แชร์

Terkabulnya Doa Istri Pertama

ผู้เขียน: Dirga Bumant
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-12-27 14:58:09

Terkabulnya Doa Istri Pertama

Bab 5 

Ini Tidak Adil! 

Walaupun Sarah masih dalam masa pemulihan pasca melahirkan, ia yang punya misi dan ambisi balas dendam membuatnya sama sekali tidak merasakan lelah. Setelah adzan subuh berkumandang, ia sudah siap mengotak-atik HP dan e-mailnya. 

Berbekal hubungan dirinya dengan teman kerja mantan suaminya yang pernah bertandang ke rumahnya dulu, Sarah berhasil mendapatkan alamat e-mail dan no pribadi milik direktur utama perusahaan tempat Hendrik bekerja serta para staff yang bisa diajak kerja sama. 

Ia yang tahu akan peraturan ketat perusahaan tersebut dengan semangat empat lima segera mengirimkan video bukti perselingkuhan dan arakan Hendrik kepada Dirut dan staff. Tak lupa, ia memprovokasi sang Dirut agar memberikan hukuman yang setimpal. 

Sementara itu di rumah Pak Adam. Ia yang baru saja menyelesaikan sarapan, sangat terkejut begitu membuka e-mail maupun chat di aplikasi gagang ijo. Kebersamaan sarapan bersama keluarga yang hangat berubah menjadi sangat panas penuh emosi. 

"Ada apa, Pa?" Sang Istri begitu khawatir dengan perubahan sikap suaminya. 

"Tidak! Ini urusan kantor," jawabnya singkat seraya bangkit dari kursi makan untuk segera berangkat ke kantor tanpa sedikitpun bisa menyembunyikan kemarahan. Hal itu tidak luput dari perhatian sang istri. 

Sesampainya di kantor, Pak Adam menyuruh staff agar menghubungi dirinya ketika Hendrik sudah tiba. 

****

"Eh, liat deh! Ini Pak Hendrik, kan?" Staff kantor di perusahaan tempat Hendrik bekerja, memperlihatkan video penggerebekan semalam kepada rekannya. 

"Iya, ini mah! Gila, ya, kelakuannya. Kok bisa jadi begini? Apa gak kasihan sama Istrinya? Padahal, selingkuhannya biasa aja. Istrinya kira-kira tahu, gak, ya?" timpal rekan di sampingnya. 

Bak bensin tersambar api, video itu sudah ditonton oleh semua orang-orang yang bekerja di gedung itu. Cibiran, cemoohan, caci-maki, sumpah serapah, dan hujatan mereka layangkan untuk Hendrik yang saat ini masih mampir untuk sarapan di dekat kantor. 

Mereka sama sekali tidak menyangka jika seorang Hendrik, sang cucu dari pemilik perusahaan tempat mereka bekerja, bisa melakukan hal keji seperti yang mereka lihat. Kasak kusuk perghibahan terjadi begitu saja. Meskipun begitu, tak ada yang berani bersuara secara langsung. Sebab, tak ingin kehilangan pekerjaan seketika. 

"Eh, eh! Tuh orangnya datang!" Staff frontliner memberi kode kepada teman-temannya agar diam. 

"Ih, masih punya muka rupanya tuh orang setelah kelakuan semalam?" Salah satu staff memulai ghibah kembali setelah Hendrik menghilang dari pandangan. 

"Hooh. Mana mukanya gak ada rasa bersalahnya sama sekali. Ih, amit-amit! Kalau aku jadi dia, udah menghilang dari dunia kali. Kok ada ya manusia gak tahu malu kek dia?" sahut rekannya dengan kesal. 

"Malu? Manusia kek gitu mah udah gak punya malu lagi. Sama Tuhan aja gak punya malu, apalagi sama kita." Rekan lainnya pun tak kalah kesalnya. 

"Udah, ah! Kita ke sini kerja, bukan ngeghibah. Mau lembur lagi kalau gak kelar-kelar?" Rekan yang selama ini dikenal diam pun menyudahi acara ghibah tersebut. 

****

"Mereka kenapa, sih? Gak ada hormat-hormatnya, malah cuek dan  kek risih gitu sama aku. Emang aku jelek, bau?" Hendrik mencium badan dan lengannya sendiri saat menyadari tatapan para staffnya tadi. Hal itu membuat kedongkolan Hendrik kian bertambah-tambah. 

