Home / Romansa / Terjebak Perangkap Sang CEO / 2. Ajakan Tidak Terduga

Share

2. Ajakan Tidak Terduga

Author: nesitara
last update Last Updated: 2025-02-18 15:21:59

Ruang konferensi penuh dengan para karyawan yang sudah duduk rapi, menunggu dengan antusias. Riadi, ayah Baskara, CEO lama sekaligus pendiri perusahaan, berdiri di depan ruangan dengan mikrofon di tangannya. Senyum bangga terukir di wajahnya saat ia melirik ke arah putra kebanggaannya.

Aruna duduk dengan gelisah, jari-jarinya saling memilin. Kepalanya dipenuhi pikiran-pikiran yang semakin membuat dadanya sesak. Dunia rasanya terlalu kecil jika pria yang pernah berbagi malam dengannya kini duduk di panggung utama, diperkenalkan sebagai CEO baru perusahaan tempatnya bekerja.

Baskara Adiwireja, nama pria itu.

“Saya tahu transisi kepemimpinan bisa menjadi hal yang sulit,” ucap Baskara di hadapan para karyawan. “Tapi saya ingin kalian tahu bahwa saya di sini bukan untuk mengubah segalanya secara tiba-tiba. Saya di sini untuk mendukung, memperbaiki yang perlu diperbaiki, dan memastikan bahwa kita semua bisa berkembang bersama.”

Namun Aruna tidak lagi bisa fokus mendengarkan. Kekhawatiran menyesakkan dadanya. Jika pria di hadapannya ini mengingat malam itu, apa yang akan terjadi? Apakah pria itu akan memecat Aruna? Menganggapnya tidak profesional? Atau lebih buruk lagi—menyebarkan sesuatu yang bisa menghancurkan reputasi sang gadis?

Kini, Aruna hanya berharap Baskara tidak mengingatnya, atau meski mengingatnya, Aruna berharap pria itu tidak menghiraukan keberadaannya di sini. Biar saja malam itu Aruna anggap tidak pernah terjadi. Lagipula pria seperti Baskara pasti sering melakukan hal seperti yang dilakukannya malam itu, ‘kan? Mengingat bagaimana pria itu mahir menggoda dan sangat hebat di ranjang, Baskara pasti pria yang senang melakukan hubungan satu malam.

Jika seperti itu kenyataannya, maka Aruna akan aman. Pekerjaannya di sini tidak akan terganggu dengan keberadaan Baskara. Aruna juga tidak akan membiarkan fokus bekerjanya teralihkan hanya karena ia pernah tidur dengan bosnya sendiri.

Jantung Aruna berdegup semakin cepat saat pria itu melayangkan pandangannya ke arah Aruna. Mata mereka bertemu sekejap, dan Aruna buru-buru menunduk, pura-pura sibuk dengan apa pun yang bisa dikerjakannya, meski hanya kembali meremas jari-jarinya.

‘Apakah dia mengingatku?’ Aruna membatin.

Aruna menggeleng pelan, mencoba mengusir pikiran-pikiran buruk yang terus menyerang. Tidak mungkin. Namun, setiap kali ia mengangkat wajah, pria itu masih menatapnya. Tatapan yang tajam, seolah menembus pertahanannya dan menyiratkan sesuatu.

Waktu terasa berjalan begitu lambat. Setiap detik yang berlalu terasa seperti hukuman. Aruna hanya bisa berharap, berdoa dalam diam.

‘Tolong, jangan ingat aku,’ batin Aruna berulang-ulang, berharap Tuhan mendengar doanya.

***

Namun, doa Aruna tidak terkabul. Segera setelah acara perkenalan CEO baru selesai, seseorang memanggil namanya.

“Aruna.”

Jantungnya mencelos.

Aruna mengangkat wajah, lalu kemudian napasnya berhembus lega. Karena terlalu memikirkan bosnya, untuk sesaat Aruna mengira suara itu adalah milik Baskara. Baru saja Aruna bertekad untuk tidak terganggu dengan kehadiran Baskara, tapi pikirannya sudah penuh dengan pria itu.

“Ya?” sahut Aruna pada Yasmin, asisten Pak Riadi.

Eh, tunggu dulu–

Jika Pak Riani sudah mengundurkan diri sebagai CEO, berarti Yasmin kini bertindak sebagai sekretaris bagi Baskara. Nama itu muncul lagi dalam kepala Aruna, semakin memenuhi pikirannya dengan ribuan dugaan dan pertanyaan yang menggantung.

