Share

Bab 8 - Ide Ku Berujung Tanda Tanya

“Sungguh gila! Lepaskan, jangan macam-macam denganku, Wijaya!”

Sudah berusaha untuk melarikan diri darinya, tetapi tetap saja sekuat apapun tenaga seorang wanita, akan tetap terkalahkan oleh tenaga laki-laki, apalagi seorang Wijaya. Jika dengan melarikan diri tidak berhasil dengan mudah, untuk mempercepat waktu, aku harus menggunakan cara yang lain.

“Kenapa kamu ingin melarikan diri, hah? Apa kamu lupa? Sampai saat ini, kamu masih istriku, ada hak dalam dirimu!” hardiknya.

Ku tatap kedua matanya yang terlihat sangat tajam, terkadang aku bisa melunak hanya dengan tatapan seperti itu, tetapi setelah kembali mengingat apa yang sudah terjadi, rasa itu perlahan semakin memudar dengan sendirinya.

Rasa yang memang sudah salah sejak awal, tidak seharusnya dulu aku menyalahkan Andre atas apa yang terjadi, dan tidak seharusnya langsung percaya begitu saja pada sosok Wijaya, laki-laki yang bahkan semula tidak ku kenali.

Ada beberapa hal juga yang belum bisa ku temukan jawabannya, seakan-akan enggan untuk terbongkar walaupun sudah berulang kali ku coba gali dengan gigih, tidak buta dan tidak tuli, selama ini memang ada sesuatu dalam dirinya, yang tidak aku ketahui.

Wijaya terus-menerus memaksakan diri untuk membuka pakaian yang saat ini tengah ku pakai, gilanya dia tidak mengatakan apapun selain tatapan matanya yang tajam terus saja menatap ke arah ku.

“Kenapa kamu diam, hmm? Bukankah tadi kamu terus berontak dan tidak ingin ku sentuh? Apakah sekarang kamu sudah berubah pikiran karena sangat merindukan sentuhan dariku, benar begitu?” tanyanya, dengan begitu percaya diri.

Untuk melancarkan rencana yang sudah ku pikirkan tadi, terpaksa ku mengangguk dengan perasaan penuh keterpaksaan, sungguh ini sangat tidak nyaman dan tak aman juga untuk diriku.

“Ayo, lakukan apa yang akan kamu lakukan padaku, secepatnya ....”

Mulut bodoh ku berkata begitu dengan terpaksa, harus tetap berkata seperti itu untuk bisa secepatnya ke luar dari mobil ini, sebelum apa yang sudah ku takutkan benar-benar terjadi, semua itu jangan sampai terjadi.

Pada saat ku rasakan sapuan lidahnya pada leherku, pada saat itu juga susah payah ku kendalikan diriku sendiri, lebih tepatnya tubuhku sendiri, yang sebenarnya ikut meremang ketika disentuh olehnya, setelah sekian lama tidak ku rasakan darinya.

Dulu, saat ku masih bersedia menjadi istrinya tanpa merasa lelah walaupun sudah merasakan pahit manisnya kehidupan rumah tangga, sehari tak disentuh pun rasanya seperti diambang kehancuran, tetapi saat ini? Sebaliknya yang aku rasakan, jika semua itu terjadi padaku, kehancuran yang sudah ku takuti justru akan terjadi.

Ku rasakan tangannya mulai menjelajahi seluruh tubuh ini, dengan begitu pusat perhatiannya akan hanya tertuju pada tubuhku bukan pada mobil nya, saat rencana ku akan setengah berhasil, bodohnya lagi tak sengaja ku menggesek pusakanya dengan atas lututku, sungguh ini benar-benar akan sangat berbahaya.

“Ternyata kamu benar-benar sangat nakal hmm, sejak kapan kamu nakal seperti ini?” desahnya kemudian terdengar di ujung telingaku.

Harus bagaimana sekarang? Aku benar-benar bingung semua cara sudah ku lakukan tetap saja tidak ada yang berhasil, lebih tepatnya tubuhku lah yang membuat semua ini kacau, tubuhku yang meremang merinding akan sentuhannya, tak bisa terkendalikan oleh diriku sendiri.

Kemudian pada saat ku lihat ponselnya Wijaya sedikit ke luar dari saku celananya, saat itu juga ide baru mulai bermunculan, apakah harus menelepon seseorang dan meminta bantuan? Tetapi siapa? Tidak mungkin ada nomor Andre ataupun yang bisa membantu ku, kan?

