Dua kali rumah tangganya tak berakhir bahagia, menjadikan Kainan Arshad sosok tak tersentuh oleh wanita. Hidupnya yang sudah menginjak usia 38, ia dedikasikan sepenuhnya untuk memajukan perusahaan. Menjadi owner sekaligus Chief Executive Officer yang dingin, datar, dan seolah tak bernyawa, membuat julukan anti romantic CEO melekat kuat padanya. Suatu hari, hidup Kainan berubah 180 derajat ketika ia membuka cabang perusahaan di kota kecil yang padat. Seorang wanita mengaku sebagai si empunya tanah yang sedianya akan ia bangun anak perusahaan. Pemilik wajah elok dengan kulit eksotik itu tidak terima jika lahannya dijadikan ladang usaha. Gantari Mahika, namanya. Ia menolak sejumlah uang yang Kainan bayarkan, karena tidak ingin kehilangan warisan dari orang tua. Hanya satu hal yang perlu Kainan lakukan, agar Mahika mengikhlaskan hal paling berharga miliknya. "Jadikan aku istrimu, maka kamu berhak atas apa yang aku punya." Cover picture from pexel.com Edit by canva free. Follow author on ig: @elitalestari563 FB: Elita Lestari
View MoreSurai bergelombang sewarna arang, tersibak saat sang pemilik memacu langkah menantang udara yang bergerak menyapu alam.
Gantari Mahika, namanya. Berlari dengan ayunan kaki lebar, membiarkan rambutnya yang tergerai itu berkibar.
"Berani-beraninya! Siapa yang memberi izin untuk membangun pabrik di sana?! Aku tidak merasa pernah menjual tanah itu kepada siapa pun." Gantari Mahika menggerutu di setiap hela napas.
Tak seperti namanya yang memiliki arti menyinari bumi, yang seharusnya mencerminkan sikap hangat dan lembut hati. Mahika justru menunjukkan diri sebagai gadis pemberani pemilik tatapan sadis.
Wajah tegasnya pun terkadang beraut bengis. Siapa saja yang mencoba melawannya, pasti dibuat gentar dan berakhir dalam tangis, pun bernasib tragis.
Aura kemarahannya terpancar begitu kuat saat ini.
Penyebabnya adalah kerumunan orang di depan sana. Pada sebuah tanah kosong milik Mahika, warisan dari kedua orang tua.
"Mahika?!" seru beberapa di antara mereka di dalam kerumunan, yang mengenal si perempuan.
Kebanyakan memang para tetangga di tempat ia tinggal. Mereka berbondong-bondong ingin menyaksikan acara peletakan batu pertama untuk sebuah anak perusahaan terkenal dari ibu kota.
Namun, gadis itu tak memberi sahutan. Gantari Mahika tetap melenggang tanpa menghiraukan celetukan beberapa orang yang mengatakan bahwa dirinya tidak sopan.
Tatapan Mahika terpaku pada seseorang yang kini berdiri paling depan, dan menjadi pusat perhatian semua orang.
Kainan Arshad.
Pria yang merupakan owner sekaligus Chief Executive Officer dari Happy Company itu bersiap meletakkan batu pertama untuk pembangunan pabriknya.
"Yang benar saja. Keterlaluan sekali orang itu!" desis Mahika, saat ia menghentikan laju kakinya, guna sekadar meraup napas. Dada perempuan itu naik turun dengan cepat, mengais udara.
Di belakang Kainan berdiri, terpasang baliho lebar dengan tulisan berhuruf besar dan jelas terbaca.
[Peletakan Batu Pertama Pembangunan Happy Toys. Anak cabang Happy Company Indonesia. Oleh Chief Executive Officer, Kainan Arshad, M.M.]
"Karena doa sudah dilakukan, kita akan menghitung mundur dari sekarang agar Tuan Kainan bisa segera meletakkan batu pertama," ucap seseorang melalui pengeras suara, yang memang sejak awal menjadi pembawa acara penyambutan untuk sang pemilik perusahaan.
"Mari kita hitung bersama-sama! Tiga ... dua ...." Orang itu memulai dengan lantang. "Sa—"
"Berhenti!" teriak Mahika, memotong hitungan mundur yang dilakukan.
Semua mata tertuju kepada gadis berperawakan tinggi, yang kini merapatkan bibir tempat beradunya gigi, menahan laju luapan emosi.
"Jangan lakukan apa pun, sebelum mendapatkan izin dariku!" seru Mahika menggebu.
