Home / Romansa / The CEO'S Forbidden Bride / 6. Membuatnya Tak Punya Pilihan

Share

6. Membuatnya Tak Punya Pilihan

Author: DF Handayani
last update Last Updated: 2025-05-26 04:10:34

Setelah rapat berakhir. Sore itu, Khairen menemui ayahnya, Tuan Crown, di ruang kerja pribadi lantai tertinggi. Langit Zurich mulai berwarna oranye, memberi bayangan panjang pada jendela kaca besar.

"Ayah!" sapa Khairen saat masuk ke dalam ruangan.

Mendengar suara anak semata wayangnya, Tuan Crown meletakkan berkas dokumen di atas meja, lalu menatap putranya dengan tajam.

"Pemandangan di sini cukup keren." ucap Khairen mendekat ke arah jendela yang menghadap langsung ke hamparan kota Zurich yang padat.

"Kudengar, kau memimpin rapat hari ini dengan baik. Ayah juga sudah membaca proposal yang akan kalian ajukan." Ayahnya memuji, cukup bangga ternyata Khairen memang terbukti sangat bisa diandalkan.

Khairen tersenyum. "Itu karena ide dari kepala divisi teknologi. Ayah tak pernah salah memilih orang." balas Khairen memuji.

Tuan Crown berdiri dari singgasananya yang sudah puluhan tahun ia tempati.

“Sudah waktunya kau ambil alih sepenuhnya, Khairen. Aku akan mengadakan rapat dengan para dewan komisaris minggu depan. Kita umumkan pergantian kepemimpinan.” ucap Tuan Crown tak ingin lagi basa-basi.

Khairen terdiam sesaat. “Aku belum yakin siap untuk duduk di kursi itu penuh waktu, Ayah!" tolaknya halus. Ia tahu ayahnya sudah tak lagi sehat. Dan memang sudah waktunya untuk beristirahat dan menikmati masa tua. Tapi, ia sendiri belum tertarik untuk duduk di kursi kekuasaan.

“Kau sudah siap. Kau hanya butuh satu hal untuk melengkapi semuanya,” ucap Tuan Crown sambil berjalan mendekati jendela.

“Apa itu?" tanya Khairen penasaran.

“Seorang istri.”

Khairen menoleh cepat. Terkejut, tak percaya jika ayahnya akan membahas tentang hal yang sama sekali tak pernah terlintas di pikirannya. “Apa maksud Ayah?”

“CNC adalah perusahaan keluarga. Tradisi kita tidak hanya soal kepemimpinan, tapi juga stabilitas. Para pemegang saham lebih tenang jika tahu bahwa pewaris memiliki hidup yang mapan, termasuk dalam hal rumah tangga.” jelas Ayahnya.

Khairen mendengus. “Jadi aku harus menikah, hanya demi sebuah syarat warisan?” Ia jelas tak setuju. Sama sekali tidak masuk akal.

“Bukan sekadar syarat. Tapi bagian dari kepemimpinan yang utuh. Aku tak akan menyerahkan tahta tanpa itu!" ucap Ayahnya penuh penekanan juga tersirat kuat ancaman.

Tuan Crown menambahkan dengan tenang, “Kau punya waktu sampai pengumuman rapat minggu depan. Temukan wanita yang pantas mendampingimu, atau kursi itu akan kutunda untuk waktu yang tidak pasti.”

"Ayah...." Khairen ingin membantah, tapi ia tahu siapa ayahnya. Seorang yang keputusannya tak pernah bisa diganggu gugat.

"Jika kau tak bisa menemukan, ayah yang akan mencarikannya untukmu." tutupnya tegas tanpa bantahan.

Khairen memejamkan mata sejenak. Di pikirannya, entah kenapa, terlintas wajah Sunrise White, wanita yang tak hanya mengusik rasa penasarannya, tapi juga membuatnya bertanya-tanya, apakah dirinya benar-benar siap untuk mewarisi takhta dengan semua konsekuensinya.

"Baiklah, tapi siapa pun wanita itu. Ayah harus menyetujuinya." Khairen memberikan penegasan.