Bayangan terburuk Aruna menjadi nyata saat Yasmin berkata, “Kamu dipanggil Pak Baskara.”

“Kenapa?”

Yasmin angkat bahu. “Nggak tahu. Kamu temui aja dia sekarang.”

Menghela napas berat, Aruna menurut. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju ruangan CEO. Sepanjang langkahnya, Aruna bisa merasakan beberapa rekan kerja di sekitarnya mulai memperhatikan. Posisi Aruna yang hanya sebagai staff biasa dan tidak langsung berurusan dengan para petinggi pasti membuat rekan kerjanya bingung. Tentu saja Aruna tidak mau menjadi pusat perhatian, apalagi setelah kejadian malam itu. 

Sampai di depan ruangan, Aruna mengetuk pintu dua kali. Setelahnya ia masuk. Begitu pintu tertutup, Aruna berdiri canggung di dekat meja, sementara Baskara bersandar di kursinya, menatapnya dengan intens.

“Aruna,” suara Baskara yang berat menyebut namanya. Seketika Aruna mengingat sesuatu tentang malam itu, saat Baskara menyebut namanya di kala pria itu menemukan pelepasan dalam tubuhnya.

Cepat-cepat Aruna mengenyahkan pikiran itu sebelum tubuhnya bereaksi dan Baskara menyadarinya.

“Jadi,” ucap Baskara, suaranya lebih rendah, “sepertinya kita tidak menyangka akan bertemu lagi di situasi seperti ini.”

Aruna mengalihkan pandangannya. “Tentang malam itu….”

“Kamu ingat dengan apa yang kita lakukan malam itu?” tanya Baskara.

Aruna menghela napas berat. “Sebenarnya, saya tidak begitu ingat apa saja yang terjadi malam itu. Tapi saya ingat, kamu, eh, Pak Baskara–”

Baskara mengamati ekspresi Aruna, lalu menyeringai kecil. “Tidak usah terlalu formal, Aruna. Kita hanya mengobrol. Kamu terlihat tidak nyaman, berbeda sekali dengan sikapmu malam itu.”

“Tentu saja saya tidak nyaman,” balas Aruna cepat. “Saya terbangun di tempat asing bersama pria yang ternyata adalah bos saya? Pak Baskara juga pasti berpikir situasi kita ini aneh, ‘kan?”

Baskara menatapnya sejenak sebelum akhirnya tertawa pelan. “Tidak juga. Aku rasa situasi kita bukan hal yang aneh, tapi lebih seperti….takdir.”

Takdir yang bisa menyelesaikan masalah Baskara lebih tepatnya.

Alis Aruna naik, menatap heran pada bosnya.

“Bukankah sebuah kebetulan malam itu kita bertemu? Dari banyaknya klub di kota ini, aku memilih mendatangi klub itu, klub murahan yang tidak pernah aku datangi sebelumnya. Lalu dari sekian banyaknya hari, malam tadi kamu datang ke klub itu sendirian, tidak bersama teman yang selingkuh dengan kekasihmu–oh, mantan kekasihmu, kuharap?”

Sebanyak apa Baskara mengetahui masalahnya? Apakah Aruna banyak bercerita tentang masalahnya pada pria itu? Aruna seketika menyesali sikapnya saat terlalu banyak minum yang senang meracau.

Aruna menegang, namun ia mencoba tetap tenang dan bicara formal. “Pak Baskara, dengan hormat, saya tidak ingin kejadian malam itu mempengaruhi posisi saya di kantor. Saya berjanji apa yang terjadi di antara kita tidak akan mengurangi profesionalitas saya dalam bekerja.”

“Bagaimana kalau aku tidak setuju?” Baskara berdiri dari kursinya, berjalan mendekati Aruna dengan langkah santai. Pria itu seketika saja mengambil oksigen di sekitar Aruna.

“Maksudnya?” Aruna semakin panik.

“Karena sekarang aku tahu sesuatu yang orang lain di kantor ini tidak tahu,” kata Baskara pelan, mata gelapnya mengunci milik Aruna. “Aku tahu bagaimana ketika kamu bersikap tidak profesional. Dan sepertinya aku lebih tertarik dengan versi Aruna yang malam itu kulihat.”