Kainan yang mendengar itu, menyerahkan batu di tangan kepada salah seorang pekerja, untuk dikembalikan pada tumpukan semula.
Pria itu menepuk kedua tangan dengan tenang, guna membersihkan debu yang tertinggal di sana. Setelahnya, pria 38 tahun itu menggulirkan bola mata, menatap datar ke arah datangnya suara sang perempuan.
Kedua tangan milik pimpinan Happy Company itu bersembunyi ke dalam saku samping celana. Bersiap menunggu kedatangan seseorang yang baru saja meneriakinya.
Gantari Mahika melangkah penuh keanggunan sekaligus ketegasan, membelah kerumunan orang yang secara spontan memberi ia ruang dengan menyingkir ke kiri dan kanan. Jalan panjang berpagar manusia, terbuka lebar untuk dirinya.
"Kamu yang bernama Kainan Arshad?" Mahika berhenti dan berdiri tanpa keraguan di depan Kainan. Menantang pria dengan kemeja putih mahal yang kini tanpa jas melapisinya. Berganti dengan rompi proyek oranye dan helm pengaman kepala berwarna jingga.
"Ya, itu saya. Ada perlu apa, Nona?" Kainan bertanya tenang.
"Ah ... ternyata benar memang kamu orangnya. Pemimpin Happy Company yang banyak dielu-elukan," ucap Mahika, menyilangkan kedua tangan di dada. Sekilas dilihat, perempuan ini memang benar-benar tidak memiliki kesopanan.
Kainan memindai penampilan sosok asing di depannya hingga ke seluruh bagian badan yang tampak di permukaan.
Surai legam bergelombang, begitu indah sebagai mahkota penghias kepala. Alis tegas dan bulu mata lentik nan tebal, berpadu pada kulit sawo matang, memperkuat karakternya sebagai perempuan yang tak mudah ditindas.
Kesan eksotisnya yang khas, begitu mudah terpahat dalam ingatan Kainan.
Gaya berpakaian yang hanya mengenakan kaus putih longgar membungkus badan, dengan kaki jenjang terbalut ripped jeans berwarna biru pudar, menandakan jika Mahika berasal dari kalangan sederhana.
Bukan wanita sosialita dengan dress mewah melekat di tubuhnya, seperti yang biasa dijumpai Kainan. Namun, jelas terlihat jika Mahika tidak bisa diremehkan.
"Kamu tidak tahu aku ini siapa?" Mahika bertanya dengan dagu terangkat.
"Saya tidak merasa perlu untuk tahu siapa kamu. Katakan saja apa tujuanmu ke sini, Nona!" Seperti biasa, Kainan berujar datar tanpa adanya basa-basi yang dilakukan.
Apalagi perempuan di depannya ini masih tampak begitu belia. Berani sekali menyalak di hadapan seorang Kainan Arshad yang terhormat.
Mahika mengembuskan napas kesal, bersamaan dengan berputarnya bola mata, pertanda tak terima dengan kalimat yang Kainan lontarkan.
Perempuan itu mengubah posisi tangan yang semula terlipat di dada, kini bertolak di kedua pinggang. Masih dengan dagu terangkat yang tampak jumawa.
"Gantari Mahika namaku. Pemilik tanah yang sekarang kamu injak. Dan aku di sini, untuk menghentikan apa yang kamu lakukan," tegas gadis itu.
"Bisa-bisanya kamu berniat membangun pabrik di tempat yang bukan milikmu, tanpa berunding dulu denganku!" lanjut Mahika, berseru menggebu.
Kainan melirik ke arah seseorang yang berdiri di sebelahnya. Ia tak mengeluarkan sepatah pun kata, tetapi tatapan tajamnya seolah mampu melubangi kepala Damar—sang asisten, yang sesekali menundukkan pandang.
"Maaf, Tuan. Saya—"
"Diam!" desis Kainan geram. Bisa-bisanya orang kepercayaannya itu menganggap enteng tindak jual beli tanah yang dilakukan. Bagaimana bisa mereka berada di sana, sedangkan Gantari Mahika tidak mau melepaskan tanah miliknya.
"Saudara lelakinya sudah menerima uang dari perusahaan kita, Tuan." Damar mengungkapkan sebuah kenyataan.
Sepasang obsidian milik Mahika membola sempurna. Tidak mengira jika kakaknya sudah menjual warisan keluarga.
