yang terbuat dari kayu yang di tempelkan di badan pohon.

“Dalmore, mungkin ada pemiliknya. Jangan sembarangan," peringat Lexy.

“Tenanglah, kau tunggu di bawah," ujar Daxon tak mengindahkan peringatan Lexy.

Daxon menemukan secarik kertas yang tertancap di pintu masuk rumah pohon itu. Pintu yang berada di atas kepalanya itu tampak terawat dengan baik dan terlihat bersih, karena dilapisi cat kayu berwarna coklat.

Daxon melihat isi memo yang mungkin ditinggalkan pemiliknya sebagai tanda kepemilikan.

“Tinggalah jika hujan lebat turun. Tak ada penginapan di dekat sini. Maka rawat-lah tempat ini dengan baik.”

-pemilik sebelumnya-

Setelah membaca memo tersebut, Daxon membuka pintu kayu yang membawanya untuk melihat keadaan di dalam. Cukup gelap namun terdapat sebuah lentera saat Daxon menyenterkan cahaya dari ponsel pintarnya.

Ia meraih lentera itu dan menyalakan sumbunya, menerangi ruangan yang cukup untuknya berteduh dengan nyaman di atas sana.

Daxon kembali turun dan mengajak Lexy untuk naik, karena hujan yang semakin lebat.

“Ayo, Nana! Di atas sana sangat nyaman. Dan ini memo dari pemilik sebelumnya. Sepertinya baru ditinggalkan kemarin ada tanggal yang tertera di baliknya,” ungkap Daxon mengajak Lexy. Mereka bahkan sudah memiliki nama panggilan unik setelah beberapa jam bicara.

“Syukurlah. Kau bisa membantuku untuk naik?” tanya Lexy.

“Tentu, ayo!” ajak Daxon.

Hingga beberapa menit kemudian mereka sudah berada di atas rumah pohon yang tampak terawat dengan baik. Seolah memang sudah ditakdirkan untuk mereka temukan dalam keadaan mendesak.

“Bajumu basah, Dalmore. Kau bisa sakit jika tak mengeringkannya,” ujar Lexy, "oh, bagaimana jika kau menggantinya dengan jaketmu," timpal Lexy sambil melepaskan jaket dari Daxon.

“Tidak! Kau akan kedinginan jika hanya menggunakan sehelai gaun tipis itu. Aku sudah terbiasa—”

“Pakailah atau kau akan sakit, ayahku tak menyukai marinir yang sakit, bukan? Kau harus menjaga kesehatanmu!” Lexy memaksa.

“Bagaimana denganmu? Kau akan kedinginan jika—”

“Kau bisa memelukku jika aku kedinginan,” sela Lexy.

Membuat Daxon ternganga tak percaya. “Hentikan gurauanmu, Nana. Saat ini keadaan sangat mendukung untukku—”

Kembali Daxon menelan perkataannya saat Lexy menarik kaosnya dan mengangkatnya naik untuk dilepaskan.

“Hei, hei! Hati-hati, Nona. Kau ….”

“Cepat gunakan jaketmu. Atau kau akan sakit, kenapa kau begitu banyak alasan dan—”

“Dan aku hanya berusaha untuk menahan diri, agar tidak menciummu. Keadaan ini sangat berbahaya untukmu, Nana. Apa kau tak takut denganku?” Kali ini Daxon menyela dengan pertanyaan yang membuat Lexy bungkam.

Menatap pahatan sempurna di tubuh Daxon. Membuatnya tercekat meneguk salivanya dengan susah payah.

“A- aku hanya ….” Lexy menatap mata Daxon yang menatapnya berbeda.

Astaga … bagaimana bisa aku dengan bodohnya membuka pakaiannya. Ini gila, aku hanya khawatir dia akan saki, tapi tak memikirkan efek keterpanaanku dengan pahatan sempurna miliknya, batin Lexy menundukkan kepalanya malu.

D*mn! Aku sangat ingin menciumnya. Merasakan bibir sexy yang mungkin akan membuatku candu. Persetan dengan statusnya sebagai anak laksamana! umpat Daxon dalam hati.

Daxon meraih dagu Lexy. Memintanya untuk menatap netra hazel yang memohon permintaan. Memberikan arti seolah meminta izin untuk mencium wanita itu. Hingga dengan perlahan tanpa mengeluarkan sebuah izin. Daxon mendekatkan bibirnya pada bibir ranum milik Lexy.

Lexy terbawa untuk mengikuti gerakan slow motion yang membuatnya terlarut dan memejamkan matanya saat sesuatu yang kenyal menyentuh bibirnya dengan lembut.

Merasakan sentuhan yang menciptakan debaran kencang di dadanya kian berpacu saling mengejar. Seiring dengan pagutan yang kini mulai bergerak seirama, saling mengecap dan memberikan lumatan kecil.

Secara otomatis membawa tangan Lexy untuk menyentuh dada liat milik Daxon saat pria yang membuatnya terlarut dengan ciuman itu mendekatkan tubuhnya. Melingkarkan tangan kekar yang liar tersebut untuk mengikat pinggang nan ramping miliknya.

Membawa ciumannya bergerak meningkat satu detik lebih cepat dari sebelumnya. Ditambah dengan tangan Daxon yang meraih tengkuknya untuk memperdalam ciuman mereka. Pria itu semakin membuat Lexy terlarut. Membawa tubuhnya untuk berbaring secara perlahan di atas matras sebagai alas mereka duduk sejak tadi.