Aruna menggigit bibirnya, berusaha menjaga ekspresinya tetap netral meski tubuhnya mulai menegang. “Saya tidak mengerti maksud Pak Baskara.”

Baskara menegakan tubuh. “Berapa lama kamu bekerja di sini?”

“Eh… tiga tahun?” Aruna mengingat-ingat untuk memastikan.

Baskara mengangguk-angguk dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca oleh Aruna. Pria itu kemudian berbicara lagi. “Kamu tahu sekarang aku yang menjadi pimpinan di perusahaan ini, ‘kan?”

Aruna mengangguk tanpa suara.

“Jika begitu, kamu tahu perintahku valid dan tidak bisa ditolak, ‘kan?”

Alis Aruna bertaut, tidak mengerti dengan arah pembicaraan bosnya. Namun untuk menghindari konflik, Aruna hanya merespon dengan anggukan lain.

“Bagus,” sahut Baskara. Suara menggelap dan penuh dengan paksaan. “Kalau begitu saya akan memberikanmu perintah dan kamu harus menurutinya.”

“M-maksudnya perintah apa Pak—”

Belum sempat Aruna mencerna ucapan Baskara dan bertanya, pria itu berkata lagi. “Kamu harus menikah denganku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   83. Spekulasi Yang Beredar

    Sehari setelah acara tabur bunga di laut, halaman depan media nasional dipenuhi foto keluarga Adiwireja. Ada gambar Oma dengan wajah tua yang sembab, Kumala yang menggenggam foto Baskara erat-erat, dan tentu saja yang paling banyak tersebar dan menarik perhatian, foto Aruna yang menunduk dengan wajah pucat ditemani Arga di sampingnya.Judul-judul besar mengiringi: “Air Mata Aruna di Laut: Perpisahan Terakhir untuk Baskara Adiwireja.” “Arga Adiwireja, Setia Mendampingi Ipar.” “Siapa Aruna? Perempuan di Balik Kisah Cinta Terakhir Baskara.”Aruna membaca sekilas dari layar ponselnya, lalu buru-buru menutup. Dadanya berdenyut sakit. Seolah semua orang kini ikut masuk ke dalam luka yang seharusnya hanya miliknya.Di ruang makan vila, ia duduk sambil memegang gelas teh hangat yang tidak disentuh. Anindya memperhatikannya khawatir. “Kak, jangan buka berita dulu. Itu cuma bikin Kakak makin sakit.”Aruna mengangguk, tapi tatapannya tetap kosong. “Kenapa semua orang tidak punya empati? Merek

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   82. Bunga Terakhir

    Hari itu, langit Lombok diselimuti awan tipis. Laut yang biasanya biru cerah kini terlihat muram, seolah ikut berduka. Di dermaga yang disterilkan untuk acara tabur bunga, keluarga besar Adiwireja berdiri dalam diam. Mereka baru saja kembali dari Jakarta untuk satu tujuan sama yaitu menggelar peringatan terakhir bagi Baskara Adiwireja, putra sulung, penerus keluarga, yang kini secara resmi dinyatakan hilang di laut.Di antara kerumunan, Aruna berdiri dengan wajah pucat. Pakaiannya serba hitam, selaras dengan warna perasaannya. Rambutnya digerai, matanya sembab karena tangis yang tidak kunjung reda. Sejak kabar pencarian dihentikan, ia belum pernah benar-benar pulih. Tubuhnya masih ada di sini, tapi hatinya seakan terkubur bersama lautan.Arga berdiri di sisi kanannya, selalu siaga menjaga. Di sisi kiri, Anindya menggenggam tangannya erat. Seolah-olah keduanya sepakat untuk tidak membiarkan Aruna jatuh, meski diri masing-masing tampak hanya bertahan dengan sisa tenaga.Wartawan sudah m