Jawaban itu sudah bisa ayahnya tebak. Ia mengenal dengan baik siapa anaknya. "Yang terpenting dia bisa melahirkan keturunan. Dan tidak mempermalukan keluarga Crown! Pilih yang setara dengan kita!" tandasnya.

Khairen menarik napasnya dalam. Jelas itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Mencari istri bukan seperti belanja barang yang bisa dipilih sesuka hati. Dan yang terpenting wanita itu mau dengannya. Masalahnya, sampai sekarang ia tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Bahkan, ia tak tahu cara memulainya.

Di sisi lain, ruang Divisi Teknologi. Waktu pulang telah tiba. Semua berkemas dengan semangat, tentu karena malam ini mereka akan merayakan pesta di tempat BBQ langganannya.

"Sunrise, bolehkah kami memesan daging sapi terbaik di Swiss?" ucap salah satu tim.

"Pesan saja sesuka kalian! Jangan pulang sebelum kenyang! Hari ini kita lupakan diet!" ucap Sunrise begitu semangat.

Semua bersorak senang. Dan bergegas meninggalkan ruangan bersama menuju ke cafe tujuan.

***

Cheers....! Mereka bersulang bersama dengan suka cita. Sederhana tapi cukup meriah.

"Sekali lagi selamat Sunrise!" ucap mereka bergantian. Suasana pesta sederhana namun terkesan hangat. Semua makan dengan lahap. Sajian spesial terhidang di meja yang cukup panjang. Menu terbaik sengaja dipesan Sunrise untuk kesuksesan timnya.

Tanpa sengaja, di sudut tempat yang berbeda di tempat yang sama. Khairen dan Nick juga sedang berada di cafe, tempat di mana Sunrise dan seluruh anggota Divisi Teknologi berpesta.

"Apa? Tuan Crown memberikan syarat seberat itu?" untuk satu hal ini Nick juga tak bisa membantu. Mencari jodoh? Lebih baik ia disuruh memecahkan kasus sulit. Dia sendiri juga tak pernah dekat dengan wanita manapun. Kedua pria dewasa ini sama payahnya masalah wanita apalagi cinta.

Khairen hanya mengangguk pasrah. Disesapnya minuman dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. Tak peduli ia mabuk malam ini. Ia hanya ingin merasa tenang sejenak.

TING! Notif pesan masuk di ponsel Nick. Sebuah angin segar baginya.

"Apa CCTV itu sudah menemukan jawabannya?" tanya Khairen penuh harap.

"Kabar baik Tuan." ucap Nick begitu melihat hasil tangkapan CCTV terbaru dan menunjukkannya pada Khairen.

Khairen mendekat, mata elangnya mengamati video hasil rekaman CCTV hotel yang baru saja diperoleh Nick. Wajah wanita yang berlari keluar dari kamar 1101 masih belum terlihat jelas. Tapi ada satu frame, hanya satu, saat lampu lorong menyala cukup terang. Wanita berambut kecoklatan dengan ujung bergelombang. Jaket denim.

Nick menunjuk layar. “Kami sedang lakukan pencocokan dengan data internal staf dan tamu. Selang beberapa saat setelah wanita misterius itu keluar dari kamar Tuan, ada sosok wanita yang berjalan mencurigakan menuju lorong kamar 1101. Wanita ini ada hubungannya dengan wanita yang menghajar anda." Nick menjelaskan sesuai dengan analisis sederhananya.

"Siapa dia?" tanya Khairen penasaran.

"Dia adalah Summer, putri bungsu keluarga Anderson pemilik salah satu perusahaan provider di Swiss." beber Nick.

"Dan... dia adalah adik dari karyawan kita, Sunrise White." lanjut Nick.

Khairen tersenyum smirk, seolah ia baru saja mendapatkan sebuah jalan pintas.

“Aku sudah menduganya. Ternyata instingku tidak pernah melesat.”

Kecurigaan Khairen selama mengamati Sunrise beberapa hari ini ternyata benar. Lebih tepatnya saat berada di lift, ketika menghirup aroma feminim yang sama. Dan cara jalan Sunrise yang persis seperti wanita malam itu.

