Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah

Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah

Oleh:  Dinara L.A  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
76Bab
34.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Selalu merasa beruntung dicintai suami yang romantis. Walau pernikahan kami belum dikaruniai seorang anak, tidak mengurangi rasa cinta yang dimiliki. Ya, karena kami saling melengkapi kekurangan. Aku yang sukses dengan penghasilan besar pun tidak pernah perhitungan soal biaya hidup. Namun, semuanya mulai berubah semenjak kutemukan alat KB bekas pakai di kamar. Pasalnya, suami tidak menggunakan itu bersamaku.

Lihat lebih banyak
Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Dwi Nella Mustika
kereeen kak
2023-10-03 19:40:53
0
76 Bab
Bab 1 Menemukan KB Bekas Pakai
“Ini apa, ya?” Aku bergumam saat satu telapak tangan menyentuh sesuatu di bawah bantal yang sedang kutiduri. Aku terbangun dan lekas mengangkat bantal tersebut. Pupil mata langsung melebar saat netra menangkap alat kontrasepsi yang berisi cairan khas itu. Terkejut bukan main. Pasalnya selama ini setiap kali kami melakukan hubungan suami-istri, tidak pernah suami memakai KB berbahan lateks itu.Lantas kenapa kontrasepsi bekas pakai ini bisa ada diranjangku? Apa jangan-jangan selama aku bekerja, Mas Hans … Tidak! Dia adalah sosok suami yang begitu setia. Akan tetapi, bukankah tidak ada yang tidak mungkin? “Awas saja kalau berani mengkhianatiku, akan kujadikan gembel kamu, Mas!”Kedua tangan mengepal, napas berat naik turun dan mukaku terasa sangat memanas. Seperti lava yang meletup-letup dari puncak gunung berapi. Terdengar suara dari handle pintu kamar ada yang memutar. Segera kututup kembali apa yang telah kutemukan dengan bantal. Dalam keadaan marah, biasanya keputusan yang kelua
Baca selengkapnya
Bab 2 Kesaksian Li Chen
Kugedor lagi pintu kamar dengan tak sabar. Grasak-grusuk itu masih terdengar. Setelah sekian purnama menunggu, pintu akhirnya dibuka. “Surprise!” seru Hans dengan kue tart berlilinkan angka 5 dan bertuliskan ‘Happy anniversary’. “Selamat hari pernikahan kita Ayang, istriku yang Solehah,” lanjut Hans. “Jadi, Mas bikin kejutan untukku?” Mata ini mulai berkabut.Sungguh terharu dengan momen yang Hans ciptakan. Jadi merasa bersalah karena sudah berpikiran negatif. “Iya, dong Ayang.” “Ih, aku pikir tadi ….”“Sudah, jangan mikir aneh-aneh. Ayo kita tiup lilinnya! Satu, dua, tiga!" Setelah lilin mati, aku digandengnya masuk lebih jauh ke dalam kamar. Mataku membeliak saat melihat lantai bertabur mawar. Di tengah kasur ada kelopak mawar merah berbentuk hati. Deretan lampu tumblr di dinding dengan tone warm menambah suasana semakin romantis dan intim. Mataku yang berkabut meleleh tanpa bisa kucegah lagi. Setelah menyimpan kue di meja, Hans langusng mendudukkanku di tepi ranjang. “Ayang
Baca selengkapnya
Bab 3 Nemu Lagi
Aku segera meminta Li untuk mengantarkan ke Resto Kenanga. Jika sampai firasat tak enakku selama ini benar, terbukti Hans berkhianat, jangan harap ada ampun. Aku sudah menahan segala luapan emosi bak bom waktu yang tak lama lagi akan meledak.“Bisa cepatan dikit enggak, sih?" protesku kepada Li Chen.“Sabar, ini jalanan lumayan ramai.”“Tahu-tahu gini, aku tadi naik ojek aja.”“Sabar, Sal.” Li terus berusaha menenangkan.“Ih, sabar-sabar. Kamu mana ngerti. Makanya cepetan kawin, biar tahu rasanya gimana was-was saat pasangan bersama yang lain.”“Kenapa harus was-was? Toh, pasanganku nanti pasti setia.” Li begitu percaya diri.“Ekhm," tanggapku tak berarti apa-apa.Setelah sepuluh menit akhirnya sampai juga di Resto yang dimaksud. Harusnya bisa lebih cepat kalau Li tidak lamban. Mataku langsung membidik sebuah motor di parkiran. Bisa kupastikan itu motornya Hans.Sebisa mungkin kuatur napas agar tidak menderu dan terengah. Kuredam segala gejolak yang berdentum agar tak meledak
