Namun, baru beberapa langkah, Alif yang dipapah ibunya tak lagi bisa menahan tubuhnya sendiri hingga ambruk ke lantai. Saat itulah, ibunya histeris.“Alif! Kamu kenapa?! Tolong!” teriak umi.Meski dia ibunya, wanita tua itu tak mampu menggendong tubuh sang putra yang memiliki tinggi dan berat badan jauh melampui dirinya sendiri, sehingga butuh pertolongan orang lain. “Tolong!” Di teriakan ke dua permintaan tolongnya, tak juga ada yang mendengar. Begitu juga yang ke tiga. Umi Alif sadar, memang tak mungkin anak –anak Alif yang masih kecil akan bangun dari tidur dan menolong mereka. Dan para tetangga yang rumah mereka berada dekat dengan rumhanya, belum tentu mendengar. Apalagi larut malam begini di saat semua orang seharusnya sudah terlelap di atas pembaringan. Belum lagi rumor buruk yang muncul tentang hantu di keluarga ini, bisa –bisa mereka menganggap suara permintaan tolongnya hanya dianggap angin lalu yang menakutkan untuk mereka. Bisa jadi setelah mendengar suara ibu tua itu m
“Apa dia istrimu, Mas? Ini suster yang tadi menyusui anak kamu!” ucapnya dengan mata melotot. Seketika Maya merinding. Belum apa –apa, tapi almarhumah istri dari pria yang dicintainya sudah menampakkan wujud padanya seolah –olah ingin memberinya peringatan. “Apa?” Affan terkejut. Dugaannya benar. Bahwa Sarah yang tadi muncul di ruang inkubator. Tapi, kenapa cuma Maya yang melihatnya?“Dia siapa, Mas?” tanya Tomy yang mulai tertarik begitu Maya menanyakan tentang kakaknya Sarah, yang tak lain adalah istri dari Affan. “Teman, Tom.” Affan menyahut singkat. Tak ingin Tomy berpikir macam –macam mengenai hubungan Affan dengan wanita dari masa lalu itu. Ia kemudian kembali fokus ke Maya. “Pergilah, May. Sekarang kamu tahu kan, bahwa tak seharusnya kamu tak dekat –dekat dengan kehidupanku lagi. Hubungan kita sudah berakhir.”“Hah?” Tomy melebarkan mata saat menyimak ucapan Affan yang ditujukan ke pada wanita cantik dan asing baginya itu. Katanya hanya teman, tapi kenapa cara bicara kakak ip
“Petugas sudah datang, Tom?” tanya Affan yang mempertanyakan kelanjutannya meminta jenazah dibawa pulang malam ini juga.“Ah, ya, Mas. Makanya tadi aku nyari, Mas Affan,” sahut Tomy.Dia diminta bapaknya mencari keberadaan suami Sarah. Saat itulah ia berjalan sambil melihat –lihat untuk melihat hasil jepretannya. Dan menemukan foto –foto aneh yang mirip penampakan seorang wanita tengah berjalan menjauh meninggalkan ranjang Kakaknya. Itu sebabnya ia pun terkejut dan ingin menunjukkannya pada Affan.Siapa sangka niatnya mengejutkan malah dikejutkan oleh keberadaan seorang wanita cantik bersama Affan. Padahal dia belum sehari ditinggal mati istrinya –Sarah yang tak lain adalah kakak Tomy sendiri. Lebih dari itu, obrolan mereka yang mengatakan telah melihat Sarah menyusui anaknya di inkubator. Membayangkannya saja Tomy ngeri. Ia terus dibuat merinding hari ini.Kini langkah mereka sudah sejajar, karena Tomy sengaja mempercepat langkah untuk mengejar Affan.Begitu sampai di ruang mayat, Af
Maya lega, akhirnya Angel kembali tidur dalam pelukan sang nenek. Diperhatikan wajah kecil putrinya yang terlihat tenang, juga wajah tua yang dipenuhi keriput milik ibunya. Wanita yang terlihat begitu lelah, karena seluruh waktunya dicurahkan untuk mengurus anak berusia empat tahun itu.Kalau saja ibunya adalah wanita egois yang memikirkan kesenangan sendiri dan tak peduli pada Maya apa lagi cucunya, Maya pasti tidak akan mendengarkan ucapannya sejak lama. Juga ucapn –ucapan toxic tentang Affan hingga pikiran buruk mengenai pria itu terus bertumbuh dalam otak yang kemudian mempengaruhi hatinya.Jika waktu bisa diputar, mungkin ... Maya akan menjelaskan baik –baik pada ibunya bahwa ia sangat mencintai Affan, bahkan setelah ia membenci kemiskinan pemuda itu dan mencampakkannya dengan kejam. Namun, apa daya ... ucapan ibunya seperti racun dan obat yang membius. Pandangan kebahagiaan Maya telah berubah, mengubah cinta menjadi keserakahan untuk hidup dalam kemewahan.Dan pada akhirnya ia m
