Share

Bab 6

"Pak, ini sudah saya revisi kembali." Ucap Anggie setelah dengan sopan dia masuk keruangan dosennya untuk bimbingan.

"Kakimu kenapa Nggie?" Tanya Pak Dirga dosen berumur setengah abat. Laki-laki paruh baya itu memang tak sungkan memberi perhatian lebih pada mahasiswanya yang bernama Anggie. Semua orang dari kalangan kampus tahu itu bukan karena genit. Sebab Pak Dirga bukanlah dosen mesum tapi terhormat, dia bahkan sangat menjunjung tinggi kehormatan perempuan. Pria itu bersikap sopan dan tidak pernah macam-macam.

"Kemaren jatuh dari motor Pak." Jawab Anggie sopan dan diangguki mengerti oleh Pak Dirga.

Detik berikutnya Pak Dirga pun mengecek skripsi Anggie. Wajahnya datar sesekali mengerut membuat Anggie waspada, takut disemprot dan diceramahi panjang lagi. Sebenarnya sang dosen tidaklah begitu kiler namun terkadang dia bisa berubah jadi menakutkan.

"Analisis yang kamu gunakan sudah bagu," Puji Pak Dirga sejenak. "Hm simbolnya juga."

Skripsi dikomentari baik oleh dosen pembimbing ternyata lebih indah dari pada jatuh cinta. Tanpa dapat ditahan lagi Anggie tersenyum senang. Hari ini bolehkah ada perayaan untuk perasaan yang terasa menyenangkan ini.

'Karena Pak Dirga baik padaku, untuk hari ini aku akan pulang cepat dan tidak bandel pada Mama Papa.' Niat Anggie sungguh-sungguh.

Namun hal itu tak bertahan lama. "Ck, tapi kok masih banyak typonya Anggie? Kamu ini bagaimana sih? Kemarin Analisis yang kamu gunakan bermasalah sekarang typo!"

'Yahh, janji gue yang tadi dibatalkan. Sekarang aku butuh refreshing. Baru juga benar sudah Salah mulu lagi, salah mulu.. kapan benarnya aku di matamu sih Pak?'

"Kamu nikah sama anak saya saja biar kamu benar."

Jleb.. ini dosen apa cenayang. Kok bisa-bisanya menembus pikiran. Apa karena udah berpengalaman dalam hidup.

"Bapak ngaur jangan bercanda Pak. Hubungan typo sama nikah dengan anak Bapak itu gak ada."

"Kalau kamu sudah jadi mantu saja jelas ada hubungannya." Ngaco Pak Dirga. Hal inilah yang membuat perlakuannya beda pada Anggie dan mahasiswanya yang lain. Hanya bersikap lebik baik pada Anggie dan selalu meminta Anggie jadi Menantunya, namun kalau soal nilai dan bimbingan Pak Dirga masih cukup profesional.

"Sudah, kamu perbaiki bagian yang salah dan saya harap yang benar hari ini tidak jadi salah saat besok."Pak Dirga menatap Anggie sambil memberikan skripsi yang sudah di coret beberapa bagian.

Mahasiswanya Anggie memang cukup mudah dibimbing. Diberi arahan sedikit langsung bisa namun anehnya apa yang salah kemaren jadi benar dan yang benar jadi salah. Hari ini simbolnya benar dan analisisnya salah maka besoknya yang terjadi kebalikannya. Pas keduanya benar malah ada typonya. Begitulah terus berulang sampai membuat Pak Dirga pusing menghadapi Anggie.

Setelah Anggie pamit dari ruangan dosennya dia pun menghampiri Kayla yang menunggunya diluar ruang dosen.

"Gimana Nggie, ACC belum.."

Anggie menarik Kayla agar mengikutinya. Keduanya pun mengobrol sambil berjalan.

"Boro-boro ACC, kemarin dia ngamuk dan sekarang malah gilanya kambuh nawarin gue jadi mantu. Aduh, apa aku harus beneran nikah dengan anaknya aja ya.." Prustasi Anggie.