Nick membeku. “Tapi… jika itu benar, apa yang akan Anda lakukan?”

Khairen menyandarkan diri di kursi dengan tenang, matanya menggelap, suaranya dingin. “Aku akan membuatnya tak punya pilihan." jawabnya nampak semburat licik di sorot matanya yang tajam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Juhaina R
wkwwkw wanita cantik pasti pasrah klo jdi sandra pria cakep ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • The CEO'S Forbidden Bride    72. Pengaruh Steve

    Langkah Khairen yang berat akhirnya menghilang di balik pintu sky lounge. Hening kembali menguasai ruangan luas itu. Sunrise berdiri terpaku, tubuhnya gemetar, seolah udara di sekeliling tiba-tiba menjadi hampa. Kata-kata Khairen barusan masih berputar di kepalanya, menghantam dada berkali-kali.Air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya tumpah juga. Ia meremas pagar pembatas lebih erat, punggungnya sedikit membungkuk menahan sesak. Rasanya lebih sakit dari yang ia bayangkan ketika ucapan itu terlontar dari mulut Khairen. Ia ingin berteriak melampiaskan semuanya.Namun, ia sadar, ini kantor. CNC Tower, gedung yang selalu dipenuhi mata-mata, telinga-telinga tajam, serta politik yang kejam. Sunrise buru-buru menghapus air matanya, menarik napas panjang beberapa kali, lalu berdiri tegak. Ia tidak boleh terlihat lemah. Tidak di tempat ini. Tidak di hadapan siapa pun.“Profesional, Sunrise. Ingat, profesional,” bisiknya pada diri sendiri.Ia membenarkan letak rambutnya, menyapu wajah dengan

  • The CEO'S Forbidden Bride    71. Pertentangan Dua Hati

    Rapat dewan direksi bubar, tapi gemanya masih riuh di seluruh gedung CNC. Rumor tentang pergantian kursi direksi teknologi menyebar lebih cepat daripada email resmi perusahaan.Di lantai divisi teknologi, suasana riuh bukan main. Beberapa karyawan tampak bersorak kecil, berbisik sambil menahan senyum. Ada pula yang muram, khawatir akan perubahan yang terlalu drastis.“Tuan Steve benar-benar direksi baru kita?” bisik seorang analis data pada rekannya.“Ya. Katanya dia orang yang ahli di bidang teknologi. Pernah kerja sama dengan perusahaan besar di London.” sahut staf lainnya.“Kalau benar, ini bisa jadi peluang baru buat kita. Siapa tahu lebih modern dibanding gaya konservatif direksi selama ini.” timpal staf yang lain.Sunrise berjalan melewati kerumunan itu dengan langkah mantap, meski wajahnya dingin. "Jadi ini tujuan permainan Steve? Menduduki jabatan strategis di CNC. Mendapatkan dukungan para karyawan. Dan perlahan mulai meruntuhkan posisi Khairen?" Di dalam dadanya, badai berp

  • The CEO'S Forbidden Bride    70. Rencana Steve Berhasil

    Tower Pusat CNC dipenuhi suasana tegang. Langkah-langkah kaki para direksi terburu-buru, sekretaris berlarian membawa map-map tebal, dan aroma kopi kuat menyeruak dari pantry lantai eksekutif. Jam besar di lobi berdentang pelan, menandai pukul delapan kurang lima menit.Di ruang kerjanya, Khairen berdiri menatap kaca besar yang memperlihatkan jalan masuk khusus VIP tower CNC. Refleksi wajahnya di permukaan kaca dingin, wajah seorang lelaki yang dipaksa untuk selalu tenang, meski hatinya sedang berperang. Menunggu gelisah kedatangan mobil Steve yang membawa Sunrise.Nick menatap jam tangannya. “Tuan, rapat dewan direksi dimulai lima menit lagi.”Khairen mengangguk tanpa menoleh. Tatapannya tetap terpaku pada pintu masuk. Setelan jas hitamnya sempurna, tapi ada ketegangan di bahunya. Ia menarik napas panjang, menahan denyut sakit di dadanya. Dan akhirnya memilih untuk beranjak pergi.Namun, sebelum langkahnya diayunkan, sebuah laporan lain muncul dari perangkat komunikasi Nick.“Tuan, m

  • The CEO'S Forbidden Bride    69. Berebut Sunrise

    Tower Pusat CNC, di ruang kerjanya, Khairen duduk di kursinya dengan mata tajam menatap layar tabletnya. Titik GPS dan rekaman CCTV di dalam mobil Sunrise terpampang jelas. Napasnya dalam, ritme stabil tapi dingin.Nick berdiri tegak di sampingnya, memberi laporan. “Tuan, kami mendapat rekaman tambahan. Nyonya terlihat bersama Steve menuju kemari.”Kata itu membuat udara di ruangan seakan membeku.Khairen menoleh pelan. Tatapannya tajam, menusuk seperti belati.Nick menelan ludah. “Nyonya tidak dipaksa. Ia keluar dari mobilnya sendiri dan masuk ke mobil Steve. Sopir Steve yang membawa mobil Nyonya, sementara Steve mengemudi sendiri.”Gigi Khairen terkatup rapat, urat rahangnya menegang. Ia menggeser kursinya mendekat ke layar, memutar ulang rekaman yang ditangkap tim pengintainya. Benar. Sosok Sunrise keluar dari mobilnya, wajahnya tenang tapi tegas, lalu melangkah masuk ke mobil Steve tanpa paksaan.Ada detik kecil ketika Sunrise menoleh sekilas, seakan ragu. Tapi setelah itu, pintu

  • The CEO'S Forbidden Bride    68. Tugasmu Membuat Khairen Murka

    Udara pagi yang harusnya menenangkan justru berubah menjadi pengap saat sosok Steve muncul dari mobil hitamnya.Sunrise membeku di balik setir, jemarinya mencengkeram kuat lingkar kemudi. Detak jantungnya memacu cepat, bercampur antara marah, takut, dan bingung."Steve? Untuk apa kau di sini?" geram Sunrise sambil menurunkan sedikit kaca mobilnya.“Keluar, Sunrise.” Suara Steve tenang, tapi penuh tekanan. “Mulai hari ini, kita akan menjalankan peran sesuai kesepakatan.”Mata Sunrise membelalak. “Kesepakatan?!” suaranya bergetar penuh amarah.Steve tersenyum tipis, senyum yang selalu membuat Sunrise ingin menamparnya. “Kau tidak sedang berpura-pura lupa kan? Kau tahu betul permainan ini sudah dimulai sejak kau menyetujuinya kemarin. Hari ini, babak pertamanya dimulai.”Sunrise menegakkan tubuhnya, sorot matanya tajam. “Jangan kira aku tidak tahu! Kau yang masuk ke apartemenku semalam, kan? Kau yang mengacak-acak semua barangku dan mengambil dokumen kontrak itu!”Mendengar itu, Steve te

  • The CEO'S Forbidden Bride    67. Langkah Awal Steve

    Khairen menutup pintu mobil, tubuhnya bersandar lelah di kursi. Sorot matanya yang tadi hangat kini memudar menjadi gelap. “Siapa?” tanyanya tanpa basa-basi.Nick menoleh sekilas sebelum mengalihkan pandangan kembali ke jalan. Ia melesatkan mobilnya meninggalkan apartemen Sunrise.“Kami harus memastikan lewat hasil lab. Tapi, pola sidik jari ini cocok dengan data lama dari salah satu database internal Crown Group.”Khairen menyipitkan mata. “Internal? Maksudmu—”“Ya,” potong Nick pelan, nadanya hati-hati. Nick menahan napas sejenak. “Kemungkinan besar, orang dalam.” sambung Nick yakin. Karena hanya orang dari internal yang bisa menembus sistem keamanan seluruh properti milik Crown's.Keheningan menggantung di udara mobil. Khairen memejamkan mata sebentar, mencoba menahan denyut sakit di pelipisnya, tapi bayangan wajah Sunrise yang pucat di apartemen tadi terus menghantui.“Cari tahu siapa pelakunya,” perintah Khairen akhirnya. “Dan pastikan dia tidak bisa menyentuh Sunrise lagi.”Nick

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status