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   81. Melewati Duka

    Hingga beberapa hari selanjutnya, kabar baik belum juga menghampiri.Langit pagi itu berwarna abu-abu pucat, seolah tahu bahwa hari ini akan menjadi penutup bagi semua harapan yang masih tersisa. Laut di hadapan Aruna bergelombang kecil, memantulkan cahaya mentari yang tertutup mendung tipis. Desir angin terasa dingin, menusuk ke dalam dada yang sudah penuh dengan luka.Aruna tanpa lelah tetap berdiri di tepi pantai setiap harinya. Kakinya nyaris tertanam dalam pasir yang lembap. Rambutnya yang panjang tertiup angin, menempel di wajah yang pucat dan letih. Di belakangnya, beberapa anggota Tim SAR bersiap dengan peralatan mereka. Hari itu, seperti hari-hari sebelumnya, mereka akan melanjutkan pencarian. Namun sejak pagi, Aruna bisa merasakan sesuatu yang berbeda. Ada nada keletihan dalam gerak mereka, ada kerutan berat di wajah para penyelamat yang selama ini tak pernah menyerah.“Bu Aruna, kami akan berangkat lagi,” ucap salah seorang anggota tim sambil menunduk hormat.Aruna hanya me

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   80. Menenangkan Diri

    Arga menggenggam lengan Aruna dengan hati-hati, seolah takut ia akan hancur menjadi serpihan berantakan bila disentuh terlalu keras. Dari beranda penginapan, pria itu menuntunnya perlahan menuruni tangga kayu, membawa langkah-langkah kecil itu menuju jalan setapak berpasir yang mengarah ke pantai.Langit sudah mulai cerah. Sinar matahari menimpa permukaan laut, berkilau keperakan terlihat indah. Tapi bagi Aruna, indahnya pagi itu terasa menyakitkan. Bagaimana bisa dunia tetap bersinar, sementara hatinya tenggelam dalam kegelapan?Aruna membiarkan Arga menuntunnya tanpa perlawanan. Kepalanya menunduk dan matanya kosong. Hanya suara ombak yang semakin dekat mengisi telinganya, setiap debur mengingatkannya pada momen ketika Baskara hilang dari pandangan.Saat kaki mereka menyentuh pasir yang masih lembap, Arga melepaskan genggamannya. Ia berdiri di samping Aruna, memberi ruang. “Kamu mau duduk di sini?” tanyanya pelan.Aruna tidak menjawab. Ia melangkah sendiri, berjalan hingga batas pasi

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   79. Yang Merasa Kehilangan

    Suasana ruang makan akhirnya kembali hening setelah isakan Aruna perlahan mereda. Teh manis di gelasnya sudah dingin, sarapan di piringnya tinggal separuh, tapi setidaknya ia berusaha menelan sesuatu demi menuruti Oma. Ruangan itu terasa pengap oleh perasaan duka yang tidak terucap. Namun paling tidak perasaan Aruna sedikit lebih hangat oleh upaya Oma dan Arga yang menemaninya.Aruna menyandarkan sendok, menarik napas panjang, lalu menatap Oma dengan mata sembab. “Terima kasih sudah memaksa aku keluar kamar, Oma. Terima kasih karena terus menyemangatiku. Arga juga.”Oma mengusap punggung tangan Aruna dengan lembut. “Kamu sudah berusaha. Itu yang penting. Jangan pikir kamu harus kuat setiap saat. Menangis pun tidak apa-apa.”Arga hanya mengangguk pelan, wajahnya menyiratkan kelelahan sekaligus keprihatinan. Ia tahu s

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   78. Pagi Memilukan

    Pagi datang dengan enggan. Cahaya matahari menembus tirai tipis jendela kamar yang Aruna huni. Cahaya itu berwarna pucat, seakan segan menyentuh dunia yang sedang berduka. Aruna terbangun dengan kepala berat, mata sembab, dan tubuh lelah seolah semalaman ia berlari tanpa henti. Padahal kenyataannya ia hanya tenggelam dalam mimpi buruk tentang Baskara yang datang dan pergi dalam satu tarikan napas.Suara ombak dari kejauhan masih terdengar samar-samar berirama konstan. Namun bagi Aruna suara itu kini menyakitkan. Setiap debur ombak mengingatkannya pada air laut yang menelan Baskara. Ia menatap kosong ke langit-langit kamar, membiarkan air mata kembali mengalir tanpa bisa dicegah.Ponsel di meja samping ranjang bergetar. Awalnya ia tidak ingin peduli. Namun getaran itu terus berulang, membuat hatinya resah. Dengan tangan gemetar, ia meraihnya. Di layar tertera nama adiknya.Anindya.Aruna menahan napas. Bagaimana kabar ini sampai ke telinga Anindya? Ia bahkan belum sempat memberi tahu si

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status