*Happy Reading*
Berusaha menebalkan wajah, yang sebenarnya sudah tebal dengan foundation dan kawan-kawannya hari ini. Aku pun menjauhkan tangan laknat yang nyasar ke tempat enak tadi dengan acuh, lalu sengaja segera melipatnya di bawah dada.Biar gak nyasar season dua, gaes!"Jangan ngadi-ngadi, Pak. Reaksi tubuh itu gak bisa dijadikan patokan soal hati. Karena di luar sana. Banyak kok, orang yang bisa ngeseks tanpa cinta. Lagi pula, reaksi tubuh saya tadi bisa di bilang wajar, kok. Soalnya, saya kan masih wanita normal."Aku berusaha tetap elegan menanggapi si Papah, meski aslinya malu pisan, euy. Bisa-bisanya aku kecolongan lagi.Pesona si papah memang mengkhawatirkan!"Memang betul. Tapi, lebih wajar lagi kalau kamu mendorong saya atau menolak. Kan, katanya kamu gak suka sama saya," balas si papah dengan senyum miringnya.Sialan! Pinter banget bapaknya si Tita nyautinnya. Kan aing harus muter otak lagi. Tapi ... be*Happy Reading*Ini bohong, kan?Ini tidak mungkin!Aku tidak percaya dan tak ingin percaya sama sekali dengan ucapan Pak Vino barusan. Tita anak Kak Diana? Itu berarti, Tita adalah keponakan aku. Begitu, kan? Bagaimana bisa? Ya. Aku tahu, dulu saat Kak Diana pergi. Dia memang tengah mengandung. Selanjutnya aku tidak tahu bagaimana kabarnya. Karena keberadaan Kak Diana hilang begitu saja bak di telan bumi.Aku sudah mencoba mencari ke semua tempat. Bahkan sejujurnya, alasan aku bekerja jadi Artis pun, itu demi mencari keberadaan Kak Diana. Sekian tahun aku mencari, hasilnya selalu nihil. Aku tak bisa menemukan keberadaan, bahkan sekedar kabar kakakku sendiri. Pokoknya Kak Diana itu seperti raib.Itulah kenapa, tadi aku sempat menjadikan keberadaan Kak Diana sebagai syarat pernikahan pada Pak Vino. Meski aku tidak berharap banyak akan persetujuan darinya. Tetapi, jika memang benar dia serius akan perasaannya,
*Happy Reading*"Pak, ayolah! Jangan berbelit-belit kayak gini bisa, gak? Kepala saya sudah vertigo dadakan ini ngadepin kenyataan yang Bapak bawa hari ini. Jangan tambah lagi dengan kenarsisan Bapak. Saya cuma butuh penjelasan tentang kenyataan yang kalian sembunyikan selama ini. Tolonglah, Pak. Jangan bikin saya makin vertigo hari ini, ya?" Akhirnya aku pun memohon dengan sangat belas kasihan pria itu. Karena jujur, aku sudah kepo setengah mampus ini tentang Tita dan lainnya."Janji dulu, kamu akan menerima lamaran saya, jika saya menceritakan semuanya."Allahhurobbi pria ini! Masih aja sempat-sempatnya mancing di air keruh, ya? Gue kruwes juga dah tuh muka ganteng. Biar codet sekalian. "Bapak--""Tolong, Devia. Saya mohon. Saya benar-benar gak bisa jauh lagi dari kamu." Kini, malah Pak Vino yang memohon, dengan tatapan intens yang serius sekali. Aku harus gimana sekarang?Aku harus apa? Aku harus
*Happy Reading*"Devia, tunggu!""Hei! Hei! Devia?!"Lepasin!" "Devia? Saya mohon. Jangan seperti ini!"Pak Vino masih terus mencoba membujuk, saat mengejarku yang akhirnya memilih untuk segera pergi dari sana. "Devia?""Lepasin gue, Aksa Malvino Alexander!"Nah, kan. Tahu dong, kalau cewek sudah menyebut nama cowok dengan jelas dan lengkap seperti itu. Berarti marahnya bukan kaleng-kaleng. Dan ya! Aku memang sedang sangat marah sekali saat ini. Bagaimana tidak? Kalian bayangin sendiri saja gimana gemasnya aku dengan sikap pria tukang tarik ulur ini. Sudah keceplosan pun, masih saja tidak mau jujur. Kan, aku kesel, ya?"Okeh, Okeh. Sorry!" Pria itu mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Tapi, tolong jangan seperti ini, ya?""Lalu saya harus seperti apa? Diam saja Bapak permainkan sedari tadi? Diam saja, Bapak tarik ulur terus! Bapak kira saya apa? Layangan? Atau apa?" Aku memil
*Happy Reading*Demi apa?!Aku kira, Pak Vino akan membawaku ke tempat penting, atau gimana gitu. Kan, katanya mau menyelesaikan masalah kami. Yee kan?Seenggaknya, aku kira akan di bawa ke sebuah kuburan, bertuliskan nama Kak Diana. Orang yang memang sedang kami bahas sedari tadi. Ya ... seperti di film dan novel yang pernah aku baca. Nyatanya, dia malah membawaku ke tempat yang ... ugh! Nih, duda emang minta aku kepangin ususnya."Yakin kamu gak mau, ini enak, loh." Selain itu, bisa-bisanya dia menawariku selugas itu. Tanpa merasa berdosa sedikit pun. Apa kurang jelas muka jutekku?"Gak usah banyak bacot, deh! Udah abisin sana aja buruan. Sebelum saya lempar tuh mangkok ke jalanan," sahutku ketus. Tak menutupi sedikitpun kekesalanku.Gimana gak kesel. Kalian tahu gak aku dibawanya ke mana? Ke WARKOP pinggir jalan.Iya, betul! Alih-alih membawaku ke resto mewah dan privasi. Si duda sableng ini malah