 

Kring! Kring! Kring!  

"Ini siapa sih? Gak ngerti apa kalau lagi kesal? Ganggu aja!" gerutu Hendrik seraya angkat telepon.

"Iya, ha—"

"Hendrik, kamu ke ruangan saya. Cepat!" titah seseorang di seberang sana tanpa perlu mendapatkan persetujuan Hendrik.

"Dih! Enak banget main suruh-suruh! Ngapain, sih?" Walaupun jengkel dipanggil ke ruangan dengan seenaknya, Hendrik tetap datang. 

Tak butuh lama, Hendrik sudah di depan pintu ruangan milik seseorang yang memanggilnya itu. 

"Permisi, Pak!"

"Gak usah basa-basi. Kamu tahu kenapa dipanggil?" Seorang yang meja kerjanya bertuliskan "Direktur" itu menatap tajam Hendrik 

"Tidak tahu, Pak! Memangnya ada apa?" Dibalik rasa gugup dan takut akan aura direktur bernama Pak Adam yang menakutkan, Hendrik berusaha sesantai mungkin. 

Tanpa mempersilakan Hendrik untuk duduk, Pak Adam mengotak-atik phone cellnya. Lalu, menyerahkan pada Hendrik. 

"Bisa dijelaskan ini apa?" serahnya penuh kegeraman. Telepon pintar tersebut diterima Hendrik dengan  keterkejutan. Lidahnya tiba-tiba kelu, otaknya berputar keras mencari jawaban yang pas dan cepat. 

"I-ini tidak mungkin, Pak! Ini pasti editan orang yang benci pada saya, Pak! Itu bukan saya. Bapak, kan, tahu sendiri bagaimana saya menjaga nama baik," jawabnya dengan terbata. 

Dibalik rasa gugup dan malu yang tak terkira, Hendrik berusaha sekuat mungkin untuk menahan amarah juga tidak bersalah. 

"Haha! Kamu pikir saya ini buduh? Saya sudah memeriksakan kepada ahli IT terbaik perusahaan ini. Kamu tahu apa jawabannya?" Hendrik menggeleng cepat. Sungguh! Ia berharap jawaban tidak. 

"Kamu bisa membohongi saya dengan sanggahan tak bermutumu itu. Tapi, tidak dengan kenyataannya." Pak Adam nampak menghela napas. "Ini asli!" tegasnya membuat Hendrik bersusah payah menelan ludah.

"Cepat keluar dari sini dan ini surat skors enam bulan untuk kamu!" titah Pak Adam melemparkan amplop ke wajah Hendrik. 

Otak Hendrik berhenti tiba-tiba membiarkan amplop itu jatuh di kakinya. Seluruh tubuh, terutama lututnya lemas tak bertenaga. Keputusan sepihak membuatnya tidak bisa berpikir apa-apa. Kenyataan pahit di depan mata membuatnya bak menjadi patung hidup tak berguna. Hal itu sebabkan Pak Adam tak  bisa tahan untuk tidak membentaknya. 

"Hendrik! Apakah saya memanggilmu untuk menjadi patung tak berguna?" Seketika kesadaran Hendrik kembali. Bahkan, ketakutan dan kegugupannya lenyap. 

"Pak, yang benar saja? Bapak tidak bisa seenaknya memutuskan secara sepihak, dong! Ini masalah sepele, tidak seharusnya dibesar-besarkan dan diseriusi. Saya tidak mau dimutasi. Cabut keputusan itu, atau Bapak saya laporkan pada Nenek!" 

Brak! Spontan Pak Adam menggebrak meja seraya berdiri lalu menarik kuat-kuat kerah Hendrik. 

"Sepele katamu? Apakah kamu ingin terjadi kerugian dan kebangkrutan jika hal ini sampai di telinga dan mata seluruh client? Hah! Jawab! Silakan buat perusahaan sendiri dan kau jalankan sesukamu! Dan apa katamu? Adukan Nyonya Santi? Silakan saja, jika kamu ingin dijadikan bulan-bulanan Nenekmu itu! Cepat bereskan barang-barangmu!" 

Disebut nama Neneknya, nyali Hendrik menjadi ciut. Hal itu menyebabkan dirinya hampir jatuh ketika Pak Adam melepaskan cengkraman seraya mendorong  tubuhnya  kuat-kuat. 

"Awas kamu, Adam!" Brak!!! Hendrik keluar dari ruangan Pak Adam dengan membanting pintu kuat-kuat disertai kemarahan, dendam dan hilangnya sopan santun. 

Brak!!! 

Tepat di depan ruangan miliknya yang sebentar lagi akan ditinggalkan itu, Hendrik masuk dengan menendang pintu sekuat-kuatnya. Beruntung, keadaan sekitar sepi dari lalu lalang staff.

Setibanya di dalam, Hendrik melampiaskan kemarahannya itu dengan melempar apa saja barang yang ada di atas meja kerjanya, termasuk laptop mahal kesayangannya. 

Rak-rak tempat menyimpan dokumen pun tak luput dari amukannya. Tak butuh lama, ruangan yang serba rapi dan bersih itu menjadi berantakan bak kapal pecah. 

"Ini tidak adil. Akhrghhhh!"

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
rasain lo makan tuh istri baru nyahoo kayak KUNTILANAK
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 115

    Tunangan antara Adhyaksa dan Sarah sudah terlaksana seminggu yang lalu. Dalam acara tersebut, sekalian disepakati kapan hari pernikahan keduanya akan dilaksanakan yaitu pada sebulan mendatang. Itu artinya tiga minggu lagi dari sekarang. Dalam kesepakatan itu juga telah ditentukan tempat ijab sekaligus resepsi yaitu di panti saja meskipun sudah ditawari gedung secara gratis oleh Pak Budi. Alasannya tempatnya luas, menghemat uang sewa gedung sehingga bisa dialokasikan untuk ke yang lain, juga anak-anak panti bisa berpartisipasi dalam acara tersebut tanpa harus ke mana-mana dan sebagai bentuk awal penyatuan dua keluarga. Pada awalnya Sarah meminta tidak ada resepsi sama sekali karena sadar ia siapa. Namun, Adhyaksa begitu kekeh untuk diadakan resepsi alasannya karena dirinya masih single dan ingin memperkenalkan kepada seluruh kenalannya jika dirinya sudah menjadi suami dari Sarah agar tidak ada lagi yang mendekati dirinya. Setelah pertimbangan-pertimbangan juga masukan dari Sabrina,

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 114

    “Ada apa sih, Mbak, kok buru-buru nyuruh aku ke sini?” protes Sabrina saat sudah sampai di restoran. “Hehe, maaf!” kekeh Sarah. “Tadi Mas Adhy….” Sarah menjabarkan semuanya tanpa terlewat. “Bener berarti dugaanku selama ini.” Sabrina manggut-manggut saat tahu apa yang selama beberapa waktu terakhir dilihatnya benar adanya. Ia sama sekali tidak terkejut. “Hah, kamu serius sudah tahu?” Terbalik, justru Sarah yang terkejut. “Iya. Setiap kita berkumpul, tatapannya dia padamu selalu mengandung arti begitu.”“Menurutmu, aku harus gimana?” Sarah benar-benar bimbang. Ia takut dan tak ingin nasib pernikahannya akan terulang kembali. Ia takut bahwa Adhyaksa mengkhianatinya. “La Mbak Sarah ada rasa gak? Terus, mau gak menjalin hubungan dengannya?” Sarah tampak diam, lama berpikir untuk memberikan jawaban. “Aku rasa jawabanmu pada Mas Adhy tadi tidak ada salahnya, coba saja. Selain itu, erbanyak doa dan minta petunjuk Allah. Serahkan semuanya pada Allah, In Syaa Allah akan diberikan petunju

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 113

    “Ampun deh, Bund! Adhy menyerah. Bunda tuh emang hebat soal menemukan sesuatu yang tersembunyi,” kelakar Adhyaksa menjawab dugaan sang Bunda. “Haha, bisa saja kamu!” Bunda tak kalah kelakarnya, ia pun mencubit manja pinggang Adhy. “Bunda itu ibumu. Tentu tahu apapun yang kamu rasakan, karena feeling seorang ibu itu tidak pernah salah. Nah, apakah kamu sudah tahu siapa Sarah sebenarnya?” Kali ini Bunda bertanya serius, suasana menjadi sedikit tegang karena menyangkut sebuah masa depan. “Sudah. Tentang apa yang Bunda maksud? Apakah tentang status dan masa lalunya?” Adhyaksa seketika sangsi dan takut jika jawaban Bunda Sumirah jauh dari harapannya, Bunda mengangguk sembari menunggu jawaban. “Apa Bunda tidak setuju jika Adhy mempunyai rasa ini?” Adhyaksa menatap Bunda lekat-lekat. “Bunda sama sekali bukan tidak setuju. Bunda setuju-setuju saja, karena toh yang menjalaninya dirimu. Bunda sebagai ibu, hanya bisa mendukung dan mendoakan yang terbaik untukmu, Nak! Bunda hanya ingin tahu

