Share

3. Di Antara Dua Pilihan

Di dalam sebuah dapur restoran, seorang pria berusia 28 tahun sedang memasak pesanan yang datang dari pelanggannya. Ia dibantu dengan beberapa asisten koki yang memang bekerja di restorannya sendiri. Daksa Shaka Prawara namanya, seorang pria tampan dengan senyuman lembut dan sopan itu menjadi koki utama di restorannya sendiri. Kuliah kedokteran selama 4 tahun dan Pendidikan Profesi Dokter ia korbankan dan lebih memilih untuk membuka restoran hanya karena sebuah alasan yang sederhana; ia merasa takjup dengan peran utama pria yang memulai usaha kuliner di dalam drama Korea yang digemari adik perempuannya.

“Pak, hari ini pelanggan banyak banget. Apa nggak sebaiknya Pak Daksa pulang duluan dan serahin semuanya sama kita?”

Daksa yang sedang fokus menata hidangan di piring melirik sekilas pada salah satu asisten kokinya, ia tersenyum tipis. “Udah saya bilang, nggak usah panggil pakai ‘pak’ segala, umur saya bahkan nggak setua itu.”

Salah satu asisten kokinya yang bernama Rizal itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Usia Daksa memang hanya berbeda 5 tahun darinya. Namun sebagai orang yang bekerja langsung dengan pemilik restoran, Rizal tidak terbiasa memanggilnya dengan sebutan ‘bang’ seperti yang Daksa inginkan.

“Iya, maksud saya Bang Daksa sebaiknya pulang duluan. Karena semakin malam, pelanggan malah semakin banyak.” akhirnya Rizal mengganti panggilan untuk atasannya.

“Rizal,” Daksa menghentikan aktivitasnya menata makanan di piring, ia menghadapkan tubuhnya tepat pada asisten kokinya. “Ini restoran saya, sebaiknya kamu nggak lupa.” Setelahnya Daksa tersenyum, kemudian melanjutkan kegiatannya.

Rizal hanya bisa mengangguk saja, tidak berani membatah lagi jika Daksa sudah berkata seperti itu. Mereka kembali fokus dengan pekerjaan masing-masing. Rizal mendapat tinjuan pelan dari rekan sesama asisten koki, sebagai teguran bahwa sebaiknya ia tidak mengatakan hal seperti itu lagi pada atasannya sendiri.

Selesai menata piring dan meletakannya berjejer di meja tunggu—agar pelayan restorannya bisa langsung mengantarkan makanan pada pelanggan, telepon Daksa yang berada di dalam kantong apronnya bergetar.

Daksa melihat nama sang penelepon, kemudian ia tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. Ia pamit sebentar pada asisten kokinya untuk mengangkat telepon.

“Ada apa?”                                           

“Gue udah bikinin lo akun Vinder. Nanti tinggal lo pake aja. Username dan passwordnya udah gue kirimin lewat chat. Inget ya, pastiin lo beneran pake itu akun!”

“Di tengah jam sibuknya restoran, seorang Eros Chariton malah nelepon cuma buat ngasih kabar itu?” suara Daksa memang tidak terdengar kesal sama sekali, tetapi teman di seberang teleponnya sadar kalau kalimat tersebut berupa sarkasme.

“Hei, kawan. Udah gue bilang ‘kan, kalau gue nggak mau nyari jodoh sendirian.”

“Iya-iya, terserah. Gue banyak kerjaan. Nanti gue cek.”

“Jangan sampe lupa, bro!”

“Bawel lo, kayak bokap gue.”

Daksa bisa mendengar suara tawa Eros dari seberang telepon. Pria itu sekali lagi menggeleng, kemudian mematikan sambungan telepon. Setelah itu, Daksa meletakan ponselnya di dalam tas. Tidak ingin pekerjaannya diganggu untuk kedua kali.

***

Sementara itu di tempat lain dalam waktu bersamaan, Eros masih tertawa tanpa dosa, bahkan sampai Daksa sudah mematikan sambungan pun, Eros tersenyum puas. Pria berusia 29 tahun itu memang senang sekali membuat teman—atau lebih tepatnya adik tingkat satu kampusnya dulu, merasa kesal.

“Sobat jombloku, tenang saja. Kau akan segera mendapatkan pasangan, hohoho.”