Mungkin bisa saja ku mengambil ponsel yang ada didalam tas ku, tetapi itu akan berakhir sia-sia jika Wijaya sampai mengetahui segalanya, perlahan tetapi pasti ku tarik ponselnya Wijaya untuk bisa menggunakannya, dan berhasil.

“Hei, apa yang sedang kamu pikirkan? Kenapa kamu tidak bersuara indah saat ku sentuh seperti ini?” Wijaya terus protes.

Namun, ku tetap fokuskan pada tujuan yang ku rasa ini jalan satu-satunya untuk bisa melarikan diri darinya tanpa sebuah pemberontakan. Susah payah ku mencari sesuatu pada ponselnya, masuk sudah ke sebuah aplikasi merah.

Sungguh sial, Wijaya dengan tiba-tiba mengangkat tubuhku, membuatku menjadi berposisikan duduk di atas pahanya, sangat sesak dan menegangkan bagi kami.

Sebelum semuanya terlambat, ku putar dan berharap semoga ini akan segera berhasil menyelamatkan diriku dari tawanan Wijaya yang benar-benar bisa sangat mempengaruhi hidupku.

Terdengar uwiw, uwiw, uwiw yang berasal dari ponselnya tetapi Wijaya begitu terkejut saat pertama kali mendengarnya, ada apa dengannya? Kenapa dia sangat takut ketika mendengar suara mobil polisi? Bukankah seharusnya terlihat biasa saja? Sebelumnya dia sendiri yang berkata bahwa kita masih berstatus suami istri, lantas apa sebenarnya yang tengah dia takuti? Ku tatap matanya benar-benar ada sesuatu yang berbeda.

***

“Pergi, cepat pergi ....”

“Hei, apa yang terjadi? Ada apa denganmu, Wijaya?”

Tanpa dia ketahui, aku sudah perlahan melempar ponselnya ke kursi belakang dan terjatuh ke bawah nya, untuk tidak diketahui olehnya semua perbuatan ku, untung saja dia benar-benar tidak menyadari segalanya, suara yang ku putar melalui YouTube, semoga saja tidak berhenti saat ku lempar seperti itu.

“Pergi, Mawar cepat ke luar dari mobil ku!”

Selain Wijaya terus-menerus memintaku untuk ke luar dari mobil, tangannya terus mendorong tubuhku sekuat tenaganya, sungguh sakit tetapi itu semua tidak menjadi fokus ku saat ini, pikirkan baik-baik Mawar! Ada apa dengannya.

“Awww,” Ku terkejut saat tubuhku benar-benar dia dorong sampai terjungkal ke luar dari mobil, mungkin beberapa bagian tubuhku lecet karena terasa perih, tetapi kedua mataku tak berhenti menatap ke arah mobil tersebut.

Begitu cepat mobil yang dikemudikan Wijaya pergi meninggalkan ku sendirian di pinggir jalan, rencana ku memang berhasil akan tetapi dari ide ku berujung menjadi sebuah pertanyaan, apa yang membuat dia takut saat mendengar suara mobil polisi? Tidak mungkin karena takut digrebek, kan? Sangat mustahil karena itu.

“Aw, sakit sekali. Tapi, jika tidak seperti ini mungkin sekarang aku sudah dijamaah kembali olehnya, itu semua tidak ingin ku rasakan lagi, tapi kenapa dia begitu takut? Semakin membuat ku penasaran dan bertanya-tanya akan dirinya.”

Menepuk jidat dan benar-benar sangat sial hari ini, “Owh, ya ampun, bagaimana ini? Tas ku ada di dalam mobil nya, dia pun tidak melempar tas seperti dia melempar ku ke jalanan. Sekarang harus bagaimana? Untuk meminta bantuan pun sangat sulit, apalagi untuk memesan kendaraan online.”

Barang-barang ku juga ada di dalam tas itu, sekarang aku hanya bisa berdiri sekuat tenaga untuk bisa berjalan menelusuri jalanan ini, semoga di depan sana segera mendapatkan bantuan, aku harus segera pulang ke apartemen.

Salah satu kakiku sakit, berjalan pun seperti pincang karena berusaha untuk menahan rasa sakit yang ku rasa, walaupun kesakitan ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang ada didalam hatiku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Kenapa tiba tiba saja Wijaya ketakutan dengan suara sirene polisi dari ponselnya?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status