"Lahh.. si Bapak kan sudah begitu semejak semester pertama. Setiap kamu salah bukannya dimarahi kamu malah ditawarin jadi mantunya beda sama kami mahasiswa lain yang langsung diomelin. Ya, sudah.. kamu menikah sajalah dengan anaknya biar Pak Dirga enggak gila nawarin kamu mulu nikah sama anaknya."

"Tamatlah riwatku kalo nikah dengan anak Pak Dirga, kamu ajalah.."

Begitulah kenyataannya. Entah apa yang membuat Pak Dirga sangat menginginkan Anggie jadi mantunya. Laki-laki tua paruh baya itu sungguh aneh dan itu hanya pada Anggie. Tapi entah kenapa wajahnya sejak pertama ketemu tidak pernah asing bagi Anggie. Apa mereka sebelum berhubungan jadi dosen-mahasiswa sudah saling mengenal?

"Kenapa? Aku saja kepengenloh diperhatiin gitu. Dibaikin kayak kamu."

"Jadi loh mau diperlakuin sama dengan gue.." Ketus Anggie sebal, "Kayla kamu mau menikah dengan anaknya Pak Dirga."

Kayla menggeleng, "maaf ya Anggie bukannya aku gak mau. Tetapi aku gak punya bakat merebut hak milik orang lain. Kayak Pak Dirga sudah mencantumkanmu jadi mantunya jadi aku gak mau merebut posisi itu darimu. Apalagi sampai membuat dosen baik hati semacam Pak Dirga kecewa."

"Astaga, teman gue ikut ketiban aneh oleh Pak Dirga. Insap Key! Ogah aku tidak mau nikah dengan anak Pak Dirga. Jangan-jangan anaknya jelek lagi."

"Souzhon, mana mungkin anaknya jelek, Pak Dirga saja ganteng meskipun sudah tua."

○○○○

Anggie berjalan beriringan dengan Kayla dilorong fakultas. Setelah sedikit berdebat masalah dosen pembimbing Anggie yang ngotot agar Anggie jadi menantunya kini keduanya diam-diaman. Mereka berniat menjumpai dosen pembimbing Kayla gantian kali ini Anggie yang menemaninya.

"Aduh, kok aku tiba-tiba lapar bangat!" Ungkap Anggie dramatis sambil memengangi perutnya.

"Yasudah, kita kantin aja yuk. Baru habis itu temani aku menemui dosen pembimbingku."

Anggie menggeleng tak setuju. "Di kantin fakultas kita itu menunya itu-itu saja, bosan tau."

"Terus maunya kemana, ngafe? Restoran? atau jajanan pinggir jalan depan sekolah SD, itu?"

Anggie kembali menggeleng.

"Masuk akal dikitlah, Key. Kalau kita kesana dulu yang ada Aku keburu kelaparan sampe pingsan dahulu ..." ringis Anggie dengan lebaynya.

"Jadi maunya kemana, katanya bosan menu difakultas," jawab Kayla mencoba bersabar, menghadapi sahabatnya Anggie memanglah begini amat.

"Kan bisa usul kantin kefakultas lain, Key ... gimana sih!"

Keyla menghela nafasnya mencoba bersabar. Mendebat Anggie percuma saja tidak ada gunanya yang ada malah membuat naik darah.

"Yasudah, yuk kita ke kantin fakultas lain. Menu di fakultas kedokteran kayaknya enak, Nggie."

"Jangan kese--"

"Udahlah jangan banyak protes lagi, katanya tadi sudah laparkan. Yuklah, sebelum kamu keburu pingsan." Kayla memotong kalimat Anggie yang belum selesai seraya menarik Anggie bergegas kearah yang dituju.

Ditengah jalan Kayla merasakan bahwa Anggie yang dia seret makin berat bahkan tak mampu diseret lagi, sontak menoleh dan kaget.

"Pak Dokter!" Kaget Kayla.

Ternyata Gibran menahan tangan Anggie pantasan saja terasa berat.

