Share

Bab 2

Penulis: Anju
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-22 22:12:06

Pagi berikutnya, langit Jakarta mendadak mendung banget. Hujan deras mulai turun pas jam 7.45, tepat saat mahasiswa pada buru-buru masuk gerbang kampus.

Kevin sudah berdiri di depan gate utama sejak jam 7.15.

Bukan karena rajin kuliah.

Tapi karena dia tahu Nadia selalu datang naik angkot + jalan kaki 700 meter dari halte terdekat.

Dan hari ini… dia bawa payung spesial.

Bukan payung biasa.

Payung golf custom dari brand Inggris yang harganya bisa buat DP motor Nmax. Warna hitam matte, logo kecil “Burberry” di gagangnya. Dia sengaja bawa ini biar keliatan “nggak sengaja”.

Strategi hari ini: jadi pahlawan payung.

Cewek mana yang nggak meleleh kalau cowok tampan + kaya + rela basah demi nganterin dia ke kelas?

Tapi kenyataan selalu lebih kejam.

Nadia muncul dari kejauhan. Rambutnya sudah setengah basah, tas ranselnya ditutupin plastik kresek bekas belanja. Dia lari kecil sambil nutup kepala pake buku tulis tebal.

Kevin langsung buka payung, lari nyamperin.

“Nadia!”

Nadia ngerem mendadak. Matanya langsung menyipit curiga.

“Kamu ngapain di sini pagi-pagi?”

Kevin senyum lebar, angkat payung tinggi-tinggi biar Nadia kebagian.

“Hujan deras. Aku… kebetulan lewat. Yuk bareng, aku anter sampe gedung fakultas.”

Nadia melirik payung itu. Lalu melirik Kevin yang sekarang bagian bahunya mulai basah karena payungnya lebih condong ke arah Nadia.

Dia diam tiga detik.

Lalu… nyengir kecil (tapi bukan senyum manis, lebih ke senyum “lo kira gue bodoh apa”).

“Payung lo mahal banget ya? Burberry kan? 200 juta lebih katanya.”

Kevin kaget. “Eh… lo tau?”

“G****e, bro.” Nadia nyengir lebih lebar. “Makasih tawarannya, tapi nggak usah. Aku nggak mau nanti lo bilang aku matre gara-gara nerima payung lo.”

Lalu dia lari kecil ninggalin Kevin yang berdiri mematung di tengah hujan.

LAAGI? DITOLAK LAGI?

Tapi Kevin nggak nyerah. Dia kejar lagi sambil teriak, “Nad, tunggu! Serius aku nggak—”

Pas dia nyamperin lagi, tiba-tiba…

“KEVIN SAYANGGGG!”

Clarissa muncul entah dari mana, langsung nyelonong masuk ke bawah payung Kevin, peluk pinggangnya erat-erat.

“Ya Tuhan kamu basah banget! Nih pake payung aku aja, ini Louis Vuitton x Yayoi Kusama limited edition, lebih gede!”

Nadia yang tadinya udah mau lari, berhenti lagi. Dia balik badan, lihat Clarissa nempel kayak perangko.

Lalu cuma bilang satu kalimat sebelum lanjut lari:

“Pas banget. Payung mahal cocok buat orang kaya kayak kalian.”

Kevin cuma bisa melongo.

Sepanjang hari itu Kevin down parah. Kuliah nggak konsen. Ray sama Dito sampai khawatir.

“Lo kenapa Vin? Kayak orang putus cinta padahal belum pacaran,” kata Ray sambil nyodorin Starbucks.

“Aku ditolak payung, bro. Ditolak payung 200 juta.”

Dito langsung ngakak sampe batuk-batuk. “Gila, itu rekor baru dunia ditolak cewek!”

Malamnya, jam 11.47.

Nadia lagi duduk di kamar kosnya yang sempit (cuma 3×3 meter, AC nggak ada, kipas angin berisik). Dia lagi buka HP, scroll TikTok kampus.

Tiba-tiba ada notif DM I*******m.

Dari akun @kevinacathy (verified, 1.2M followers).

Kevin:

Hai. Maaf kalau pagi tadi aku ganggu lagi.

Aku cuma mau bilang… lain kali kalau hujan, aku janji nggak bawa payung mahal lagi.

Aku bawa payung polos 15 ribu dari Indimaret aja. Biar lo nggak takut dibilang matre 😅

Nadia bengong baca pesan itu.

Dia ngetik balas… hapus… ngetik lagi… hapus lagi.

Akhirnya dia cuma ketik:

Nadia:

Nggak usah bawa payung sama sekali.

Aku biasa hujan-hujanan dari kecil.

Lalu dia kirim, langsung taruh HP jauh-jauh, tapi… 30 detik kemudian HP bunyi lagi.

Kevin:

Oke. Besok aku nggak bawa payung.

Tapi aku tetap nunggu di gate jam 7.30.

Kalau lo nggak mau bareng, ya udah. Aku cuma berdiri di situ aja sampe lo lewat.

Nggak ganggu. Janji.

Nadia baca pesan itu.

Pipinya tiba-tiba panas.

Gila. Ini cowok beneran nggak ada capenya apa?

Dia buka chat lagi, mau bales pedes.

Tapi entah kenapa, jari-jarinya malah ngetik:

Nadia:

Lo nggak ada kerjaan lain apa?

Kevin langsung balas (typing… cuma 2 detik):

Kevin:

Ada sih.

Tapi lebih penting nungguin lo lewat tiap pagi.

Nadia langsung lempar bantal ke dinding.

“AAAAAAA GILA INI ORANG NGOMONG APAAN SIH!!!”

Di penthouse-nya, Kevin lagi senyum-senyum sendiri sambil ngetik pesan berikutnya. Ray yang lagi main PS5 di sebelahnya cuma geleng-geleng kepala.

“Vin, lo udah gila berat.”

Kevin cuma jawab sambil nyengir:

“Gila yang bakal bikin dia jatuh cinta, bro.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 22

    Pagi hari.Penthouse Kevin gelap, hanya cahaya matahari pagi menembus tirai. Kevin berdiri di balkon dengan hoodie hitam, rambut berantakan, mata merah karena nggak tidur sama sekali.Nadia masih tertidur di sofa, wajahnya sembab setelah semalaman menangis dalam pelukannya.Arkan duduk di meja bar, laptop terbuka, kopi hitam yang sudah dingin.Kevin akhirnya buka suara tanpa menoleh:“Dia ada di Jakarta.”Arkan menghadap Kevin.“Lo yakin?”Kevin memasukkan rokok ke mulut, menyalakannya, menghembuskan asap cepat.“CCTV di bawah penthouse gue tadi malam… ada seorang cowok berdiri di seberang jalan selama empat menit.”Kevin membuang abu.“Tim keamanan gue telepon jam lima pagi.”Arkan tersentak.“Itu—”Kevin menatap Arkan dengan mata yang tajam dan gelap.“Kairo.”Arkan langsung menutup laptop.“Mana rekamannya?”Kevin menggeleng.“Dia nutup wajah. Hoodie hitam. Tapi… cara berdirinya, cara dia miring kepala sedikit…”Kevin menggertakkan gigi.“Itu gaya gue waktu SMA.”Arkan menelan luda

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 21

    Video terus berjalan.Hujan.Suara langkah kaki di tanah basah.Napas seseorang yang terengah.Kevin menatap layar tanpa berkedip.Tubuhnya kaku.Di video, seorang remaja laki-laki menyeret tangan seorang gadis kelas 10 yang basah kuyup — rambutnya menempel di wajah, lututnya berdarah.Gadis itu adalah Nadia.Dan laki-laki itu—Kevin merasakan jantungnya berhenti.Remaja itu mendongak ke kamera.Wajahnya jelas.Fitur wajahnya… sama.Suara… sama.Tatapan… sama.Hanya lebih muda.Tiga tahun lebih muda.“Nggak… ini nggak bener…”Kevin mundur selangkah.Nafasnya patah.“Ini… gak mungkin… GAK MUNGKIN…”Di layar, remaja itu tersenyum kecil.Penuh obsesi.“Kalau gue nggak bisa punya lo, Nad…orang lain juga nggak boleh.”Kevin menutup mulutnya.Tangan gemetar.“VIN…”Nadia memegang hoodie Kevin, tubuhnya gemetaran.“Aku udah bilang… jangan liat…”Tapi Kevin menepis tangan Nadia—BUKAN karena marah pada Nadia.Melainkan karena dia merasa…dia sendiri sedang jatuh.“ITU SUARA GUE!!”Kevin bert

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 20

    Gelap.Sunyi.Listrik padam total.Nadia memeluk dada Kevin, tubuhnya gemetar keras.Tok. Tok. Tok.Ketukan itu lagi.Tiga kali.Pelan.Berirama.Kevin menoleh ke jendela besar penthouse yang sekarang hanya diterangi kilat hujan.“Nad, tetap di belakang gue,” bisiknya pelan.Nadia menggenggam baju Kevin sampai kusut.“Jangan buka, Vin… please…”Kevin menelan ludah, mengatur napas, langkahnya pelan mendekat ke kaca yang dipenuhi butiran air.Di luar sana, dari lantai 32, tidak mungkin ada orang yang bisa mengetuk kaca.Tidak ada balkon.Tidak ada akses servis.Hanya angin.Dan hujan badai.Tapi ketukan itu jelas.Terarah.Tok. Tok. Tok.Kilatan petir menyinari kaca sesaat.Dan Kevin melihatnya.Seseorang berdiri di rooftop gedung seberang.Bukan monster.Bukan bayangan kosong.Seseorang nyata.Pria muda, berjaket hitam, memegang…sebuah payung hitam persis seperti milik Arkan.Wajahnya tidak terlihat jelas.Tapi tubuhnya…sikapnya…Tidak asing.Kevin tidak bisa melihat detail — hujan t

