Dijebak oleh seorang pria yang terobsesi dengannya, membuat Naraya hampir kehilangan kesuciannya, hingga dirinya bertemu dengan Kalandra—saudara angkatnya yang sudah lama terpisah darinya. Mungkinkah Naraya melakukan one night stand dengan Kalandra karena sedang terpengaruh obat? Hingga Kenan—adik sepupu Kalandra, juga hadir di kehidupan Naraya karena menyukai gadis itu. Lantas, bagaimana kisah percintaan ketiganya? Semua begitu rumit untuk Naraya saat, masa lalu kembali hadir dalam hidupnya.
Lihat lebih banyak"Jika dia tidak kembali, aku akan mencarinya meski ke ujung dunia sekalipun."
***
Rabu, pukul 06:15 pagi.
'Malam tak selamanya kelam, siang tak selamanya terang. Pada kenyataannya semua hanya angan, saat nasib tak mau berpihak dan memisahkan hati yang hampir terikat.'
Sulur surya merayap menembus jendela hingga menyilaukan mata, menggoda insan yang masih terlelap. Kelopak dengan bulu mata lentik itu bergerak, terganggu dengan sang surya yang seakan enggan membiarkannya tidur.
Hingga pemilik bulu mata lentik itu membuka mata lebar, teringat dengan kejadian sebelum dirinya merasa jatuh dalam mimpi.
"Tunggu! Di mana aku?" Seorang gadis berambut panjang dengan wajah manis dan bulu mata lentik itu bertanya-tanya dalam hati.
Ia berbaring dengan posisi miring, tatapannya hanya melihat jendela yang tak tertutup gorden. Sampai ia menengok ke tubuh, di mana pakaian yang dikenakan semalam sudah berubah menjadi bathrobe berwarna hitam. Ia panik dan langsung menutup mulut.
"Tunggu, aku ada di hotel, tapi kamar siapa?" Gadis itu bertanya-tanya lagi.
Hingga ia memberanikan diri menggeser posisi berbaring, dengan perlahan ingin melihat apa ada orang lain yang bersamanya. Gadis itu semakin panik dan syok, terlebih ketika melihat seseorang berada dalam satu ranjang dengannya. Ia menatap punggung yang berbalut kaus putih tipis, seorang pria berada satu ranjang dengannya.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi?" Gadis itu terus bertanya-tanya dalam hati, karena tak mengingat sama sekali apa yang terjadi sebelumnya.
Gadis itu sangat ketakutan, hingga memilih turun dari ranjang secara perlahan agar pria yang masih terlelap itu tak terbangun. Ia kebingungan karena pakaiannya tidak ada di kamar itu, tidak mungkin baginya keluar dari sana dengan hanya memakai sebuah bathrobe.
Gadis itu mencoba masuk ke kamar mandi, sampai melihat pakaiannya yang tergantung di kamar mandi tapi setengah basah.
"Basah, basahlah. Daripada aku pakai bathrobe," gumamnya.
Ia pun nekat memakai pakaian yang merupakan seragam kerjanya di hotel itu, sebelum kemudian mengendap keluar dari kamar itu selagi pemilik kamar yang entah siapa dan seperti apa tampangnya masih tertidur pulas, ia tak berkeinginan mencari tahu atau melihat sekilas wajah pria itu.
Begitu keluar dari kamar itu. Gadis itu berlari menyusuri koridor untuk segera pergi dari sana.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi? Kenapa nasib buruk selalu menimpaku." Gadis itu mengeluh dalam hati.
***
"Apa Semalam Nara tidak pulang?" tanya seorang wanita berumur hampir lima puluh tahun, kepada gadis yang duduk di hadapannya.
"Entah, memangnya aku penjaganya yang harus tahu ke mana dia atau kapan dia pulang!" ketus gadis bernama Nayla dengan air muka tak senang karena ditanya soal kakak sekandung beda ayah.
"Nay, dia itu kakakmu, kenapa kamu bicara seperti itu?" tanya wanita paruh baya itu.
Nayla meletakkan sendok dengan kasar ke meja, menatap ibunya dengan perasaan kesal. Merasa hidupnya sial karena memiliki ibu yang cacat dan tidak bisa bekerja untuk memberinya uang, kemudian harus sering dibandingkan dengan kakak sekandung yang selalu dibenci olehnya.
"Kalau Ibu cemas, kenapa tidak ikat saja dia di rumah? Bukankah Ibu memang melakukannya secara tak langsung! Lantas kenapa sekarang pura-pura mencemaskan, sedangkan Ibu sadar jika sudah membelenggunya!" Nayla mengungkap rasa kesalnya.
Seorang gadis terlihat berdiri di depan pintu yang sudah usang dengan cat mengelupas. Ia adalah gadis yang terbangun di sebuah kamar hotel bersama seorang pria. Naraya harus memiliki kesabaran ekstra menghadapi adik yang tak menyukainya, serta ibu yang kini hanya bisa mengandalkan dirinya.
