Share

Part 7

Sore ini, Rofiq pulang ke rumah lebih cepat dari biasanya. Meeting yang sempat direncanakan setelah jam kerja pun, terpaksa ditunda sampe besok pagi. Rofiq berencana untuk meminta maaf pada Salma atas sikap dinginnya selama ini, sembari memberikan hadiah paket bunga sebagai bentuk keseriusannya. Padahal, rencana itu Rofiq lakukan hanya demi memuluskan rencana busuknya.

Setelah berlalu dari toko bunga langganannya, Rofiq melajukan lagi mobilnya ke arah jalan ke rumahnya. Sesampainya di rumah, tempat yang ia tuju pertama kali adalah keberadaan Salma. Namun, penelusurannya ke setiap sudut ruangan di rumahnya, masih belum membuahkan hasil. Salma tidak ia temukan di mana-mana.

“Mbok Marni, Salma dimana?” Rofiq menghampiri mbok Marni yang tengah menyetrika.

“Eh, Den. Sudah pulang? Tadi, mbok lihat non Salma di kursi panjang dekat kolam renang, Den,” sahut mbok Marni sambil terus melanjutkan pekerjaannya.

Rofiq bergegas melangkah menuju tempat yang mbok Marni tunjukkan, ke taman di samping rumah. Benar saja. Jilbab merah mudah yang biasa Salma kenakan sudah nampak dari pintu samping tempat Rofiq berdiri. Hanya nampak jilbabnya saja, karena posisi Salma yang sedang duduk membelakangi kolam renang. Mungkin, dia tengah melihat-lihat aneka tanaman bunga yang tersusun rapi di pagar rumah.

“Kamu sedang apa di sini, Dik?”

Sapaan Rofiq sontak mengejutkan Salma. Pandangannya yang tengah menatap asik tanaman berbagai jenis bunga, seketika beralih ke arah Rofiq. Salma tidak menyadari kedatangan suaminya, karena meski menatap tanaman, pandangan itu kosong berisi hal lain di fikirannya.

“Mas Rofiq? Baru pulang?” Salma yang masih tak percaya melihat kehadiran Rofiq di dekatnya, segera menyambutnya tersenyum. “Mau makan, Mas? Atau, mau mandi?” lanjutnya lagi dengan nada gugup.

Baru kali ini, sikap ramah Sang suami tergambar jelas di wajahnya. Sehingga membuat Salma merasa gugup saat menyambutnya. Bahkan, detakan jantung di dadanya seakan terdengar sampai ke telinga. Sampai-sampai, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan ataupun dikatakan.

“Sudah, Dik. Kita duduk di sini,” ajak Rofiq lembut.

Salma menjadi semakin gugup, saat tangan Rofiq melekat erat di lengannya. Menggeser lembut tubunya ke kursi, agar keduanya bisa duduk berdampingan. Seketika, Salma merasakan desiran aliran darah yang semakin cepat menuju jantung. Detakan itu bertambah cepat saat tubuh Rofiq menempel lekat di lengannya.

“Kamu sedang apa di sini, Dik?” Rofiq mengulangi pertanyaannya tadi.

“Eh, iya, Mas. I-itu. T-tadi, ada—,” Salma benar-benar belum bisa mengontrol rasa gugupnya.

Wajar saja. Karena bagi Salma, Rofiq adalah sosok pria idaman yang lama ia impikan. Bahkan, sampai saat ini ia merasa tidak percaya bisa bersanding dengan pria yang ia cintai sejak lama. Dan, sejak peristiwa kemarin sampai pagi tadi, memang cukup membuatnya terkejut. Akan tetapi, dengan sikap romantis Rofiq padanya yang tiba-tiba, tidak bisa menghindarkan rasa gugupnya itu.

“Iya, Mas tahu. Kamu sedang menatap bunga-bunga itu kan?” Rofiq menunjuk tanaman bunga yang berwarna warni tergantung rapi di pagar.

Salma tersipu malu dengan kalimat lembut yang terdengar dari bibir rofiq. Salma membayangkan bahwa itu seperti godaan mesra dari seorang suami ke istrinya, yang tadinya hanya Salma lihat di film-film saja. Namun kali ini, ia merasakan itu di depan mata. Membuatnya seketika lupa dengan sikap dingin Rofiq yang sempat menyakiti hatinya.

“Ada satu bunga lagi yang minta kamu lihat juga,” ujar Rofiq menatap lekat pada Salma, seraya menyunggingkan senyum manis di wajahnya.

“Apa?” Kali ini, Salma mulai tenang. Degupan jantung itu perlahan kembali normal, hingga ia bisa menjawab pernyataan Sang suami dengan santai.

“Nih!”

Seketika, senyum Salma semakin merekah, kala Rofiq mengeluarkan paket bunga mawar putih dari balik punggungnya, yang kemudian diberikan pada dirinya. Salma semakin tersipu malu, hingga tak bisa berkata-kata. Baginya, itu sebuah kejutan yang sangat mengejutkan. Tidak percaya jika ia akan mendapatkan itu dari suaminya, yang tadinya sempat merasakan pesimis karena sikap dingin dari Rofiq.

“Mas minta maaf, ya. Selama ini sudah bersikap tak baik sama kamu.” Rofiq melekatkan kedua tangannya ke atas tangan Salma. Mengucap tulus di bibirnya, dengan kata-kata romantis yang sering ia lontarkan pada Lintang.

Tentu saja, hal itu disambut hangat dan sangat terbuka oleh Salma. Akhirnya, rasa lara yang sempat bersarang lama di dadanya, sudah sirna dalam sekejap. Kalimat indah Sang suami, seketika telah menghilangkan kegundahannya selama ini.

Sementara bagi Rofiq, memberi harapan indah pada Salma saat ini, menandakan jika ia telah memulai sandiwara cinta yang memaksa dirinya untuk bermain di dalamnya. Entah sampai kapan drama itu akan Rofiq jalani. (*)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status