Kemudian Eros meletakan ponselnya, dan memutuskan untuk mandi—karena dirinya sendiri pun baru pulang dari rumah sakit setelah menyelesaikan jadwal operasi yang padat hari itu.

Selesai mandi malam dan berpakaian yang memakan waktu 25 menit, Eros merebahkan tubuhnya di kasur empuk kamarnya. Rambut basahnya sudah ia keringkan sehingga tidak perlu khawatir akan menempel pada bantal berseprai putih miliknya.

Eros kemudian membuka kembali aplikasi Vinder, dan dengan isengnya ia melihat-lihat profil wanita-wanita yang mungkin saja cocok dengannya. Mata Eros menemukan satu profil yang menampilkan wajah manis seorang wanita dengan gaya sederhana dan rambut berwarna coklat terang. Eros tersenyum senang ketika melihat deskripsi tipe ideal yang tertera.

“Bukan pencemburu, tidak protektif, pintar masak, dan punya pekerjaan yang layak, ya?” Eros menyeringai. “Ini sih gue banget!” katanya dengan semangat, “Eh, tapi gue nggak bisa masak. Hm, nggak masalah kali ya? Yang penting tiga kriteria ini cocok sama gue.” setelah bermonolog dengan dirinya sendiri, Eros menggeser layar ke kanan untuk profil wanita yang dilihatnya. Ketika tulisan match muncul, Eros terlonjak kaget.

“Natya Lavani … boleh juga. Gue chat dulu kali ya.”

***

Esok hari datang. Natya bersiap berangkat ke kantornya setelah memasak sarapan untuk neneknya dan juga adiknya. Ia juga merapikan rumah yang sedikit berantakan setelah subuh tadi. Natya memastikan barang-barang yang diperlukannya tidak tertinggal. Ia hendak memasukan ponsel ke dalam tas, namun gerakannya terhenti karena teringat dengan notifikasi yang didapatkannya kemarin.

“Ah iya, gue belum bales chat orang itu.” gumamnya. “Nanti aja deh balik kerja.” Kemudian Natya memesan ojek online dan segera berangkat ke kantornya setelah ojek pesanannya tiba.

***

Natya mematikan komputer kantornya setelah menyelesaikan semua pekerjaan. Hari ini kebetulan naskan yang harus dikoreksi tidak sebanyak hari-hari sebelumnya. Natya bersenandung pelan sambil merapikan barang-barangnya.

“Lagi seneng. Nat?” Beno yang kebetulan melewati mejanya, bertanya.

“Lumayan. Karena kerjaan nggak sebanyak kemarin-kemarin. Gue bisa lebih santai koreksi naskahnya.” jawab Natya dengan senyuman.

Beno mengangguk. “Berarti aman ya setelah ketemu Bu Retno kemarin?”

Seperti ada kilat petir menyambar, senyuman di wajah Natya pupus seketika. “Yah, Beno! Kenapa diingetin segala sih!”

Beno tertawa pelan. “Maaf-maaf, nggak maksud. Cuma niat make sure aja. Ternyata nggak aman, toh.” lelaki itu bersandar di sisi meja kerja Natya sambil bersedekap.

“Kapan sih gue aman setelah keluar dari ruangannya Bu Retno?” cibir Natya pelan, sambil melirik kanan-kiri karena takut ada yang mendengar.

“Sabar ya, Nat. Semoga gaji lo naik karena ini.” Beno berkata tulus, lelaki itu menepuk puncak kepala Natya dua kali.

“Semoga, ya.” ulang Natya.

“Balik kerja, lo ada acara?” tanya Beno.

“Itu dia, gue harus tanya sama temen gue dulu.”

“Berarti belum pasti, ‘kan?”

Natya bangkit dari duduknya, Beno bersiap mengikuti.

“Iya. Emangnya kenapa, Ben?”

Natya dan Beno berjalan bersamaan menuju lift.

“Makan di luar, yuk?” ajak Beno.

Natya tersenyum curiga, matanya menyipit. “Jadi ceritanya lo ngajak gue nge-date?”

Natya dan Beno sampai di depan lift. Beno menekan tombol turun, dan mereka menunggu sampai lift terbuka.