Hingga tanpa terasa keduanya semakin kekurangan oksigen. Daxon melepaskan pagutan yang sebenarnya tak ingin ia lepaskan. Namun, napas yang kini bersautan menjawab keputusannya yang tepat.

“Hah … Sudah kubilang, bukan? Keadaan ini sangat berbahaya untukmu, Nana!” desis Daxon, mengusap bibir Lexy dengan ibu jarinya.

Lexy terkekeh pelan. “Tapi bagaimana jika aku menyukainya? Apa kau akan melanjutkannya?” tantang Lexy.

Daxon terkekeh di atas bahu Lexy. “Jangan membuatku mendapat masalah pada ayahmu, Nana! Apa kau sadar bahwa; aku adalah pria yang paling dibenci ayahmu?” kekeh Daxon miris.

Membuat Lexy cukup terhibur dan malah semakin senang menggoda Daxon. “Let's see …, apa kau bisa menghindariku disaat keadaan ini sangat mendukungmu?” desis Lexy.

Daxon menatap dalam gelap, wajah cantik Lexy yang masih tampak jelas walau penerangan begitu minim. Semua itu karena seluruh ingatan Daxon telah terkontaminasi oleh wajah dan bentuk tubuh Alexia Oceana D'Ryan. Hell ya!

Lantas semua itu kembali membawanya untuk mengecap bibir lincah yang menggoda seperti memanggilnya untuk memagut. Dengan gemas, Daxon meraupnya. Memegang kedua pipi Lexy dan memperdalam lumatannya dengan kuat dan tergesa.

“D*mn! I give up! Persetan dengan statusmu! I want you more, Lexy!” umpat Daxon berdesis.

Kini bibirnya bukan hanya meraup bibir ranum Lexy. Melainkan mulai turun ke leher hingga dada dan menyapukan lidahnya dengan perlahan. Membasahi kulit Lexy lalu mengisapnya hingga membuat wanita itu memekik nikmat.

Membiarkan Daxon melakukan semua dengan nafsunya, membakar tubuh keduanya melalui aliran darah yang berdesir dan mendidih seketika di saat dengan tergesa keduanya saling melepaskan benang dari tubuh lawannya.

Kedua tangan mereka mulai sibuk walau cumbuan di bibir mereka kembali menyatu. Saling membantu membuka semua penghalang hingga kini keduanya sudah sama-sama polos tanpa helaian benang di tubuh yang mengganggu sentuhan intens yang begitu mendamba.

Bibir Daxon tak berhenti mengecapi setiap jengkal lekuk dan tonjolan di posisi yang pas dari si pemilik tubuh seksi itu. Membawa bibirnya kini berada di bagian tersensitif yang begitu dikagumi Daxon. Memberikan sensasi geli dan gelenyar aneh dari sentuhan lidah yang memainkan inti Lexy dan menggodanya tanpa henti.

Suara hujan semakin terdengar deras seiring dengan desahan yang dikeluarkan Lexy saat Daxon berhasil membawanya pada pelepasan pertamanya.

Daxon kembali ke atas dan menciumi bibir Lexy dengan lembut.

“Kau menyukainya?” tanya Daxon dengan suara parau.

Napas Lexy terengah. “Ya,” jawabnya serak.

Get ready for more, baby!” seru Daxon mendesis. Sambil kembali menciumi bibir dan leher Lexy.

Sementara miliknya dibawah sana telah terarah dan berusaha mendorong, sambil mengacaukan konsentrasi Lexy dengan meraup nipple kemerahan yang mengeras menandakan Lexy sama berhasratnya dengan Daxon.

What the h*ll! Kenapa miliknya sulit ditembus! batin Daxon.

Mencoba mendorong miliknya dengan perlahan. Sambil kembali menciumi bibir Lexy lalu melumatnya cukup kuat seiring dorongan di bawah sana ia tekankan semakin kuat dan akhirnya menembus dinding itu.

Daxon mengerjap saat Lexy meringis dalam pagutannya. Pria itu mengangkat kepalanya menatap wajah meringis Lexy yang perlahan membuka matanya dengan senyum terukir di wajah cantik itu.

“Nana, kau—”

“Ya, Dalmore,” sela Lexy terengah, “now …. I'm not virgin anymore, you're the first. Yeay...! Congrats!” seru Lexy mengalungkan tangannya di leher Daxon.

Membiarkan Daxon dan keterkejutannya mengumpat.

Holy Shit, Nana! kau sungguh membuatku dalam masalah besar sekarang!” desis Daxon merutuki kebodohannya.

Lexy hanya terkekeh mendengar rutukan Daxon yang lucu dan menggemaskan.

“Oh ayolah, Dalmore! Di bawah sana butuh pergerakan! Berapa lama lagi kau ingin menyiksaku!” tukas Lexy.

Membuat Daxon mulai bergerak dengan perlahan. Sambil tetap merutuki keadaan yang seolah sedang mengiringnya untuk terdampar ke Bikini Bottom.

F*cking shit! Bersiaplah hilang dari peredaran, Dalmore! Hasratmu sungguh menyusahkan! umpat Daxon dalam hati.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status