'Sialan, kamu Shaka! Kamu mencuri berkas-berkas penting milikku?!' batinnya kesal, mengumpat untuk nama sang kakak.
"Kamu dengar itu, Nona?! Saudara kamu telah setuju menjual tanah ini kepada kami. Dan lagi, uang sudah kami berikan. Saya rasa tidak ada masalah dengan itu. Jika terjadi perbedaan pendapat dengan saudara lelakimu, itu tidak ada hubungannya dengan kami. Kamu urus saja sendiri," ujar Kainan dengan kalimat panjang bernada datar.
"Apa kamu bilang?!" Mahika melangkah kian mendekat dengan wajah berang.
"Saya tidak perlu mengulang." Kainan menyahut pelan, tanpa sedikit pun melakukan pergerakan. "Dan lagi, kami tidak membutuhkan izinmu untuk memulai pembangunan," imbuh Kainan.
"Mana bisa begitu. Aku tidak mau melepas tanah ini untuk siapa pun. Termasuk kamu!" Dengan berani, Mahika menggunakan jari telunjuknya untuk menuding wajah Kainan.
"Aku bisa saja menuntut kamu dengan tuduhan merampas hak milik, karena dengan seenaknya melakukan hal ini," tegas Mahika keras, sebagai pelengkap kalimat. Seraya menarik kembali jari telunjuknya dari hadapan sang pria.
Kainan mengembuskan napas berat, kemudian menoleh ke arah asistennya. Meski lagi-lagi sang atasan tak mengeluarkan suara, Damar selalu paham akan maksud tuannya yang kali ini meminta pendapat.
Pria yang sudah cukup lama menjadi tangan kanan pemilik Happy Company itu pun mendekat, dan berbisik di telinga Kainan. "Jangan dilepas, Tuan. Lokasi di sini sangat strategis. Kita berada di pihak yang benar. Bukti-bukti pembayaran yang sah bisa kita tunjukkan, seandainya perempuan ini menuntut perusahaan. Bagaimanapun caranya, kita harus mempertahankan tempat ini."
Kainan mengembalikan tatapan kepada perempuan yang jauh lebih muda darinya. Mahika masih setia dengan gesture menantang, tak sedikit pun gentar berhadapan dengan pria dewasa yang kini mengamati tubuhnya.
"Kamu ingin tambahan uang berapa? Minta pada asisten saya," ucap Kainan tanpa sedikit pun niat merendahkan.
Namun, ternyata perempuan itu menangkap maksud yang berbeda. "Kamu menghinaku?!" pekiknya.
Kening Kainan berkerut dalam. "Apa terdengar seperti itu?! Saya hanya bertanya, berapa uang yang kamu mau, Nona. Di mana letak kalimat hinaannya?"
"Orang kaya memang selalu seperti itu. Kalian pikir, semua bisa tuntas hanya dengan mengeluarkan uang?!" sentak Mahika.
"Kamu tidak tahu, betapa berharganya tempat ini. Kamu tidak tahu, bukan?! Jika mendiang orang tuaku hanya meninggalkan tanah ini saat mereka meninggal dunia." Perempuan itu mengambil napas dalam dan membuangnya kasar.
"Banyak kenangan di tempat ini yang tidak bisa diganti dengan uang, Tuan Kainan! Rumahku dulu bahkan berdiri di sini sebelum habis terbakar. Sehingga aku harus tinggal di sebuah rumah sewa kecil di pinggir kota. Intinya, aku tidak mau melepas tanah ini. Titik!" tegas Mahika dengan suara bergetar yang tak mampu ia sembunyikan. Dari matanya, emosi jelas terpancar.
Tidak munafik jika ia pun membutuhkan uang. Namun, apakah harus dengan cara ini pula ia mendapatkannya?! Menerima uang yang akan ditukar dengan warisan orang tua?!
Tidak!
Apa pun yang terjadi, dia tidak akan membiarkan satu-satunya kenangan ini jatuh ke tangan orang lain.
"Jangan melantur ke mana-mana. Cukup kembalikan uangnya, kalau kamu memang tidak mau melepaskan tempat ini untuk saya." Kainan membalas enggan.
Diberikan tawaran uang tambahan, tidak mau menerima. Jadi, jangan salahkan Kainan jika ia justru meminta uangnya dikembalikan.
Pria itu sedikit menunduk untuk mendekatkan wajah kepada si gadis, dan menyuguhkan seringai kecil di sudut bibir sambil berkata, "Bagaimana?! Kamu bisa melakukannya?! Jumlah yang harus kamu kembalikan itu tidak sedikit, Nona."