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 112

    “Oma tidak bisa seenaknya begitu denganku, dong! Hartamu itu tidak akan bisa dibawa mati. Jadi, buat apa kalau tidak diwariskan padaku?” Hendrik menatap tajam Oma Santi. Ia benar-benar tidak rela jika harus kehilangan warisan yang sudah didamba selama ini. Mendengar kata mati, Oma Santi semakin meradang. Ia sangat tersinggung, menganggap cucunya mendoakan dirinya untuk segera mati. Bertambah buruk saja penilaian untuk Hendrik. Padahal, apa yang dikatakan adalah benar adanya.Plak! Plak! “Tutup mulut lancangmu itu dasar manusia gak tahu diuntung! Apa maksudmu menginginkan kematianku? Kamu ingin aku cepat mati? Hah? Kurang ajar!” Kemarahan Oma tak lagi bisa dibendung, ia pun menampar kembali Hendrik dengan bolak-balik di pipi kanan dan kiri. Mendapatkan reaksi seperti itu, Hendrik pun tak kalah emosinya. “Kalau memang iya kenapa? Memang benar, kan, kamu itu memang sudah tua dan waktunya mati. Sudah tidak pantas lagi untuk hidup karena terlalu banyak dosa, termasuk dosa membiarkan ak

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 111

    Sudah dibela-belain mencari Sarah hingga berhari-hari juga menghabiskan segala sesuatunya yang tak sedikit, sekalipun sudah ditemukan malah sama sekali tidak sesuai dengan keinginan membuat Hendrik kesal setengah mati. Ditinggalkan begitu saja oleh Sarah di minimarket tersebut tak serta merta membuat Hendrik segera putar arah dan kembali ke rumah omanya. Karena tiba-tiba ia baru ingat akan pekerjaan kantor yang sudah ia tinggalkan semingguan ini. Hendrik segera bergegas mengegas dan langsung menuju kantornya. Namun, beberapa jam sebelumnya, setelah Pak Adam memberi laporan kepada Oma bahwa sudah satu minggu Hendrik meninggalkan pekerjaan dan kantor, Pak Adam juga mendapatkan laporan tentang adanya sebuah transaksi janggal yang dilakukan oleh Hendrik beberapa waktu lalu dengan nilai ratusan juta. Mengetahui hal tersebut, Pak Adam tidak langsung percaya begitu saja. Ia langsung mengeceknya untuk memastikan kebenaran tersebut. Bukan hanya sekali saja, tapi berkali-kali. Setelah bena

  • Terkabulnya Doa Istri Pertama   bab 110

    “Woy, bangun dasar gelandangan! Ini bukan panti sosial yang bisa seenaknya kamu tinggali. Bangun!” Pemilik toko begitu geram ketika Novi tidak bangun-bangun, padahal sudah berteriak-teriak bahkan tubuh Novi sudah ditoel-toel pakai kaki. Saking lelah dan juga terguncangnya jiwa Novi, ia masih tertidur saat jam delapan pagi di waktu orang-orang harus kembali beraktivitas terutama di kawasan pertokoan tersebut. Tak sabaran, pemilik toko segera mengambil ember dan mengisi dengan air keran yang berada di samping bangunan tokonya. Byur! Manjur! Semburan dan lemparan air dalam ember tersebut berhasil membuat Novi terbangun sekaligus gelagapan. “Enak ya tidurnya, Tuan Putri?” sindir pemilik toko seraya menahan dongkol dalam dadanya, sementara Novi hanya nyengir saja sambil mengelap wajahnya yang basah. “Bangun dan pergi jauh dari sini! Awas saja kalau saya masih melihat kamu berkeliaran di sini, jangan harap kamu baik-baik saja!” ancam pemilik toko, tangannya mengepal kuat dan ditunjukk

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status