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 19

    Pukul 00.32 – Penthouse KevinHujan masih menghantam jendela kaca besar.Nadia duduk di sofa, dibungkus selimut tebal, wajahnya pucat.Matanya kosong.Kevin menyiapkan teh hangat, tapi tangannya gemetar.Ini pertama kalinya Kevin benar-benar melihat Nadia…hilang.Dia duduk di sebelah Nadia, pelan, takut membuatnya makin runtuh.“Nad…”Kevin menyentuh punggung tangan Nadia.Nadia terkejut kecil, lalu memalingkan wajah.“Sorry. Gue… gak bisa tenang.”Kevin menelan ludah.Napasnya pendek.“Lo boleh takut. Lo boleh nangis. Tapi lo gak sendirian.”Nadia menggigit bibir bawah, menahan tangis yang ingin meledak.“Kalau lo tau nama itu, Vin…segala hal tentang gue bakal berubah.”Kevin meraih wajah Nadia dengan kedua tangan, lembut.“Gue nggak peduli namanya.Gue peduli siapa yang bikin lo kayak gini.”Nadia menutup mata erat-erat.“Jangan paksa gue…”Kevin menunduk, menyentuh kening Nadia dengan keningnya.“Nad. Gue nggak mau kehilangan lo hanya karena rahasia yang lo simpan sendiri.”Nadia

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 18

    Pukul 23.47 – Hujan tidak berhenti.Kos Nadia sunyi.Lampu kamar redup.Nadia duduk di lantai, punggung menempel tembok, lutut memeluk dada.HP-nya berkedip.Pesan dari nomor tak dikenal:“Link folder sudah dibuka 12 kali.Kevin akan tau semuanya dalam hitungan jam.”Nadia meraih rambutnya, menggenggam, tangan gemetar.“Kenapa… kenapa kalian lakuin ini lagi…”Air mata jatuh tanpa suara.Dia ingin teriak.Tapi tidak bisa.Dia ingin lari.Tapi kaki tidak mau bergerak.Dan saat Nadia hampir menutup HP—Tiba-tiba pintu kamarnya digedor KERAS.DUAK! DUAK! DUAK!“NADIA!”Nadia terlonjak.Itu suara Kevin.Panik.Marah.Patah.Nadia bangkit dengan lutut goyah, membuka pintu sedikit.“V–Vin… lo ngapain—”Pintu didorong Kevin langsung, dan Kevin masuk dengan napas liar, jas hujan masih meneteskan air ke lantai.Mata Kevin merah dan gelap.“Nadia.”Suaranya pecah.“Siapa yang ngirimin gue video itu?!”Nadia langsung membeku.Kevin memegang bahunya, bukan kasar—tapi terlalu keras sampai Nadia ter

  • Terlalu Kaya dan Tampan   Bab 17

    Hujan deras turun sepanjang sore.Gedung kampus yang biasanya ramai berubah sunyi, hanya suara rintik-rintik menampar kaca.Nadia duduk di ruang panitia OSPEK, sendirian.Tangan memegang pencil, tapi tidak bergerak.Kertas jadwal ospek di depannya kosong.Matanya menerawang.Suara Arkan masih terngiang:“Lo bakal hancurin dia kalau lo gali masa lalunya.”Nadia menarik napas panjang, mencoba stabil.Tapi tiba-tiba pintu terbuka.Kevin.Dengan jas hujan hitam, rambut sedikit basah, mata merah karena kurang tidur.Tanpa bicara, dia masuk dan langsung mengunci pintu.Nadia kaget. “Vin?”Kevin jalan cepat ke arahnya, lalu jongkok di depan kursi Nadia.Dia memegang kedua tangan Nadia erat-erat, seperti takut gadis itu menghilang dari tangannya.“Nad… lo ngejauh lagi hari ini.”Nadia menggeleng. “Gue cuma capek.”Kevin menatap dalam.“Bilang sama gue kalau lo baik-baik aja.”Nadia diam.Detik itu juga Kevin tahu: dia tidak baik-baik saja.“Tadi lo nangis lagi, ya?”Kevin menyentuh pipi Nadia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status