Masuk“Kalian yakin dia pelakunya?” tanya Bima dengan nada serius, matanya menatap Gilang yang tertidur dalam posisi duduk dan tangan terborgol. “Kami yakin, Pak. Bapak bisa lihat sendiri bukti fotonya,” jawab Nova tegas.Bima mengangguk singkat. Ia menepuk pundak Nova pelan sebagai bentuk apresiasi. Lalu tatapannya beralih pada Arga yang berdiri sedikit jauh membelakanginya sambil mengisap rokok.Bima melangkah mendekat hingga berdiri di samping pria itu. “Terima kasih karena sudah berhasil menangkap pelaku yang sudah merugikan banyak pihak, termasuk putri saya sendiri,” ucapnya. Arga tidak segera menjawab. Ia menyesap rokok dalam-dalam kemudian mengepulkan asapnya ke depan. “Jangan terlalu senang. Saya melakukan ini karena dia juga sudah menyakiti istri saya,” balasnya dingin. Arga membuang puntung rokok ke lantai dan hendak melangkah pergi, namun suara Bima kembali menghentikannya.“Semua bayaran untukmu sudah saya transfer. Saya harap itu cukup sebagai balasan atas jasa kamu kali ini
“Mas Arga kok bisa tahu aku di sini?” tanya Vita dengan suara yang terdengar panik. “Udah kamu diam dulu, Mas bakal jelasin nanti,” jawab Arga cepat. Tangannya bekerja tegang dan tergesa, berusaha melepaskan ikatan kasar yang membelit tubuh istrinya. Saat melihat bekas kemerahan di lengan dan pipi Vita, mata Arga tampak berkaca-kaca. Ia merasa gagal menjaga istri tercintanya dari jeratan pria menakutkan itu. “Ayo cepet, jangan terlalu lama. Takut dia balik!” seru Nova dari arah pintu.Arga mempercepat gerakannya. Ikatan terakhir akhirnya terlepas. Vita mengembuskan napas panjang, hampir tak percaya ia bisa bebas secepat ini. Arga menariknya ke dalam pelukan singkat, kemudian melepasnya karena tidak ingin Nova menunggu lebih lama. Pria itu membantu Vita berdiri. “Ayo kita pergi dari sini,” ucapnya lembut. Begitu mencoba menapak, Vita meringis. Sakit itu menyambar dari pergelangan hingga betisnya. Kemungkinan karena ia terlalu lama terikat sehingga membuat otot-ototnya kaku dan peri
“Kamu benar-benar nggak tahu pekerjaan suamimu yang sebenarnya?” tanya Gilang dengan suara merendah namun mengandung kecurigaan yang besar. “Mas Arga… dia karyawan kantor biasa bukan agen rahasia seperti yang kamu bilang,” jawab Vita lirih. Ia mengalihkan pandangan karena tak sanggup menatap langsung mata sipit pria itu yang terasa menusuk hingga ke tulang.Gilang tertawa keras, tawa yang terdengar seperti ejekan. Ia meraih dagu Vita dan membelai pipinya dengan sentuhan yang membuat kulit perempuan itu merinding. Tatapannya menancap ke mata Vita, seolah ingin menelanjangi isi kepalanya.“Kamu memang lugu, pantas saja kamu gampang dibodohi laki-laki," ucap pria itu dengan nada meremehkan. Tanpa menunggu balasan, Gilang berdiri. Langkahnya terdengar berat saat berbalik, meninggalkan Vita yang masih terbaring di lantai dingin dengan kedua tangan dan kaki terikat tali. Nafas Vita terengah, antara sakit dan rasa tidak berdaya.Namun sebelum Gilang sempat melangkah lebih jauh, sebuah suar
“Kenapa kamu tega lakuin ini ke aku?” tanya Vita tajam dengan tangan dan kaki yang sudah terikat tali. Tubuhnya dibiarkan terbaring begitu saja di lantai kotor penuh debu. Wajah perempuan itu bahkan tertutupi oleh rambut panjangnya.Di sisi lain Gilang yang duduk di kursi sedang menatapnya sambil tersenyum penuh keangkuhan. “Apalagi alasannya selain kamu yang bodoh dan gampang ditipu?” tanya pria itu diakhiri kekehan dengan maksud mengejek. Vita mengerjap. Matanya seolah sudah kering karena terlalu lama menangis beberapa saat lalu. Kepalanya kemudian memutar perkataan Arga yang menyuruhnya untuh menjauhi Gilang. Maaf Mas Arga, aku nyesel karena ngga nurutin perintah Mas Arga buat jauhin Gilang, bisik Vita dalam hati. “Lihat aja, aku bakal laporin kamu ke polisi!” seru Vita dengan suara bergetar. “Polisi? Silahkan aja kalau kamu bisa keluar dari sini hidup-hidup!” balas Gilang. Pria itu lanjut menyesap rokoknya sambil menghembuskan asap ke udara. Ia seolah tak memedulikan Vita
Vita menatap Gilang sambil menunjukkan senyum miring. Perempuan ini memang lebih pintar dari yang terlihat, bahkan Arga sendiri pasti tidak akan menyangkanya. Setelah Arga mengatakan bahwa pria itu mencurigai Gilang, awalnya Vita memang sempat menyangkal dengan keras. Namun setelah pikirannya mulai tenang, ia juga tidak tinggal diam. Ia tiba-tiba teringat dengan fitur di ponselnya yang bisa melacak tempat yang didatangi bahkan saat ponsel sedang dimatikan. Saat itulah Vita menyadari bahwa Gilang telah berbohong karena ponselnya tidak pernah berada di taman kota. Oleh karena itu, ia meminta izin kepada Arga untuk bertemu Gilang karena ia sudah mengetahui kebenarannya. Vita sengaja tidak langsung memberitahu Arga karena takut suaminya akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya."Kamu masih mau menyangkal juga?" tanya Vita tajam.Gilang menatap balik Vita dengan rahang yang sudah mengeras. "Iya, memang aku yang udah ambil semua uang kamu," jawabnya tajam. Menurut pria itu tak ada
Aku mau ngucapin makasih karena kamu udah nemuin tas aku. Kayaknya kemarin kita belum sempet ngobrol lama,” ucap Vita sembari memberikan senyuman pada Gilang.“Ngga papa kok, lagian waktu itu kan kamu baru aja pulang dari rumah sakit. Santai aja, kaya sama siapa aja,” balas Gilang diakhiri kekehan.Vita menggigit bibir bawahnya pelan, seolah ada yang ingin disampaikan namun merasa ragu.“Ada apa sebenarnya? Ada yang mau kamu obrolin lagi?” tanya Gilang menyadari perempuan di depannya sedang tidak baik-baik saja. Vita menggeleng pelan. “Aku bingung harus cerita sama kamu mulai dari mana,” ucapnya lirih. Tanpa aba-aba Gilang menyentuh tangannya membuat perempuan itu seketika mendelik. Ia terkejut dengan perlakuan pria itu yang terkesan mendadak.“Kamu cerita aja sama aku. Aku mungkin ngga bisa bantu, tapi setidaknya hati kamu bisa sedikit lega,” balas pria itu lembut.Vita menarik tangannya dari genggaman Gilang. Ia merasa tidak enak jika pengunjung lain mengira mereka adalah sepasang