Naraya menarik napas panjang, sebelum kemudian mengembuskan perlahan dan membuka pintu perlahan.
"Aku pulang!" Naraya melepas sepatu dan memberi salam, sebelum kemudian masuk ke rumah yang ditinggalinya selama beberapa tahun ini bersama Ibu dan adiknya.
"Tuh pulang! Kenapa harus dicemaskan!" Nayla melirik Naraya yang baru saja masuk.
Rumah mereka yang kecil, membuat ruang makan, dapur, dan ruang tamu menjadi satu. Sedangkan di sana hanya ada dua kamar berukuran kecil dengan satu kamar mandi.
"Kok baru pulang, Ra?" tanya Ibu.
"Lembur," jawab gadis itu singkat. Ikut duduk di meja makan dan ingin makan karena perutnya keroncongan sejak semalam.
"Wah, enak ya. Pulang-pulang tinggal makan!" cibir Nayla, memicingkan mata ke arah Naraya.
Naraya sudah mengambil sepotong roti dan ingin memasukkan ke mulut, tapi kemudian memilih meletakkann kembali ke piring.
"Aku ingin mandi dulu." Naraya kembali berdiri dan masuk ke kamar yang ditempatinya bersama sang ibu.
"Mandi jangan boros air, ingat bayar air mahal!" Nayla berteriak keras ketika melihat Naraya masuk ke kamar.
Ibu melotot mendengar ucapan Nayla, tak mengerti kenapa putrinya itu sangat membenci Naraya.
"Kamu kenapa ngomong begitu sama Nara? Kasihan dia baru pulang kerja," lirih Ibu.
"Kasihan apanya? Kalau bukan karena dia, Ibu tidak akan cacat! Kenapa dulu Ibu harus membawanya? Bukankah dia sudah hidup enak, kenapa dia harus membawa kesialan untuk kita!" Nayla terlihat begitu marah saat mengetahui ibu mereka selalu membela Naraya.
Gadis berumur dua puluh tiga tahun itu lantas berdiri dan menyambar tas, memilih pergi dari rumah itu ketika Naraya berada di rumah.
Ibu hanya bisa memegangi kening, keputusannya sepuluh tahun lalu memang membawa perubahan besar untuknya.
Di dalam kamar. Naraya berdiri seraya menyandarkan punggung di daun pintu yang tertutup, gadis itu menahan air mata agar tak luruh. Meratap sekarang pun tak ada guna, karena sejak awal semua pilihan memang dia yang memutuskan.
“Aku mau gendong bayinya.” Amanda yang baru saja datang, mengambil alih bayi yang berada di gendongan Nayla.“Dia tampan sekali,” ujar Amanda saat menggendong bayi itu.“Cantik, dia itu cewek.” Nayla meralat karena yang digendong Amanda adalah Abigail.Amanda terlihat bingung, bukankah Naraya bilang hamil anak kembar laki-laki, kenapa jadi perempuan.“Jadi, anak kembarnya Na itu sebenarnya cewek dan cowok.” Nayla kembali menjelaskan.“Wah … ternyata mereka sepasang,” gumam Amanda penuh pengaguman.Naraya sudah bisa duduk, Kalandra menemaninya dengan duduk di ranjang samping Naraya dan jemarin mereka saling bertautan.Ayres dikuasi Milea dan Evangeline karena bayi laki-laki itu sangat menggemaskan.“Man, kamu juga cepetan hamil ya, ga usah nunda-nunda apalagi pakai kontrasepsi. Mama ‘kan juga mau punya cucu seperti ini,” ucap Milea yang merasa iri karena Evangeline sudah mendahuluinya mendapatkan cucu, sedangkan dulu saja dia duluan yang mendapatkan anak.Wajah Amanda merona mendengar
“Aku mau gendong.” Nayla begitu bersemangat saat perawat mengantar bayi kembar Naraya ke ruang inap sang kakak.Naraya sudah dipindah ke ruang inap dan akan diobservasi karena kelelahan dan banyak kehilangan cairan tubuh.Naraya hanya tersenyum melihat sang adik yang sangat bersemangat. Tubuhnya masih lemah sehingga tidak mau berebut bayinya dengan Nayla atau Evangeline.Nayla menggendong satu bayi dan Evangeline menggendong bayi satunya, cukup adil karena mereka tidak perlu berebut dan menanti giliran untuk menggendong.“Akan kalian kasih nama siapa?” tanya Devan yang berdiri di samping Evangeline, telunjuk tampak menusuk pipi bayi laki-laki yang terlihat begitu menggemaskan.“Ayres Rajendra dan Abigail Rajendra,” jawab Kalandra. Dia sebenarnya menyiapkan dua nama laki-laki, karena bayi satunya perempuan, membuat Kalandra mencari nama dadakan.“Tunggu, kenapa Abigail? Itu nama cewek.” Protes Nayla sambil menimang bayi perempuan Naraya.“Yang kamu gendong itu perempuan, Nay.” Kalandra