Baca selengkapnya
Bab 4 Pesan Asing
Kutemukan lagi alat kontrasepsi bekas pakai. Meski merasa jijik, aku terpaksa memungutnya untuk dibuang ke tong sampah.Seketika kepala ini terasa pusing sekali. Entah lelah karena pekerjaan yang menumpuk tadi di kantor, atau karena memikirkan apa yang baru saja kutemukan.Dada ini terasa terus menghimpit membuat ruang oksigen di paru semakin sempit. Usai mandi, tubuh penat menjadi segeran. Kujatuhkan bobot tubuh di sofa bed depan televisi ruang tengah. Bersantai sambil menunggu Hans pulang.Meski kedua mata tertuju ke layar kaca, tetapi pikiranku tak sama. Melayang dan menimbang apa yang harus kulakukan kepada Hans? Mengintrogasinya? Langsung menyerangnya? Apa selidiki diam-diam?Kuteringat akan cctv yang terpasang di depan rumah dan juga di ruangan ini. Lekas beranjak menuju ruang dimana aku dapat mengecek segala aktifitas yang terekam.Kuperiksa secara teliti. Perlahan tapi pasti. Kutonton apa yang tengah diputar di layar monitor PC. Hasilnya tidak ada orang lain yang masuk ke
Baca selengkapnya
Bab 5 Mencurigakan
Meski pesan dari nomer yang tidak dikenal itu cukup menghentak jantungku dan mengusik hati, tetap saja berusaha kuabaikan. Aku anggap saja itu hanya orang iseng.Ponselku bergetar. Mengejutkan aku yang masih melamunkan pesan asing itu. Segera kugeser ikon hijau di layar untuk mengangkat.“Hai Ayang, istriku tercinta. Aku kangen,” seru Hans setelah panggilan video terhubung.“Kalau kangen, kenapa pergi juga ke Bali?” Bibirku mengerucut.“Mohon pengertiannya, Ayang. Aku harus menjaga adikku satu-satunya dari lelaki badboy itu.”“Ya. Mas, sudah makan?”“Ini lagi makan.”“Mana? Kok, makanannya enggak kelihatan?”“Kan menu makannya kamu, Ayang. Hanya dengan melihat dan mendengarmu, aku pasti kenyang.”“Alah, gombal. Paling ada maunya. Apa kehabisan uang? Katakan butuh berapa?”“Idih, bukan! Aku benar-benar lagi butuh kamu. Di sini banyak sekali hilir mudik pasangan yang pamer kemesraan. Bikin hatiku kepanasan. Coba kamu ikut, Ayang. Suamimu ini tidak akan menderita.”“Ya, aku bi
Baca selengkapnya
Bab 6 Janggal
KB-7 Heh, dia pikir aku akan melepaskannya begitu saja? Dengan perginya dari rumah ini, si Meti telah menabuh genderang perang. Nomer yang Anda hubungi sedang tidak aktif. Silahkan coba beberapa saat lagi. Suara operator seluler terdengar saat kucoba menghubungi nomer ponselnya. “Sudah kuduga.” Meski sedang tidak aktif, aku tetap mengirimkan sebuah pesan. Kuyakin sesekali ia akan mengaktifkannya untuk mengecek. [Beritahu aku, kalau tidak akan kudatangi keluargamu dan mempermalukanmu di sana.] Sejam, dua jam, pesan itu masih centang satu. Aku mondar-mandir dengan pikiran semrawut. Kalau sampai terbukti suamiku selingkuh dengannya, awas saja! Kuremas kepala yang kian pusing. Lambat laun, dadaku bergemuruh berdenyut nyeri. Apa mungkin suami sebaik Hans tega melakukan pengkianatan? Setelah apa yang kuberi selama ini. Dia juga selalu ada untukku. Bagaimana mungkin sampai kecolongan? Apa lagi kalau ia melakukannya dengan pembantu sialan itu. Oh, tidak! Kamarku, ranjangku, dipakai ber
Baca selengkapnya
Bab 7 Diluar dugaan