“Nggak bisa dibilang nge-date juga, sih. Cuma makan aja.” Beno mengusap tengkuknya pelan. Mendadak merasa canggung di sebelah Natya.

Lift terbuka. Terlihat seorang pria dewasa di dalam lift dengan kemeja putih tulang dan celana bahan berwarna biru dongker sedang menenteng jas berwarna senada dengan celananya. Mata Natya bertemu dengan matanya beberapa detik, ia merasa familier dengan wajah orang itu. Kemudian tubuh Natya bergerak ke samping ketika sadar Beno merangkulnya sebentar untuk menggeser tubuhnya—memberikan jalan pada pria itu agar bisa keluar lift.

Setelah pria itu keluar, Natya dan Beno barulah berjalan masuk ke dalam lift. Untuk sesaat, Natya merasa terpaku ketika bertatapan mata dengan pria tadi. Entah apa yang terlintas di dalam pikirannya, tetapi kesadarannya sempat hilang sepersekian detik. Lift pun mulai turun ke lantai dasar.

“Nat?” Beno menepuk bahunya.

“Eh, iya.”

“Lo bengong? Mikirin ajakan gue tadi, ya? Lo keberatan? Kalau keberatan, mungkin kita bisa makan di luar lain kali aja.” Beno menyerbu dengan beberapa pertanyaan.

“Nggak, bukan gitu. Gue cuma nggak fokus aja tadi.” Natya menjeda. “Buat makan di luar mungkin lain kali ya, Ben. Tapi gue bukannya keberatan, kok. Gue cuma harus ketemu sama temen gue dulu.” Natya berusaha menjelaskan agar Beno tidak merasa bersalah.

Lelaki itu mengagguk. “Oke kalau gitu.”

Natya diam-diam menghela napas lega. Kemudian lift terbuka, mereka berjalan keluar. Keduanya bersamaan melangkah menuju lobi. Ponsel Natya berbunyi tanda pesan masuk. Natya mengecek notifikasinya, kemudian langkahnya terhenti.

“Kenapa, Nat?” Beno di sebelahnya ikut berhenti.

Natya mendongak. “Hah? Oh, nggak.”

Beno terlihat penasaran, namun hanya megangguk. Kemudian mereka lanjut berjalan. Sampai di lobi, Natya bisa melihat Nita yang duduk di atas motornya.

“Lama banget sih lo turunnya.” Nita langsung memberikan omelan begitu Natya sampai di sebelahnya. Kemudian ia melirik. “Eh, Beno.”

“Hai, Nit,” Beno balas menyapa. Kemudian lelaki itu menoleh pada Natya. “Nat, kalau gitu gue balik duluan ya.”

“Eh, iya. Sekali lagi sorry ya, Ben. Mungkin lain kali.”

“Gampang.”

Beno berlalu setelah melambai dan berpamitan pada Natya dan Nita. Dua wanita itu melihat kepergian Beno sampai tubuhnya menghilang di belokan parkiran.

“Apanya yang lain kali?” tanya Nita langsung.

Natya menghela napas pelan. “Nit, gue match sama orang semalem.” mengabaikan pertanyaan perama Nita.

“OH YA? BAGUS DONG!” Nita memekik sampai motornya sedikit goyang.

“Dia langsung ngajak gue ketemu hari ini, di salah satu restoran nggak jauh dari sini. Barusan gue dapet notifnya. Terus Beno tadi ngajak gue makan di luar, cuma gue tolak secara halus.” Natya menjelaskan.

“Wah, jadi lo diajak makan sama dua cowok?”

Natya mengangguk. “Gue nolak Beno karena gue tahu kalau Indah suka sama Beno. Makanya gue diem-diem menghindar terus dari dia sebisa mungkin.”

“Berarti lo bakal terima ajakan cowok Vinder itu, ‘kan?” wajah Nita menampilkan senyum yang begitu lebar, bahkan matanya ikut menyipit.

“Ya … harus, ‘kan?” ucap Natya pelan.

“Harus dong! Ayok cepet, gue yang bakal anter lo ke restoran itu.” Nita langsung menyalakan mesin motornya.

“Se-sekarang banget?”

“Iya, ayok naik!”

Natya tidak punya pilihan lain. Ia memakai helm yang diberikan Nita, dan langsung naik ke atas motor metik sahabatnya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status