Mahika terdiam. Saliva ia teguk dengan kasar, karena tak menduga hal itulah yang akan Kainan minta. Mengembalikan uang dalam jumlah besar?! Yang benar saja. Gadis ini mendapatkannya dari mana? Makan sehari-hari tercukupi saja, sudah merupakan sesuatu yang luar biasa.
Apalah daya Mahika yang kini sebatang kara. Sang kakak memilih pergi meninggalkan dirinya untuk menjalani hidup sendirian. Coba saja dia menjadi istri seorang pengusaha, pasti hidupnya tidak akan terlunta-lunta.
Tunggu!
Apa tadi?
Istri pengusaha?!
Mahika menaikkan pandang, bertemu dengan obsidian kelam milik Kainan dengan jarak yang sangat dekat. Pria itu masih terpaku begitu lekat dengan tatapannya, menanti sang gadis memberikan tanggapan.
"Aku rasa ... aku punya jalan tengah untuk menyelesaikan masalah ini, Tuan Kainan." Si perempuan berucap pelan, tetapi penuh kemantapan setelah sebuah ide gila melintas di kepala.
Kainan Arshad menaikkan sebelah alis, dan berucap, "Katakan!"
Gadis itu mendekatkan wajah ke sisi telinga Kainan. Dengan seringai samar tersuguhkan, persis seperti apa yang sang pria tampilkan sebelumnya, Mahika membisikkan kalimat tak terduga.
"Jadikan aku istrimu, maka kamu berhak atas apa yang aku punya. Bagaimana?!"
***
"PAK TUA, APA YANG KAMU LAKUKAN?"Jeritan dari Mahika membuat Kainan seketika menegakkan badan bersamaan dengan dadanya yang didorong oleh sang istri. Alhasil, pria itu pun terjengkang hingga jatuh terlentang di sisi lain sofa. Beruntung tak menubruk dan menumpahkan makanan di atas meja. Kuah panas dari mie instan, lumayan juga jika sampai mengenai kulitnya."Sial. Apa-apaan kamu, Mahika?" hardik Kainan. Si perempuan yang masih setengah sadar itu mendudukkan badan dengan cepat dan mengerjap kilat. Namun, setelah ingat jika baru saja Kainan menindihnya, Mahika pun berang."Justru aku yang seharusnya bertanya, kamu ini apa-apaan?" balas perempuan muda itu. "Aku sedang tidur dan kamu berniat berbuat yang tidak-tidak padaku?" imbuhnya dengan nada tinggi."Astaga. Apanya yang macam-macam? Saya hanya ingin membangunkan kamu yang mengeluh kelaparan. Tapi kamu malah mengigau seperti sedang kerasukan jin gila. Kamu menarik tubuh saya sembarangan. Karena itulah saya bisa berakhir menindih kamu.
Kainan memasuki rumah ketika waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Lembur sendirian di ruangan pribadinya pada lantai tiga kantor utama Happy Company, membuat pria itu pulang terlambat."Hhh ... lelah sekali," keluhnya sembari membuat gerakan patahan leher ke kiri dan ke kanan guna menghilangkan rasa pegal. Bunyi 'krek' mantap pun terdengar memuaskan.Seorang atasan sekaligus pemilik perusahaan seperti dia seharusnya bisa menyerahkan semua pekerjaan kepada bawahan. Tinggal menunggu laporan bahwa segalanya sudah beres dikerjakan.Namun, Kainan bukanlah tipe orang yang demikian. Apalagi jika sedang ada permintaan item boneka model baru dari buyer seperti sekarang. Sebelum melempar ke para pekerja di bagian sampel produksi, Kainan akan terlebih dahulu mempelajari sendiri. Biasanya ada Damar yang menemani. Hanya saja, hari ini si pria muda izin untuk tidak ikut lembur karena ada urusan pribadi.Sampel barang dari buyer, Kainan bongkar. Membuka hati-hati jahitan di setiap sisi, kemudian