*Happy Monday*"Sebenarnya Tita itu juga keponakan saya."Perlu beberapa detik untukku bisa mencerna ucapan si Papah. Entah karena otakku terlalu lemot, atau memang gaya si papah menjelaskan yang berbelit-belit. Menurut kalian, bagaimana?"Lalu, kenapa Tita malah di kenal sebagai anak Bapak oleh semua orang?" Akhirnya, aku menemukan fokusku lagi. "Hanya itu satu-satunya cara. Agar Tita bisa masuk ke dalam keluarga kami dan memakai nama Alexander.""Maksudnya?" tanya itu pun meluncur cepat. Seiring rasa penasaran yang masih menyelimuti. Bukannya langsung menjawab. Pak Vino malah bernapas dalam dan menatap aku lamat-lamat. "Devia. Kakak kamu, Diana itu selingkuhan Kak Alvin. Mereka menjalin hubungan di saat Kakak saya sudah punya istri."Aku tahu. Sangat tahu. Itulah kenapa, awalnya aku marah dengan Kakak dan berusaha menegur agar tidak melanjutkan perasaan gilanya pada bos di kantornya. Tetapi, karen
*Happy Reading*"Apa?!" Mendengar nyawa kakakku terancam. Seketika emosiku pun tersulut kembali. Wanita brengsek!Medusa!Mak lampir!Setan!Sialan!Dan berbagai titel lainnya, yang menggambarkan wanita jahat bermunculan di otakku, seiring emosi yang kembali naik. Jika kalian ingin menambahkan. Silahkan! Aku persilahkan dengan senang hati."Jadi wanita itu belum kapok? Kenapa? Memangnya Pak Aksa tidak memberi hukuman waktu itu, agar mereka jera?" Selanjutkan, aku pun mencecar Pak Vino. Mengejar penjelasan lebih lanjut. "Tentu saja sudah." Pak Vino menjawab cepat demi menenangkan aku. "Papa mencabut jabatan Kak Alvin di kantor pusat, dan mengirimnya ke cabang perusahaan kecil di luar kota. Itulah kenapa, Diana bisa menjalani kehamilannya lebih tenang bersama saya dan Joyce di Luar Negeri." Pak Vino menambahkan. "Lalu, kenapa mereka bisa berulah lagi? Itu berarti hukuman da
*Happy Reading*Jika aku menuruti ego. Sebenarnya aku ingin sekali pergi dan menghilang dari sana. Kemana saja, terserah. Yang penting aku tidak bisa bertemu Pak Vino atau pun keluarganya. Kalau kata bekennya sih, Healing dulu. Nenangin otak dan perasaan yang benar-benar kacau sekali saat ini. Aku benar-benar butuh waktu menerima semua kejutan ini.Sayangnya, realita memang kadang tidak sesuai ekspektasi, kan? Meski aku sangat ingin lari dan menghilang saat itu juga. Keinginanku itu tidak didukung oleh saldo di ATM. Bukan aku semiskin itu. Tetapi, aku tuh masih ada beberapa kontrak yang harus aku selesaikan. Jika aku menghilang dan mangkir dari kerjaanku. Aku akan dituduh melanggar kontrak dan tentunya akan kena finalty. Kalian harus tahu, Finalty dari sebuah pelanggaran itu tidak sedikit. Aku bukan hanya akan miskin mendadak. Tapi juga kayaknya butuh jual ginjal dan hati demi menutupinya Jadi ... berhubung aku belum kaya d
*Happy Reading*Dengan kondisi wajah yang seperti ini. Tentu saja aku tidak bisa melakukan pemotretan. Meski kadang ada istilah the power of make up sebagai penyelamat. Tetapi kondisiku saat ini sepertinya tidak bisa mengandalkan hal itu. Selain karena wajah yang semrawut gak jelas. Kondisi moodku juga perlu diperhatikan. Bukan apa-apa, aku cuma takut kurang maksimal saja nanti saat bekerja. Dengan terpaksa, akhirnya aku pun menelepon Lika kembali dan memintanya membatalkan semua jadwal kerjaku hari ini. Lagi. Namun, yang tidak aku sangka adalah, ternyata si papah lebih gercep dan sudah melakukannya untukku tadi pagi saat aku tertidur. "Jadi dia udah melakukannya? Lo yang minta apa gimana?" Aku mengejar sebuah penjelasan pada Lika. "Tadinya gue nelpon dia cuma mau nanyain lo doang. Soalnya, orang yang terakhir gue tahu sama lo kan, dia. Makanya gue mau nanya, lo ada sama dia gak? Dia jawab iya, dan minta gue buat batalin jad