POLIGAMI

POLIGAMI

Oleh:  Haris Fayadh  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
7Bab
3.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Ayara tidak pernah menyangka, sang suami yang selama ini sangat agamis dan pernah menyatakan ketidaksetujuan terkait poligami yang kerap dipelintir oleh sebagian orang sebagai anjuran, justru diam-diam menyimpan rencana berpoligami. Kenyataan pahit itu terkuak di hari yang seharusnya menjadi momen bahagia mereka. Saat Ayara bermaksud memberi kejutan ulang tahun untuk Adam--sang suami--dirinya malah dikejutkan terlebih dahulu. Sepucuk surat undangan bertuliskan nama lengkap sang suami bersanding dengan wanita lain, membuat dunianya seolah gelap seketika. Ayara yang tak mampu berpikir jernih, memilih untuk pergi. Lalu, misteri-misteri tentang masa lalunya dan Adam bermunculan, juga tentang siapa dalang dari meninggalnya sang ayah. Lantas, bagaimana nasib rumah tangga Ayara? Apa motif sebenarnya Adam ingin berpoligami? Siapakah pembunuh ayah Ayara?

Lihat lebih banyak
POLIGAMI Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
7 Bab
Nama di Surat Undangan
“Kamu ini aneh, Ay,” celetuk Nadia. Gurat heran jelas terpahat di wajahnya saat mengetahui ternyata Ayara membeli kitab tebal berjilid-jilid untuk hadiah ulang tahun Adam, suaminya. Ayara hanya tersenyum menanggapi Nadia yang masih menatap sahabatnya tersebut dengan lekat.“Mas Adam dari dulu pengen kitab itu, Nad, tapi gak pernah kesampaian,” ucap Ayara kemudian setelah memasang sabuk pengaman. Nadia hanya menoleh sekilas tanpa mengeluarkan suara, kemudian menyalakan mobil.“Emang itu kitab apa, sih, sampe berjilid-jilid gitu?” Nadia kembali bertanya setelah mobil melaju, menoleh ke arah wanita berhijab di sampingnya selintas lalu, kemudian pandangannya fokus kembali memandang ke depan. Ayara tidak segera menjawab pertanyaan sahabatnya itu, masih sibuk mengetik pesan guna memastikan Adam pulang malam ini. Akan ada surprise untuknya.[Nanti malam pulang kan, Mas?]Adam belakangan ini jarang sekali di rumah,
Baca selengkapnya
Pergi
Mendengar teriakan Ayara, Thalita terkejut dan menangis. Ayara mencoba untuk menenangkan buah dari pernikahannya dengan Adam. Lalu, mengambil ancang-ancang untuk segera pergi meninggalkan sang suami. Namun, secepat kilat laki-laki itu mengunci pergerakan Ayara.“Kamu mau ke mana, Ayara?"“Terserah aku!” Ayara mencoba melepaskan cekalan tangannya, tetapi usahanya sia-sia.“Kamu harus dengar penjelasanku, Ay ....” Wajah Adam terlihat memelas.“Penejelasan?” Penjelasan apa?!” Air mata wanita itu lagi-lagi tumpah. Bagaimana tidak, kebahagiaan yang selama ini ia bangun dengan susah payah bersama sang Suami, kini hancur berantakan. Selama ini, Ayara merasa menjadi wanita yang paling beruntung karena dinikahi oleh laki-laki yang menutup mata pada masa lalunya yang kelam, masa lalu yang hampir semua orang akan merasa jijik padanya jika mengetahuinya. Namun, tidak dengan Adam, laki-laki yang berpengetahu
Baca selengkapnya
Balasan
Ayara berkali-kali mencoba memejam, tetapi tak kunjung terlelap. Ingatan tentang betapa teganya sang suami berkecamuk, berbenturan dengan kepingan-kepingan kisah bahagia yang selama ini terjalin. Berkali-kali perempuan itu merasa ini hanyalah mimpi buruk belaka, bukan nyata. Namun, di detik berikutnya, kesadarannya kembali bahwa semuanya memang benar-benar terjadi.Hatinya sakit tak terperi. Ingin menangis agar kemelut di dadanya sedikit mengurai, tetapi air mata itu sepertinya sudah habis terkuras.Ayara bangkit dari pembaringan setelah membetulkan letak selimut yang menutupi tubuh mungil sang bayi. Pandangannya beralih pada ponsel di dekat bantal. Pada layar benda yang diaktifkan mode pesawat itu, Ayara melihat jam. Pukul sepuluh malam.Ia bosan dan ingin sedikit mengobrol dengan Nadia. Kamar wanita yang memberikan tumpangan itu tepat berada persis di sebelah kamar yang ditempati Ayara dan Thalita. Samar-samar terdengar Nadia berbicara, sepertinya sedang menel
Baca selengkapnya
Kertas Pembawa Petaka
Rasa perih sebab tatapan datar sang mertua ternyata tak sesakit jawaban yang diterima Ayara. Tangan Ayara yang tadi memegang lengan Bu Halima, terurai. Jawaban singkat itu serupa belati yang menghunjam ulu hati.Ayara meneguk ludah dengan air mata luruh tak terbendung."Ja-jadi, Ibu sudah tahu?" Ayara melontar tanya dengan suara nyaris tak terdengar sebab parau."Kami yang mengatur semuanya, Ayara."Ayara memindah pandangan pada wanita yang baru saja bersuara. Mega menumbuk tatapan kepada Ayara dengan mata memerah. Sementara Ayara yang tidak paham mengapa semua jadi serumit ini, hanya membeku dengan benak dijejali tanya. Pandangannya memindai wajah Mega dan Bu Halima bergantian."Ka-kalian tega ...." Isak tangis Ayara membuat suaranya mengecil."Tega?" Mega tertawa sumbang. "Kamu yang tega! Sejak awal aku memang sudah curiga sama kamu, Ayara. Kami semua tidak percaya keluarga kami dimasuki oleh seorang pelacur sepertimu!" Lengkingan suara Me
Baca selengkapnya
Siapa yang Menyebar Undangan?
Ayara menatap pria yang kini berdiri di dekatnya. Meski pandangannya terkaburkan oleh guyuran hujan, ia dapat menangkap jejak kesal dari wajah pria yang mengenakan kemeja biru tersebut. Ayara mengusap wajah, lalu mencoba duduk.“Bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah,” ucap pria itu lagi, setengah berteriak walau tidak selantang ucapan sebelumnya.Ayara tidak begitu mendengarkan ucapan pria tersebut. Ia hanya terduduk sambil memeluk lutut. Tangisnya kembali pecah ketika pikirannya kembali mengulang betapa menyedihkannya takdir yang Tuhan suguhkan untuknya.Pria itu tersentuh melihat wanita di hadapannya. Ia mendekat dengan tangan terulur untuk menyentuh pundak Ayara. Namun, Ayara menepis tangan itu dengan kasar tanpa melihat. Perempuan itu merutuk, seharusnya rencananya berjalan mulus. Mengapa Tuhan mengirimkan lelaki tersebut? Masih kurangkah derita yang harus ditanggung olehnya?“Maafkan aku. Kamu tidak bisa terus-terusan di sini,
Baca selengkapnya
Copet!
Dahi Adam berkerut setelah mendengar ucapan mamanya. Pria itu memindai wajah sang mama untuk mencari jejak dusta yang mungkin tersirat di sana."Mama jangan bohong!" seru Adam dengan menatap lurus wajah Halima."Dam, kamu tidak percaya sama Mama?" Halima mengadu tatapan dengan Adam. Hatinya kesal karena merasa dicurigai atas hal yang sama sekali tidak dilakukannya.Rasa ragu yang semula bersarang di hati Adam, perlahan meredam. Puluhan tanda tanya berkelindan di benak. Siapa yang telah menyebar undangan itu? Untuk apa? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang berdesakan memenuhi kepala."Ayara tahu Adam akan menikahi Fitriya gara-gara surat undangan. Kalau bukan Mama yang menyebarkan, siapa lagi? Mama yang mengurus semua persiapan." Pandangan lekat Adam pada sang mama mengendur tersebab rasa ragu. Otaknya terus saja berputar, hingga satu nama muncul."Dengerkan Mama. Mama bersumpah tidak memesan surat undangan, Adam. Kapan Mama bohong sama kamu?" Hali
Baca selengkapnya
Lelaki Cuek
Pandangan lekat wanita paruh baya itu terpotong oleh suara seorang pria. Derap langkah setengah berlari menyusul bariton tersebut, semakin dekat. Tiga pasang mata tertuju pada pria tampan dengan raut cemas yang menghampiri."Mama tidak apa-apa?" Pria itu bertanya setelah berada di dekat sang mama. Pandangannya sekilas beralih pada sosok dua wanita di dekat mamanya."Mama tidak apa-apa, Van. Tapi Mama hampir saja kehilangan dompet Mama kalau saja tidak ada mereka," papar wanita berhijab panjang tersebut. Dengan senyum merekah, wajahnya tertoleh kepada dua perempuan yang dimaksud di dekatnya.Pria itu mengarahkan pandangan kepada dua wanita di samping sang mama. Dengan wajah datar, dia memandang keduanya."Terima kasih," ucapnya cuek, lalu beralih kepada sanga mama dan berkata, "Ayo kita pulang, Ma.""Sebentar," ucap sang Mama, lalu membuka reseleting dompetnya dan mengeluarkan beberapa helai uang berwarna merah tanpa menghitungnya."Ini sebag
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status