"Kamu mau meracuni saya?"Kainan menghardik Mahika, saat hanya tinggal mereka berdua di ruangan sang CEO. Andaru sudah meninggalkan tempat itu beberapa saat lalu, setelah mendapat teguran keras dari Kainan karena melanggar peraturan perusahaan. Sedangkan Damar, sebagai satu-satunya yang tahu bahwa atasannya dan sang gadis adalah pasangan suami-istri, memilih pamit sebelum diusir. Pria muda itu paham, Kainan dan Mahika perlu berbicara."Meracuni? Apa maksud kamu?" sahut Mahika dengan suara tinggi.Sang suami berjalan mendekati meja, kemudian menunjuk cangkir kopi yang masih terletak di atasnya."Coba minum!" titah Kainan."Kenapa aku harus minum? Aku tidak suka kopi. Apalagi yang tidak ada manis-manisnya sama sekali. Iyyuuhh ... maaf saja, nanti aku muntah." Mahika menunjukkan wajah mual seusai kalimat tersebut terucap."Tidak usah pura-pura tidak tahu. Kamu sengaja memasukkan banyak garam ke dalam sana, bukan?" tuduh Kainan."Sembarangan menuduh saja. Aku hanya membawa minuman itu dar
Mahika menarik tangan Andaru agar mengikuti langkahnya. Kaki jenjang yang terbalut celana panjang hitam tersebut begitu lincah menuruni satu per satu anak tangga. Sementara salah satu tangannya tak sedikit pun melepaskan sang pria. Gadis dengan seragam kerja berupa kemeja lengan pendek berwarna biru tua berpadu abu-abu terang pada bagian dada tersebut seolah tak ingin Andaru kembali meninggalkannya."Mahika," seru Andaru di sela langkahnya mengikuti sang wanita. Jika dia mau, bisa saja Andaru membuat Mahika berhenti. Namun, melihat raut bahagia yang terlihat meletup-letup tergambar pada wajah gadis tersebut saat bertemu dengannya, Andaru tak tega merusak suasana hati Mahika. Biarkan sesuka hati gadis itu ingin melakukan apa."Mahika, sebentar." Andaru berhasil membuat sang gadis menghentikan langkah dan berbalik memaku lekat sepasang netra legamnya, ketika mereka baru saja menuruni tangga hingga lantai terbawah."Kamu tidak lelah? Padahal ada lift, kenapa memilih melewati tangga?" uca
Kainan menghela napas berat kala mendudukkan pantat kembali pada kursi kebesarannya di balik meja kerja. Memutar tempat duduk ke kiri dan ke kanan, Kainan menggigit bibir dengan kening berkerut dalam. Kedua siku bertumpu pada lengan kursi, dan jari-jari panjangnya bertaut di depan dada. Otak pria itu masih sibuk mencerna perihal kejadian beberapa menit sebelumnya, di mana Mahika menyeret pergi Andaru dari hadapannya.'Ada hubungan apa di antara mereka?' batin Kainan bertanya-tanya.Damar yang mengikuti Kainan memasuki ruangan, memperhatikan atasannya dalam diam. Pria muda itu tahu apa yang sedang sang tuan pikirkan. Apa lagi jika bukan perihal sang istri yang baru hitungan hari dinikahi justru pergi bersama pria lain."Tuan perlu sesuatu?" tanya Damar, mencoba mencairkan suasana yang mendadak beku.Kainan melirik ke arah pria yang lebih muda dan menghentikan gerakan memutar kursinya. Tampak seperti menimbang sesuatu, Kainan pun berseru, "Buka data karyawan. Lihat profil lengkap Andaru
Setelah memperoleh seragam kerja, Mahika mendapatkan jadwal tugas yang diam-diam sudah diatur oleh Kainan. Tanpa sepengetahuan sang gadis, pimpinan Happy Company tersebut sengaja meminta Roshinta—si staff HRD yang ia temui tadi, agar menempatkan Mahika khusus untuk melayani dirinya.Bagusnya, tak sedikit pun Roshinta menaruh curiga. Karena kebetulan perusahaan mereka pun sedang membutuhkan tenaga tambahan untuk bagian tersebut.Membawa segelas kopi hitam tanpa gula, Mahika bersiap melaksanakan tugas pertamanya. Mengantar minuman ke ruangan yang sudah disebutkan oleh Roshinta. Karena yang ia bawa hanya segelas kopi, Mahika tak menggunakan troli. Cukup dengan sebuah nampan berukuran sedang.Roshinta mengatakan, Mahika harus mengingat detail tugasnya. Mulai dari membersihan peralatan kantor, merapikan ruangan, menyediakan minuman hingga makanan untuk pegawai. Dalam hal ini, tentu saja khusus satu orang yang harus Mahika layani. Yang mana gadis itu pun belum t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments