Share

7. Intimidasi

Author: DF Handayani
last update Last Updated: 2025-05-28 21:55:34

Pesta telah usai, para rekan kerja dari divisi teknologi berpamitan pulang di area lobi cafe. Tak lupa mereka mengucapkan terimakasih pada Sunrise. Beberapa dari mereka ada yang sempoyongan karena terlalu banyak minum, termasuk Carmen.

Hanya beberapa yang masih nampak normal, termasuk Sunrise yang memang tak begitu menyukai minuman beralkohol. Lebih tepatnya ia memilih untuk hidup sehat dan sebisa mungkin menghindarinya.

"Kenapa kau selalu menyusahkanku Carmen! Sudah kukatakan jangan terlalu banyak minum!" runtuk Sunrise yang nampak kesusahan saat memapah Carmen. Tak ada sahutan dari sahabatnya yang sudah teler itu.

Dengan terseok-seok, Sunrise berusaha membawa Carmen ke mobilnya. Mini Cooper putih, mobil yang baru saja lunas dari cicilan. Ia sedikit kesusahan mengeluarkan kunci mobil dari dalam tasnya. Tubuh lemah Carmen lumayan membuatnya kewalahan.

"Hassh, di mana kunci itu!" geram Sunrise yang sibuk merogoh isi tasnya. Dapat, ia mengeluarkannya. Tapi kesialan kembali datang. Kunci yang sudah ada di tangannya malah terjatuh.

"Aaaarrgghh...sial!" Sunrise benar-benar gusar. Bahkan, kunci pun tak bisa diajak bekerja sama di saat urgent seperti ini. Dengan susah payah ia mencoba mengambil kunci, sedang tangan satunya menahan tubuh Carmen yang hampir tumbang.

"Apa Anda butuh bantuan, Nona?" suara bariton dari arah belakang cukup melegakan Sunrise.

"Ah, ya. Kunciku terjatuh, bisa Anda menolongku untuk mengambilkannya?" pinta Sunrise dengan sopan tanpa menoleh ke arah suara berasal.

Lelaki tadi berjalan ke arah samping Sunrise. Tepat saat lelaki tadi membungkuk mengambil kunci, Sunrise melirik ke arahnya. Saat tahu siapa lelaki yang menolongnya, sontak saja, ia terhenyak kaget hingga menjatuhkan tubuh Carmen. Beruntung, dengan sigap lelaki tadi meraih tubuh Carmen yang nyaris menghantam aspal.

"Tuan Nick?!" Sunrise terbelalak. Ia pun menoleh ke arah lainnya untuk mencari sosok yang lain. Dan benar, sosok lelaki yang sangat tidak ingin ia temui justru berdiri angkuh di belakangnya. "Tuan, Khairen...."

Bahkan, di tempat yang tidak mungkin mereka kembali bertemu. Suatu kebetulan atau memang takdir membuatnya tak bisa lepas dari cengkraman lelaki yang sudah dibuatnya babak belur semalam.

Senyum dingin, sorot mata tajam, dan ekspresi yang sulit dijelaskan tergambar kuat di wajah Khairen. Seperti seseorang yang ingin menerkam.

"Tuan, juga ada di sini?" Sunrise mencoba mengendalikan rasa paniknya. Ia menegakkan badan dan merapikan kembali tampilannya yang berantakan.

"Hm," jawab Khairen singkat. Tatapannya fokus pada Sunrise. Menelisik kembali setiap detail siluet wanita yang sama dengan malam itu. Tak menyangka dia memang Sunrise White.

"Kami, harus segera pergi. Carmen sudah mabuk parah! Terima kasih Tuan sudah membantu." pamit Sunrise berusaha cepat kabur.

Ia meraih kunci dari tangan Nick, lalu menarik tubuh Carmen yang dengan tidak tahu malunya bersandar nyaman di pundak Nick. Ia pasti tak akan berhenti membahasnya besok jika sudah sadar.

"Mengapa kau begitu terburu-buru seperti sedang bertemu hantu, Nona...Sunrise...White?" sindir Khairen dengan suara rendahnya yang sengaja mengeja perlahan nama Sunrise.

Langkah Sunrise terhenti. Ia berbalik menghadap Khairen. Nada suara yang cukup membuatnya terintimidasi. Seketika wajahnya berubah pias tanpa bisa disembunyikan. Mungkinkah Khairen sudah menyadari sesuatu tentang dirinya? Tapi itu tidak mungkin, Sunrise masih teguh dengan keyakinannya.

Melihat perubahan wajah Sunrise. Khairen tak kuat lagi menahan tawa. Ia terkekeh pelan. Ternyata, menyenangkan juga mengerjai seorang Sunrise.

"Cepat kembali ke rumah, ini sudah malam. Jangan membuat kalian besok datang terlambat ke kantor!" ucap Khairen mencairkan suasana yang nyaris membeku. Kali ini, ia sengaja melepaskan Sunrise. Tapi tidak untuk selanjutnya.

"Baik Tuan, selamat malam! Sampai jumpa kembali di kantor!" pamit Sunrise tak ingin membuang waktu, ia segera menancap gasnya enyah dari hadapan Khairen. Boleh ia bernapas lega untuk malam ini, tapi tidak untuk hari esok.

***

Keesokan harinya. Tower Crown's Nexus Companion. Di ruang meeting.

Rapat hari kedua berjalan lancar dan normal. Sunrise masih waspada meski tak ada tanda-tanda kecurigaan. Khairen tetap terlihat profesional, meski terkadang memberi tatapan seolah mencoba mengenali sesuatu dari dirinya.

Sunrise pun tetap menunjukkan dedikasi maksimal di posisi barunya. Fokus, disiplin, dan tenang. Tak satu pun gerak-geriknya menunjukkan ia pernah menghajar CEO-nya sendiri.

Rapat berakhir, seluruh peserta mulai berkemas termasuk Sunrise. Namun, ketika mereka hendak pergi tiba-tiba Khairen berbicara kembali.

"Kepala Divisi Teknologi, tetap di sini. Ada hal yang harus kita diskusikan. Untuk yang lainnya boleh kembali!" perintah Khairen.

Sunrise menahan napas. Tangannya gemetar saat mendengarnya. Mengapa hanya dia yang tidak diizinkan pergi? Ia yakin semua telah selesai didiskusikan. Otaknya dipenuhi dengan pikiran negatif.

Seluruh peserta rapat keluar satu-persatu. Menyisakan Khairen, Nick, dan Sunrise di ruangan yang dingin dan sunyi.

"Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Sunrise berusaha tenang dan profesional.

Khairen meminta tablet yang dipegang Nick. Seolah sudah paham apa yang diperintahkan oleh tuanya, Nick membuka file berisi rekaman CCTV dan meletakkannya di meja.

Mata Sunrise langsung tertuju pada layar. Ia masih belum paham hal apa yang akan mereka diskusikan. Tetapi, perasaan Sunrise sudah tak karuan.

"Aku dengar, Nona sangat handal dalam dunia teknologi. Aku sedang ingin mengembangkan sistem keamanan di salah satu anak perusahaan properti kita. Terutama di Hotel. Kurasa sistem keamanan di sana perlu diperbaiki. Aku tidak ingin kejadian buruk yang menimpaku terjadi pada customer lain." ucap Khairen membuka diskusi dengan sindiran halus.

Tubuh Sunrise menegang. Ia menelan salivanya yang mengering. Udara disekitar seketika menghimpit kuat tubuhnya. Ini jelas sedang mengintimidasinya.

"Selama ini keamanan di sana terbilang ketat. Dan belum pernah ada kejadian yang tidak diinginkan." ucap Sunrise tetap bersikap profesional.

"Aku juga berharap demikian. Kami berusaha sebaik mungkin untuk menjaga keamanan seluruh perusahaan. Tapi, aku mendapatkan laporan ada seseorang yang tertangkap CCTV di lantai 11 malam sebelum acara seremonial. Kami belum tahu identitasnya. Bisa Nona bantu lihat rekaman ini?" Khairen menggeser tablet tepat di hadapan Sunrise. Ia sengaja tidak menceritakan detail kejadian untuk melihat reaksi Sunrise.

(Departemen Keamanan CNC. File CCTV)

Matanya melebar. CCTV?

Dengan napas tak menentu, ia segera melihat layar di hadapannya. Nick membuka file rekaman dan menunjukkan rekaman dari kamera lorong. Terlihat sosok wanita berpakaian hitam, berjaket hitam, dan memakai masker. Berjalan cepat ke arah lift lalu menghilang.

“Itu…tak terlalu jelas. Bahkan wajahnya tertutup semua,” ujar Sunrise, berusaha terdengar netral.

“Kami pikir begitu juga. Tapi setelah semua rekaman dicek ulang. Ada sesuatu yang janggal malam itu.” timpal Nick.

Sunrise nyaris tak bisa berpikir.

"Apa departemen keamanan sudah mencari tahu siapa dia?" tanya Sunrise mencoba menggali. Jika, departemen keamanan sudah bertindak sudah dipastikan kasus ini berada di tangan polisi.

Haruskah sekarang ia mengaku dan berlutut meminta maaf. Tapi, itu bukan dirinya. Sunrise tak mudah goyah sebelum semua benar terjadi.

“Mereka bilang rekamannya tidak jelas,” kata Khairen pelan. “Tapi instingku berkata lain.” ucapnya menekan setiap kata yang terlontar. Sengaja membuat Sunrise gentar.

Sunrise menahan napas, berusaha mengatur wajahnya agar tetap netral. “Insting bisa salah,” jawabnya hati-hati.

Khairen menatapnya lekat-lekat, lalu tersenyum samar. “Benar. Tapi aku suka mencari tahu sendiri. Dan aku akan cari tahu siapa wanita bermata biru itu, cepat atau lambat.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Juhaina R
wkwkw mengaku saja lah crtakan kejadian sesungguhnya ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • The CEO'S Forbidden Bride    72. Pengaruh Steve

    Langkah Khairen yang berat akhirnya menghilang di balik pintu sky lounge. Hening kembali menguasai ruangan luas itu. Sunrise berdiri terpaku, tubuhnya gemetar, seolah udara di sekeliling tiba-tiba menjadi hampa. Kata-kata Khairen barusan masih berputar di kepalanya, menghantam dada berkali-kali.Air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya tumpah juga. Ia meremas pagar pembatas lebih erat, punggungnya sedikit membungkuk menahan sesak. Rasanya lebih sakit dari yang ia bayangkan ketika ucapan itu terlontar dari mulut Khairen. Ia ingin berteriak melampiaskan semuanya.Namun, ia sadar, ini kantor. CNC Tower, gedung yang selalu dipenuhi mata-mata, telinga-telinga tajam, serta politik yang kejam. Sunrise buru-buru menghapus air matanya, menarik napas panjang beberapa kali, lalu berdiri tegak. Ia tidak boleh terlihat lemah. Tidak di tempat ini. Tidak di hadapan siapa pun.“Profesional, Sunrise. Ingat, profesional,” bisiknya pada diri sendiri.Ia membenarkan letak rambutnya, menyapu wajah dengan

  • The CEO'S Forbidden Bride    71. Pertentangan Dua Hati

    Rapat dewan direksi bubar, tapi gemanya masih riuh di seluruh gedung CNC. Rumor tentang pergantian kursi direksi teknologi menyebar lebih cepat daripada email resmi perusahaan.Di lantai divisi teknologi, suasana riuh bukan main. Beberapa karyawan tampak bersorak kecil, berbisik sambil menahan senyum. Ada pula yang muram, khawatir akan perubahan yang terlalu drastis.“Tuan Steve benar-benar direksi baru kita?” bisik seorang analis data pada rekannya.“Ya. Katanya dia orang yang ahli di bidang teknologi. Pernah kerja sama dengan perusahaan besar di London.” sahut staf lainnya.“Kalau benar, ini bisa jadi peluang baru buat kita. Siapa tahu lebih modern dibanding gaya konservatif direksi selama ini.” timpal staf yang lain.Sunrise berjalan melewati kerumunan itu dengan langkah mantap, meski wajahnya dingin. "Jadi ini tujuan permainan Steve? Menduduki jabatan strategis di CNC. Mendapatkan dukungan para karyawan. Dan perlahan mulai meruntuhkan posisi Khairen?" Di dalam dadanya, badai berp

  • The CEO'S Forbidden Bride    70. Rencana Steve Berhasil

    Tower Pusat CNC dipenuhi suasana tegang. Langkah-langkah kaki para direksi terburu-buru, sekretaris berlarian membawa map-map tebal, dan aroma kopi kuat menyeruak dari pantry lantai eksekutif. Jam besar di lobi berdentang pelan, menandai pukul delapan kurang lima menit.Di ruang kerjanya, Khairen berdiri menatap kaca besar yang memperlihatkan jalan masuk khusus VIP tower CNC. Refleksi wajahnya di permukaan kaca dingin, wajah seorang lelaki yang dipaksa untuk selalu tenang, meski hatinya sedang berperang. Menunggu gelisah kedatangan mobil Steve yang membawa Sunrise.Nick menatap jam tangannya. “Tuan, rapat dewan direksi dimulai lima menit lagi.”Khairen mengangguk tanpa menoleh. Tatapannya tetap terpaku pada pintu masuk. Setelan jas hitamnya sempurna, tapi ada ketegangan di bahunya. Ia menarik napas panjang, menahan denyut sakit di dadanya. Dan akhirnya memilih untuk beranjak pergi.Namun, sebelum langkahnya diayunkan, sebuah laporan lain muncul dari perangkat komunikasi Nick.“Tuan, m

  • The CEO'S Forbidden Bride    69. Berebut Sunrise

    Tower Pusat CNC, di ruang kerjanya, Khairen duduk di kursinya dengan mata tajam menatap layar tabletnya. Titik GPS dan rekaman CCTV di dalam mobil Sunrise terpampang jelas. Napasnya dalam, ritme stabil tapi dingin.Nick berdiri tegak di sampingnya, memberi laporan. “Tuan, kami mendapat rekaman tambahan. Nyonya terlihat bersama Steve menuju kemari.”Kata itu membuat udara di ruangan seakan membeku.Khairen menoleh pelan. Tatapannya tajam, menusuk seperti belati.Nick menelan ludah. “Nyonya tidak dipaksa. Ia keluar dari mobilnya sendiri dan masuk ke mobil Steve. Sopir Steve yang membawa mobil Nyonya, sementara Steve mengemudi sendiri.”Gigi Khairen terkatup rapat, urat rahangnya menegang. Ia menggeser kursinya mendekat ke layar, memutar ulang rekaman yang ditangkap tim pengintainya. Benar. Sosok Sunrise keluar dari mobilnya, wajahnya tenang tapi tegas, lalu melangkah masuk ke mobil Steve tanpa paksaan.Ada detik kecil ketika Sunrise menoleh sekilas, seakan ragu. Tapi setelah itu, pintu

  • The CEO'S Forbidden Bride    68. Tugasmu Membuat Khairen Murka

    Udara pagi yang harusnya menenangkan justru berubah menjadi pengap saat sosok Steve muncul dari mobil hitamnya.Sunrise membeku di balik setir, jemarinya mencengkeram kuat lingkar kemudi. Detak jantungnya memacu cepat, bercampur antara marah, takut, dan bingung."Steve? Untuk apa kau di sini?" geram Sunrise sambil menurunkan sedikit kaca mobilnya.“Keluar, Sunrise.” Suara Steve tenang, tapi penuh tekanan. “Mulai hari ini, kita akan menjalankan peran sesuai kesepakatan.”Mata Sunrise membelalak. “Kesepakatan?!” suaranya bergetar penuh amarah.Steve tersenyum tipis, senyum yang selalu membuat Sunrise ingin menamparnya. “Kau tidak sedang berpura-pura lupa kan? Kau tahu betul permainan ini sudah dimulai sejak kau menyetujuinya kemarin. Hari ini, babak pertamanya dimulai.”Sunrise menegakkan tubuhnya, sorot matanya tajam. “Jangan kira aku tidak tahu! Kau yang masuk ke apartemenku semalam, kan? Kau yang mengacak-acak semua barangku dan mengambil dokumen kontrak itu!”Mendengar itu, Steve te

  • The CEO'S Forbidden Bride    67. Langkah Awal Steve

    Khairen menutup pintu mobil, tubuhnya bersandar lelah di kursi. Sorot matanya yang tadi hangat kini memudar menjadi gelap. “Siapa?” tanyanya tanpa basa-basi.Nick menoleh sekilas sebelum mengalihkan pandangan kembali ke jalan. Ia melesatkan mobilnya meninggalkan apartemen Sunrise.“Kami harus memastikan lewat hasil lab. Tapi, pola sidik jari ini cocok dengan data lama dari salah satu database internal Crown Group.”Khairen menyipitkan mata. “Internal? Maksudmu—”“Ya,” potong Nick pelan, nadanya hati-hati. Nick menahan napas sejenak. “Kemungkinan besar, orang dalam.” sambung Nick yakin. Karena hanya orang dari internal yang bisa menembus sistem keamanan seluruh properti milik Crown's.Keheningan menggantung di udara mobil. Khairen memejamkan mata sebentar, mencoba menahan denyut sakit di pelipisnya, tapi bayangan wajah Sunrise yang pucat di apartemen tadi terus menghantui.“Cari tahu siapa pelakunya,” perintah Khairen akhirnya. “Dan pastikan dia tidak bisa menyentuh Sunrise lagi.”Nick

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status