“Iya, Bu. Foto Dea sewaktu kecil mana?”“Eeu … anu, itu.”“Apa, Bu? Kenapa enggak jelas?”“Foto Dea sewaktu kecil tidak ada.”“Lha, kok bisa?”“Hilang, ya, hilang albumnya.”“Jangan bohong, Bu! Kasih tahu aku yang sebenarnya!” tekanku.“Ibu tidak bohong, Mantu.”“Katakan! Dea itu siapa sebenarnya?” bentakku.“Mantu, kamu bentak Ibu?”“Ya. Memangnya kenapa? Kaget? Aku bisa bertindak lebih jauh dari ini.” Mataku menyalang.“Dea itu adiknya Hans. Memang siapa lagi?”“Jadi Ibu tetap tidak mau bilang? Tidak mau memberitahu aku?”“Apa yang harus Ibu bilang? Dea itu memang adiknya Hans,” kukuhnya.“Justru sikap Ibu menunjukkan sebaliknya.”“Apa maksudnya?”“Heh! Masih menanyakan apa maksudnya?”“Ibu benar-benar tidak mengerti.”“Aku akan memberi Hans, Ibu dan si Dea perhitungan.” Telunjukku mengacung ke mukanya.“Perhitungan apa, Mantu? Memangnya apa yang telah kami lakukan?”“Masih bertanya? Lucu!”Gegas aku beranjak dan menyambar tas untuk pergi dari rumah orang penip
Baca selengkapnya
Bab 8 Pintu Rahasia
Tubuhku terlonjak mundur saat dinding lemari bergeser pelan. Tak ayal seperti sebuah pintu rahasia yang pernah aku lihat di film. Kini dinding lemari yang terbuka setinggi aku berdiri dan selebar satu meteran membuat mata kian melebar.Kuayunkan langkah dengan pelan tapi pasti, melewati pintu yang baru saja terbuka. Ternyata terhubung ke sebuah ruangan berukuran sekitar 3x3 meter persegi. Di dalam hanya ada kardus-kardus menumpuk serta beberapa barang yang telah usang. Seperti sebuah gudang lebih tepatnya. Aku pikir akan ada banyak harta karun atau paling tidak sebuah rahasia.Tunggu! Kok, ada sebuah pintu lagi? Kumencoba melangkah lebih jauh, menghampiri pintu tersebut. Lalu diputar kenopnya, tetapi terkunci."Bagaimana ini?"Samar getar ponsel terdengar dari arah kamarku. Entah siapa yang menelepon. Aku segera keluar dari ruang rahasia."Hans? Ada apa dia menghubungi?"Mengambil napas panjang, terus embuskan. Aku harus terdengar baik-baik saja. Walau dalam dada bergemuruh. Rasanya i
Baca selengkapnya
Bab 9 Gosip
Aku hanya membalas dengan anggukan."Emang, ya, Hera itu orangnya enggak jelas. Tertutup. Hanya Pak RT yang sering ketangkap basah bolak balik ke rumahnya. Secara Pak RT itu duda," terang salah satu tetangga."Tahun depan, kita ganti saja RT-nya," seru tukang warung."Iya, pasti ada apa-apanya," sahut si ibu tambun.Karena tidak terbiasa bergosip, kupingku berasa panas saat mendengar gunjingan mereka. Menyimak sebentar saja, bahuku diam-diam bergidik. Buru-buru kuselesaikan proses transaksi beli telurnya."Jadi berapa, Bu?""Dua puluh lima ribu, Neng."Kusodorkan uang selembar Soekarno-Hatta. Setelah mendapat kembalian aku lekas meninggalkan warung."Mari semua," pamitku."Iya, silahkan, Mbak."Sehabis dari warung aku langsung menuju dapur. Kuambil wajan dan menuangkan minyak goreng seperti yang biasa Hans lakukan."Telur ceplok sajalah yang gampang." Aku bergumam sendiri.Satu telur kupecahkan ke atas penggorengan dengan hati-hati. Eh, ya Allah, lupa kompornya belum dinyalakan. Karen
Baca selengkapnya
Bab 10 Meledak
"Mas, apa-apaan ini? Jelaskan!""Ayang, maaf!" Dia menggenggam tanganku. Kutepis kasar. "Dea bukan adikmu 'kan?" Mata ini menyelidik tajam. "Bukan adik kandung," akunya lesu. "Sudah kuduga," sinisku. "Maksudnya?" "Lekas kemasi barangmu! Angkat kaki dari rumahku sekarang juga! Satu lagi, jangan bawa mobil yang telah kubelikan untukmu!" Murkaku langsung tersulut. Meski tungkai terasa lunglai, tetap berusaha berpijak dengan kepalan tangan. "Ayang, ada apa? Kenapa kamu mengusirku?""Masih bertanya? Tidak tahu malu!" Urat-urat leher terasa mau putus saja. "Yang, sungguh aku tak paham.""Kamu ada main gila 'kan dengan Dea? Tega kamu, Mas!" Tubuh yang gemetar kini luruh ke lantai. Begitu pun dengan tangis yang pecah. "Astaghfirullah, Yang. Pikiran apa yang telah merasukimu?" Hans mendekat dan hendak meraih kedua bahuku yang terguncang hebat. "Jangan sentuh aku! Jijik!""Yang, kumohon, kenapa kamu berpikiran aku serendah itu?"Aku terus menangis, air mata tumpah ruah seolah tak akan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status