“Kepala bayinya sudah terlihat, apa Ibu siap menyambut mereka?” tanya dokter yang sejak awal memang menangani kehamilan Naraya. Mengajak bicara agar Naraya tidak tegang karena harus berusaha mengeluarkan dua bayi.Naraya tidak mampu berkata-kata, perutnya benar-benar sudah terasa sakit hingga membuatnya hanya menganggukkan kepala.Kalandra setia berada di samping Naraya. Dia menggenggam telapak tangan istriya itu sambil terus menatap ke wajah sang istri. Dia bisa melihat bagaimana Naraya kesakitan bahkan menangis karena akan melahirkan, membuatnya benar-benar tidak tega hingga sesekali mengecup kening Naraya.“Kamu pasti bisa, kamu kuat demi anak kita,” bisik Kalandra memberi semangat.Naraya menggenggam erat telapak tangan Kalandra, sesekali terlihat mengatur napas karena kontraksi yang sudah tidak tertahankan.“Saat kontraksinya terasa kuat, Ibu bisa mulai mengejan,” ujar dokter memberikan aba-aba.Kening sudah bermanik di seluruh wajah Naraya, bahkan kulit wajah pun kini sudah beru
Naraya terlihat gelisah dan tidak bisa tidur malam itu. Pinggangnya terasa panas dan perutnya mulas berulang kali. Dia hendak bergerak ke kanan dan kiri, tapi kesusahan karena perut yang mengganjal.“Ra, kamu tidak bisa tidur lagi?” tanya Kalandra yang bisa merasakan pergerakan Naraya di atas tempat tidur.“Iya, Al. Pinggangku sakit,” ucap Naraya sambil meringis menahan rasa tidak nyaman di pinggangnya.Kalandra meminta Naraya untuk berbaring dengan posisi miring menghadap ke arahnya, lalu dia mengusap-usap pinggang istrinya itu.“Bagaimana?” tanya Kalandra. Biasanya jika diusap seperti itu, Naraya akan merasa nyaman.“Masih sakit,” rengek Naraya.“Aku ingin bangun,” ucap Naraya berusaha bangun.Kalandra buru-buru bangun, kemudian membantu Naraya untuk duduk. Dia cemas karena tidak biasanya Naraya mengeluh sampai seperti itu.Naraya mengangsurkan kaki perlahan ke lantai, hingga saat kedua kaki menapak di lantai, Naraya merasakan sesuatu pecah dan kini di paha mengalir air sampai menet
“Aku juga awalnya malu, Man. Tapi kemudian aku berpikir, untuk apa malu, entah sekarang atau esok, aku tetap harus melakukannya, tidak mungkin mengecewakannya.”Ucapan Naraya terngiang di telinga, Amanda kini sedang di kamar mandi dan baru saja membersihkan diri setelah acara resepsi selesai sekitar empat jam yang lalu. Dia berada di kamar mandi kamar Kenan, terlihat bingung karena ini adalah malam pertama mereka di sana.“Bagaimana jika Kenan terlanjut tidak menginginkan karena aku menundanya beberapa kali?” Amanda bertanya-tanya sendiri karena bingung harus bagaimana.Kenan terlalu baik dengan menyetujui untuk menunda melakukan hubungan suami-istri, tapi Amanda sendiri tidak tahu apakah benar Kenan ikhlas atau hanya terpaksa.Amanda menoleh ke belakang di mana ada lingerie yang disiapkannya tapi belum dikenakan. Haruskah dia menggoda Kenan, agar suaminya itu tahu kalau dia sekarang sudah siap.“Baiklah, kamu wanita modern dan tidak takut akan hal itu, Man.” Amanda menyemangati diri
Hari itu Naraya hanya duduk menanti acara resepsi pernikahan Amanda dan Kenan dimulai. Dia tidak bisa membantu banyak hal karena kondisinya yang sudah hamil besar.Orang-orang berlalu-lalang menyiapkan diri untuk berangkat menuju rumah Kenan. Amanda sudah didandani begitu cantik dengan gaun yang tidak terlalu mewah tapi begitu indah.“Kita siap berangkat sekarang,” kata Kalandra saat menghampiri istrinya.Naraya mengangguk, kemudian berusaha berdiri meski agak kesusahan. Kalandra pun dengan sigap memegang pundak dan lengan Naraya, membantu istrinya itu berdiri dengan tegap.“Terima kasih,” ucap Naraya setelah sudah berdiri dengan benar.“Ra, apa kamu sakit?” tanya Kalandra karena wajah Naraya terlihat pucat. Kalandra takut jika istrinya kecapean.Naraya menangkup kedua pipi saat mendengar pertanyaan Kalandra, dia sudah menggunakan make up tipis, apa mungkin masih terlihat pucat.“Aku baik-baik saja, mungkin karena semalam kurang tidur akibat mereka terus menendang,” jawab Naraya sambi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen