Rachel masih tak mengira jika dia telah resmi menjadi istri dari pria bertopeng itu. Bahkan sekarang dia telah berada di dalam bangunan mewah milik pria itu-- rumah besar dan megah Kaivan Rafindra Kendall.
"Nona, mari saya antar anda ke kamar anda."Rachel menganggukkan kelapa, tersenyum kaku dengan air muka pias dan kaku. Matanya masih sembab, habis menangis karena berpisah dari keluarganya. Sebenarnya, sebelum ke sini dia memang diizinkan ke rumah sakit untuk menjenguk Mamanya. Rachel sangat sedih. Dia menikah tanpa disaksikan oleh Mamanya.'Ini pernikahan yang penuh dengan keterpaksaan. Dan entah sampai kapan aku harus menjadi istri si Pria bertopeng ini?!' batin Rachel yang sudah berada di depan sebuah pintu hitam klasik."Nona, ini adalah kamar anda. Silahkan masuk."Lagi-lagi Rachel hanya tersenyum kaku. Dia membuka pintu lalu menyeret kopernya masuk ke dalam kamar."Luas sekali kamar ini." Rachel bergumam pelan, dia berkacak pinggang sembari menatap sekeliling kamar.Apa dia dan si pria bertopeng itu satu kamar? Ah, iya. Pria itu tidak satu mobil dengannya tadi. Sekarang Rachel tak tahu pria itu ada di mana.Rachel menarik koper-- berjalan mendekati ranjang. Dia mencoba duduk di atas ranjang. "Empuk banget," gumamnya yang sudah merebahkan tubuh."Aaaaaaa …." Rachel berguling-guling ke setiap sudut ranjang dengan berteriak tak jelas."Kenapa malah aku yang menikah?! Bangsat!" Rachel menggerutu, sudah berdiri di atas ranjang sembari melompat-lompat; dengan dia yang masih mengenakan gaun pernikahan. "Aku harusnya ke kampus tadi, bimbingan dengan si dosen luknat itu. Andai aku nggak masuk keruangan itu, mungkin aku sekarang masih di rumah. Huaaaa …."Dari yang melompat-lompat di ranjang, kini Rachel mengeluarkan gerakan-gerakan karate yang tak jelas. Mix dengan gerakan ultraman juga."Mana suaminya bukan orang lagi," geram Rachel yang masih terus melancarkan aksi-aksi karate-nya. Tanpa sadar jika pria yang telah sah menikahinya sudah ada di kamar ini-- tengah menyender di dinding sebelah pintu sembari menatap datar ke arah Rachel yang tengah mengacak-acak ranjangnya."Bagus!" gumamnya pelan dengan terus memperhatikan Rachel.Sedangkan Rachel, dia masih terus mengoceh-- meluapkan ketidak terimaannya pada nasibnya saat ini dan juga rasa ketidak berdayaannya. "Dua bulan lagi aku sudah dua puluh tiga tahun. Skripsi nggak kelar-kelar malah sekarang nekad nikah. Beban seperti ku bisa apa?! Cik, coba saja aku seperti di novel-novel, usia dua puluh tahun udah jadi CEO. Biaya berobat Mama tidak akan terancam begini. Lagian siapa sih si Kaivan Kaivan itu?! Beraninya dia mengancam keluargaku! Sialan banget orang itu. Sok pake topeng segala. Dikira keren apa dia begitu?! Prett … kalau wajahnya jelek yah jelek. Tidak usah ditutup-tutupi. Takut nggak laku?! Beast saja yang bukan wujud manusia bisa laku, apalagi dia yang masih dalam wujud manusia. Ngapain maksa-maksa anak orang nikah! Itu lagi si Melisa. Ngapain dia pake acara hamil segala. Kan aku yang kena batunya."Rachel terus menggerutu dan terus melompat-- kadang-kadang kembali mengeluarkan jurus Ultraman juga. Hingga tiba-tiba suara dingin mengalun dan menggema, membuat tubuh Rachel membeku dengan wajah pucat pias."Jadi kau belum mengenalku?"