“Sarah ... tunggulah, sebentar. Aku akan menyusulmu nanti.” Suara itu terdengar parau. Dan pelan sekali, karena bahkan dia tak ingin dianggap gila karena bicara dengan mayat oleh dua petugas yang duduk di depan.‘Aku tidak tahu bagaimana menjalani hari hariku nanti tanpamu Sarah. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan ke anak kita, bahwa aku adalah suami yang bodoh dan membiarkanmu pergi sendiri dalam keadaan marah pula. Aku bahkan tak sempat minta maaf, Sarah.’Pria itu menyesali setiap moment di akhir kisah mereka. Kenapa harus moment menyedihkan dan menyesakkan dada yang menjadi akhir dari semuanya. Affan tak ingin berpisah dengan cara seperti ini. Meski ia dibangunkan oleh penampakan Sarah, dan meminta maaf tetap saja itu tak cukup. Dia bahkan tak 100 persen yakin kalau memang itu adalah istrinya. Ini adalah perpisahan terberat di hari yang paling berat di dalam hidup Affan, bahkan kejadian buruk di masa lalu saat diusir keluarganya atau pun perpisahannya dengan Maya tak seujung k
Joko menatap tubuh yang kini sudah mandikan dan dikafani dengan rapi. Hanya tiggal beberapa menit, setelah ambulan siap jenazah Sarah akan disholatkan dulu di Masjid. Ia melihat bagaimana sedihnya ekspresi suami almarhumah. Meski wajah itu tersenyum, kentara bahwa hati Affan tengah dipenuhi beratnya beban duka.Ia merasa lega, akhirnya Affan mengambil uang yang dititipkannya lewar ustaz Alif, itu kenapa jenazah Sarah bisa ada di hadapan mereka sekarang. ‘Tak salah aku memilih ustaz Alif, pria itu pandai beretorika dan mempengaruhi lawan bicaranya. Semua akan berjalan lancar seperti harapan.’Saat Affan celingukan mencari sosok seseorang, Pak Joko pun sama. Pria itu mengikuti apa yang dilakukan Affan, mencari tahu siapa sebenarnya yang pemuda itu cari.‘Siapa yang tidak ada di sini?’ batin pria paling kaya di kampung itu.Saat melihat Abah Bisri, barulah Pak Joko sadar, kalau keponakan orang alim itu tidak ada di sana. Awalnya Joko tidak begitu mempedulikan. Mungkin ustaz Alif sedang m
“Ini bukan tanda baik,” ucap seorang pria tua, yang membuat Ucup dan Hasan yang mendengarnya bergidik.Pria sepuh itu menghela napas berat. Dia sudah lama hidup, setiap kali hujan turun saat mayat dikuburkan, liang menjadi banjir dan dipenuhi air. Bumi seolah menolak memeluk tubuh manusia yang telah mati hari itu. Entah karena dosanya atau suatu tanda belum waktunya dia meninggal.“Apa yang Bapak katakan?” Suara Abah Bisri menyela ucapan menakutkan orang tua itu. Mendengar ada yang nyeletuk di sampingnya, pria tua itu pun menoleh. Begitu juga Hasan dan Ucup di sampingnya.“Abah?” ceplos Ucup.“Hem, bahkan ketika para ulama meninggal, hujan gerimis turun. Seolah langit yang biasa bertasbih ke pada Allah tengah berduka karena kematiannya.” Abah Bisri menepuk bahu pemuda itu, lalu mendongak menatap langit yang muram. Seperti wajah kesedihan yang meneteskan air matanya dalam diam. Tanpa raungan dan gemuruh petir menyambar –nyambar dan menakutkan.Mendengar ucapan pria yang dikenal bijak i
“Ruqyah?” Abah Bisri bertanya.“Apa ini ada kaitannya dengan kematian Mbak Sarah?” cecar Pak RT.“Em itu, saya tidak yakin.”“Lalu apa hubungannya dengan Bapak memberi amlop berisi uang untuk Mas Affan? Bapak juga menghilang.”Joko mengangguk. “Benar. Tapi saya tidak yakin saya diruqyah karena ada kaitannya dengan Mbak Sarah. Tapi sekarang sudah aman kata kiai yang meruqyah.”“Apa ini pertama kalinya?” tanya Pak RT.“Sebenarnya tidak, Pak. Saya sudah langganan. Perlu proses panjang mengeluarkan jin kiriman di tubuh saya.”“Siapa yang mengirim? Bapak tahu?” tanya Abah.Pak RT menggeleng ragu. Meski ia dan istri sudah menduga –duganya, tapi tidak berani mengungkap ke orang lain sebelum menemukan bukti.Pak Bisri dan Pak RT saling pandang. Mereka baru tahu jika orang tua itu ternyata bolak balik ke seorang kiai di pesantren guna melepaskan sihir di tubuhnya. Itu artinya dugaan mereka salah, kalau Pak Joko lah dalang sihir di kampung ini. Padahal, hawa di tempat tinggal pria kaya itu meny