"Key, tolongin Aku ..." mohon Anggie seraya berusaha melepaskan sebelah tangannya yang Gibran genggam.

"Iya Pak Dokter, tolong lepaskan temanku dia katanya sudah kelaparan kalau gak segera ke kantin dia bisa pingsan," beritahu Kayla seadaanya menyebakan Anggie memelototinya dan Gibran malah tersenyum aneh.

"Yasudah, kalian berdua ikut aku!" Tegas Gibran seraya mengeratkan genggaman tangannya pada Anggie dan bahkan kini seenaknya merangkulnya secara paksa. Mau tak mau akhirnya Anggie menurut.

Ketiganya berjalan beriringan dituntun Gibran. Pria itu membawa kedua mahasiswi itu keluar area kampus dengan mobilnya.

"Aduh Pak Dokter kita mau kemana, teman saya bakalan pingsan nih!" Cerewet Kayla protes.

Sementara itu Anggie antara meringis sedikit gemetar takut bersamaan dengan kesal sambil memandang kearah luar jendela mobil. Gadis itu cemberut, enggan bicara bahkan untuk protes pada Gibran.

Tidak ada pembicaraan lagi dan suasana dalam mobil hanya dihiasi keheningan. Hingga ketika mereka sampai ditempat yang Gibran maksud. Mereka pun turun dari mobil.

"Anggie kamu sudah pingsan tidak? Kalau iya, biar Mas gendong," ucap Gibran menggoda Anggie yang masih diam di tempat.

"Gak usah!" Jawab Anggie ketus sambil keluar dari mobil Gibran dan menutup pintunya kasar.

"Kalau sampai lecet, kamu harus ganti rugi dengan cara secepatnya mau tak mau saya nikahi!" Tukas Gibran memperingati sambil menarik tangan Anggie untuk ia genggam mesra agar mengikutinya masuk ke sebuah restoran.

"Pak Dokter, mau traktirin kita?" tanya Kayla penuh harap dan diangguki Gibran.

"Ya." Jawabnya singkat dengan datar.

Hanya kepada Anggie sajalah Gibran cerewet dan bawel. Sedangkan kepada wanita lain dia terkesan dingin dan acuh. Sekalipun wanita itu cantik bak bidadari dan sangat memujanya Gibran tak perduli hal itu.

"Tadi pagi kamu kemana, Saya jemput kerumah, kata Om Ardi kamu sudah pergi."

"Tadi bukannya kamu menemukanku di kampus kenapa nanya lagi. Justru kamu tuh, kenapa bisa-bisanya ada disana?"

"Saya dosen dikampus itu dan sudah berlangsung kurang lebih setengah tahun. Gak nyangka juga saya cari-cari kamu kemana ternyata selama enam bulan sudah berkeliaran disekitar saya."

"Oh, yaa?" Sinis Anggie.

"Ya!"

Kayla makan dengan antengnya melupakan dua insan dihapannya yang tengah berdebat, persetan dengan hal itu makanan enak dihadapannya lebih butuh dirinya untuk menghabiskannya.

"Bagaimana kakimu?"

"Liat saja sendiri," ketus Anggie sambil ogahan menikmati makanannya padahal amat menggoda seleranya.

Gibran tanpa diduga tiba-tiba saja menghentikan makannya dan membungkuk.

"Hey, apa-apan sih Mas? Kakiku ..." protes Anggie kala sebelah kakinya diperiksa gibran.

"Sepertinya sudah baik," beritahu Gibran sambil kembali duduk dengan baik.

"Lain kali hati-hatilah. Hukum berkendara di jalan raya, tidak pedulu kamu yang salah atau orang lain, jika sudah tabrakan kamu tetap saja akan merasakan sakitnya," nasehat Gibran.

"Hm," jawab Anggie singkatnya.

"Jangan, 'hm' mulu."

"Iya."

"Cuma iya sajakah?"

Anggie melotot tak suka, "terus bagaimana?!!'

***

TO BE CONTINUED

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status