***Kaivan tidak langsung ke rumah dengan Rachel. Dia menyuruh supir untuk membawa perempuan yang baru ia nikahi tersebut langsung ke rumahnya sendiri. Sedangkan Kaivan, dia menemui neneknya.Namun karena neneknya tidak ada di kediaman Kendall, Kaivan memutuskan untuk pulang. Cik, terpenting dia sudah menikah dan Kaivan bebas dari perjodohan menyebalkan itu."Kita langsung ke rumah, Tuan?" tanya William, kepercayaan sekaligus asisten dari Kaivan.Kaivan hanya menganggukkan kepala. Dia duduk diam sembari memikirkan perempuan yang ia nikahi tadi. Tak menyangka jika dia menikahi wanita yang menurutnya masih dibawah umur. Usia perempuan itu memang dua puluh dua tahun, dan itu sudah masuk dalam usia dewasa. Tetapi bagi Kaivan yang sudah berusia tiga puluh empat tahun, Rachel terlalu sangat muda.Sebenarnya Kaivan adalah pria yang tak ingin mengenal yang namanya wanita dan pernikahan. Dia punya masa lalu yang bisa dikatakan kelam dengan seorang perempuan-- kekasih dan cinta pertamanya. Wanita itu lemah lembut dan begitu baik, dia berjanji selalu bersama Kaivan dan akan mencintai Kaivan dalam bentuk fisik apapun. Hingga sesuatu kecelakaan terjadi pada Kaivan, ketika dia pulang pekerjaan. Dari kecelakaan itu, wajah Kaivan terbakar sebelah pipi kiri.Akan tetapi itu tak masalah bagi Kaivan, toh kekasihnya mencintainya dengan segenap jiwa dan hati. Namun ketika kekasihnya itu menemuinya, perempuan itu langsung mengakhiri hubungan mereka.'Aku tidak mungkin bisa hidup dengan pria berwajah buruk rupa sepertimu. Aku bisa muntah setiap hari, Kaivan. Jadi kita putus!'Itu kata-kata yang tak akan pernah Kaivan lupakan seumur hidupnya. Dia memilih memakai topeng untuk menutupi sebagian wajahnya-- walaupun kini wajahnya sudah bersih dan tidak ada bekas luka sama sekali, Kaivan tetap memilih menutupinya.Dia benci wanita. Makhluk pemandang fisik!Tetapi … dia terpaksa menikah. Pertama, karena tak mau dijodohkan dengan wanita pilihan neneknya. Dan yang kedua demi … sebuah wasiat."Jika Tuan kurang suka dengan Nona Rachel. Saya akan mengurus surat perceraian kalian dan akan mencari wanita lain." William tiba-tiba bersuara."Tidak perlu." Kaivan menjawab datar. "Dia lebih baik daripada sepupunya. Dia tidak mempermasalahkan kenapa aku memakai topeng. Dan lagipula ini batas waktu.""Tuan benar. Waktu Tuan hanya sampai di hari pertama usia Tuan tiga puluh empat tahun.""Humm." Kaivan hanya berdehem.Setelah sampai di rumahnya, dia langsung keluar dari mobil. Dia masuk dalam rumah dan buru-buru ke kamar. Dia ingin memeriksa apakah wanita itu sudah di sini atau belum sampai.Ceklek'Ketika dia masuk, hal yang pertama dia lihat adalah penampakan seorang perempuan yang sedang melompat-lompat di atas ranjangnya.Sedang mengumpatinya. 'Menarik!'Kaivan menutup pintu, menyender di dinding sembari memperhatikan Rachel yang terus mengumpat."Lagian siapa sih si Kaivan Kaivan itu?! Beraninya dia mengancam keluargaku! Sialan banget orang itu. Sok pake topeng segala. Dikira keren apa dia begitu?! Prett … kalau wajahnya jelek yah jelek. Tidak usah ditutup-tutupi. Takut nggak laku?! Beast saja yang bukan wujud manusia bisa laku, apalagi dia yang masih dalam wujud manusia …."Kaivan yang mendengar celutukan bernada geraman itu menaikkan sebelah alis. Unik! Ini pertama kalinya dia mendapat wanita dengan pemikiran aneh seperti ini.'Pemikiran yang absurd.'"Jadi kau belum mengenalku?" ucap Kaivan kemudian ketika perempuan itu berhenti mencerocos.Rachel tiba-tiba terdiam dan menoleh padanya. Satu sudut bibir Kaivan terangkat, membentuk smirk yang memukau sekaligus mengerikan secara bersamaan.Kaivan berjalan ke arah ranjang, otomatis membuat Rachel yang masih berdiri di atas ranjang mundur terus. Pada akhirnya …-Brak'Dia terjatuh dari ranjang."Argkk …." Rachel meringis sakit. Dia mengumpat dalam hati sembari mengelus bokongnya yang terasa berkedut-kedut."Cih."Mendengar decisan remeh, Rachel mendongak-- menatap seorang pria bertopeng setengah dengan wajah ditekuk bercampur takut. 'Ke--kenapa dia di sini? Jangan bilang aku dan dia satu kamar?'Pria itu tiba-tiba membungkuk kemudian meraih lengan Rachel. Dengan sekali tarikan dan sentakan, Rachel sudah berdiri dan berakhir di dada bidang pria itu. Wajahnya menempel di dada bidang pria ini.Rachel buru-buru menjauh dan memilih menunduk malu bercampur takut. Entah kenapa jika di depan pria ini dia gugup luar biasa dan takut. Padahal kalau dibelakang pria ini, Rachel selalu mengatainya."Kenapa kau bersedih menikah denganku?""Loh?""Kenapa kau bersedih menikah denganku?""Loh?" Rachel reflek menoleh kaget pada pria bertopeng di depannya. Dia mengerjabkan mata beberapa kali sembari melogo keheranan. "Itu … harusnya aku yang tanya, Tuan. Kenapa Tuan ini menikahiku? Padahal aku ini kan masih kuliah dan terlalu muda untuk anda. Lagian tampang aku pas-pasan dan …-" Rachel menoleh ke arah dadanya, "rata," lanjutnya dengan mencicit pelan. Kaivan menoleh ke arah dada perempuan itu, kemudian dengan cepat mengalihkan pandangannya ketika Rachel kembali mendongak. Tidak rata. Menonjol dan mungkin pas digenggaman Kaivan. 'Holyshit! Apa yang aku pikirkan?!' Kaivan mengerjab beberapa kali, lalu kembali menatap perempuan yang telah sah menjadi istrinya ini. "Aku menikahimu karena ayahmu punya hutang padaku." Kaivan menjawab tanpa beban. Dia mendudukkan dirinya di pinggir ranjang, bersedekap di dada dengan menatap datar pada Rachel yang masih berdiri. "Jadi aku penebus hutang, Tuan?" tanya Rachel dengan air muka syok dan ta
"Kau bilang apa?" Kaivan tiba-tiba menatap tajam dan tak suka pada Rachel. "Menurutmu apa wanita yang sudah menikah, biaya hidupnya tetap ditanggung oleh ayahnya?"Rachel mengerjab beberapa kali. "Tidak," jawabnya ragu sembari mendongak dan menatap takut-takut pada Kaivan. "Jika begitu, kenapa kau masih mengharap nafkah dari ayahmu? Apa nafkah dariku meragukan?"Rachel kembali menggelengkan kepala. Dia mengerjab beberapa kali. Tatapan Kaivan padanya seperti menuntut penjelasan-- seolah gelengan kepala Rachel tak menjawab apapun bagi Kaivan. "Aku tidak tahu kalau penebus hutang dikasih dan dapat uang."Kaivan menaikkan sebelah alis, menatap Rachel dengan tatapan datar. Dia kemudian memilih berdiri dari tempat ia duduk. Dia tiba-tiba terkekeh pelan-- nadanya cukup meremehkan dan juga menyinggung. "You stupid." Kaivan berkomentar pelan, tetapi kekehannya semakin renyah. Harusnya Rachel tersinggung dan marah karena dikatai bodoh, tetapi yang ada dia malah cengang dan terpesona oleh ke
"Tuan jatuh cinta pandang pertama pada Nona?" Kaivan menatap Hansel, tangan kanannya sekaligus sekretarisnya juga. Pria ini adalah orang yang menyatakan Kaivan untuk menikah dengan salah satu putri Abimanyu. Kebetulan saat itu keluarga Abimanyu punya hutang yang cukup besar pada Kaivan. Jadi karena sudah sangat mendesak dan tidak punya wanita yang bisa ia nikahi, jadilah Hansel menyarankan agar Kaivan menggertak serta mengancam keluarga Abimanyu agar mereka memberikan putri mereka untuk Kaivan nikahi. Putri paling tua yang belum menikah yang dipilih untuk menikah dengannya. Namun, karena tahu Kaivan punya wajah buruk rupa, jadilah wanita itu berusaha menolak menikah dengan Kaivan. Salah satunya dengan berpura-pura hamil. Kaivan tahu itu, tetapi dia tak mempermasalahkannya. Toh, dia mendapatkan ganti yang jauh lebih baik dari Melisa. "Aku tidak jatuh cinta pada perempuan itu. Aku membenci wanita. Mereka makhluk pemandang fisik dan gila-gila harta." Kaivan berucap acuh, sibuk denga
"Tidak jelas sekali. Revisi? Salahnya di mana coba? Cik."Walau mengeluh begitu, Rachel tetap merevisi surat tersebut. Setelahnya dia kembali menemui Kaivan, agar bisa diizinkan keluar. Kali ini dia menemui pria itu di ruang tengah. Kaivan sedang bersantai di sana-- Televisi menyala tetapi pria itu malah fokus pada tablet mahal di tangannya. Hah, karena terhalang topeng jadi Rachel tak bisa melihat bagaimana ekspresi Kaivan. Padahal dia penasaran!"Pak." Rachel memanggil pelan. Ketika Kaivan menoleh padanya, Rachel langsung memberikan surat yang telah ia revisi tersebut pada Kaivan. "I--ini suratnya.""Humm." Kaivan meraih surat tersebut, tetapi malah meletakkannya begitu saja di atas meja. Dia juga mematikan tablet mahalnya dan meletakkannya di atas surat tersebut--menutupi surat tersebut dari penglihatan siapapun. Setelah itu dia berdiri dan langsung menarik Rachel dari sana. "Tuan--Pak … bagaimana dengan surat dan aku--aku ingin keluar dengan …-" Rachel terbata-bata, jalannya ter
"Wanita kucel ini … siapa, Kaivan?" Parah Kendall, nenek dari Kaivan tersebut berucap dengan nada dingin sembari menatap Rachel dari ujung kepala hingga ujung kaki. Decakan tak suka beberapa kali terlontar dari mulutnya-- menyinggung perasan Rachel dan juga membuat Rachel cukup tak nyaman juga. Hah, apa yang Rachel takutkan terjadi juga. Keluarga suaminya tak menyukainya. "Rachel Queenza Kendall, istriku." Kaivan menjawab, suaranya lebih dingin dari Parah dan aura mengerikan juga menguar dari tubuhnya. "Jelek sekali!" sarkas Parah dengan terus melayangkan tatapan tak suka pada Rachel. Ucapannya tersebut mengundang gelak tawa bagi anak-cucunya yang memang berkumpul untuk menyambut Kaivan. Percayalah, itu sangat menyakitkan bagi Rachel. Seumur hidup ini pertama kalinya Rachel diperlakukan tak layak--dihina-hina. Dia malu dan sakit hati sekali. "Diam!" Suara bentakan Kaivan mengalun kuat, semua orang di sana langsung diam dan seketika juga suasana menjadi horor dan hening. Bukan h
Bug'Tiba-tiba Kaivan mendadak berhenti melangkah, Rachel yang kurang fokus-- berjalan lotoy dibelakang Kaivan, pada akhirnya menabrak punggung lebar Kaivan. "Auuu …." Rachel memekik sakit, mengusap kasar keningnya sendiri sembari menatap penuh tanda tanya pada Kaivan yang tiba-tiba berhenti melangkah -- sekarang malah menatap Rachel dengan tajam, entah maksud pria ini apa. "Pertama, berhenti memanggilku Abang. Kedua, jadi menurutmu suami istri itu tidur berpisah, heh?" Karena takut dengan aura pria dingin di depannya ini, Rachel reflek meneguk saliva dengan susah payah dan bergerak mundur beberapa langkah untuk memberi jarak dengan Kaivan yang punya tatapan membunuh ini. Astaga, Rachel merasa tatapan Kaivan ini seperti pedang yang siap mencincang halus tubuh Rachel. Menakutkan!"Ba--baik, Bang Kai." "Kau--" Kaivan mengatupkan rahang sembari menatap semakin tajam ke arah Rachel. Sedangkan Rachel, dia menutup mulut -- matanya membulat horor dengan air muka panik luar biasa. Dia t
"Ini uang untukmu dan jika ada keperluan lain kau bisa menggunakan kartu ini. Simpan dengan baik dan manfaatkan dengan baik juga." Kaivan memberikan sejumlah uang pada Rachel, menyodorkan tangannya kemudian saat Rachel telah mengambil uang tersebut. Rachel meraih tangan suaminya, menyalimnya dan mencium punggung tangannya juga. Dia tersenyum manis sembari dengan bayang-bayang makanan dalam kepalanya. Uuu … uangnya banyak sekali dan dia bisa poya-poya di kantin fakultasnya. "Langsung pulang ke rumah kita. Jangan kemari," peringat Kaivan -- Rachel menganggukkan kepala. "Siap, Bang -- Mas Kaivan ma-maksudku," jawab Rachel dengan terburu-buru meralat panggilannya pada suaminya ini. Piyuuhhh … hampir saja dia memanggil suaminya dengan Bang Kai lagi. Hampir! Kaivan hanya menatap datar pada istrinya, setelah itu dia beranjak dari sana tanpa mengatakan apapun lagi. Dia diikuti oleh William dan juga Hansel yang sudah seperti pengawal pribadinya. Namun, bisa dikatakan juga begitu karena sel
Rachel kini di kampus. Namun sebelum ke kampus tadi, Rachel meminta Hansel yang menjemputnya mengantarnya ke grosir pakaian -- milik keluarganya. Rachel mengambil beberapa baju kaos dan kemeja lalu membawanya ke kampus. Seperti biasa, jika Rachel kekurangan uang dari ayahnya, dulu, Rachel akan mencuri beberapa pakaian di grosir kemudian menjualnya pada teman-temannya dengan harga dua kali lipat. Cih, Rachel jual murah? No. Rachel mah mata duitan. Sebenarnya dia bisa meminta uang pada ayahnya atau pamannya, namun dia segan karena dia sudah bersuami. Dia juga tadi berniat meminjam uang pada Hansel, tapi harga diri suaminya … ah, memalukan. Dia masih punya uang. Hanya saja tertinggal di rumah Kaivan. Dan … itu jauh, bisa-bisa Rachel yang masih harus ke kang Poto copy dulu, terlambat menemui dosennya. "Anjing! Revisi lagi. Biadap memang dosen itu!" umpat Rachel sembari berjalan di koridor kampus. Dia telah selesai bimbingan dan dia revisi lagi. "Anying!! Argkkkk … sial sial sial! Diba