Terima kasih atas dukungan teman-teman. Semoga suka. See soon. update 2bab/ hari.
Aqeela pergi dengan dokter Fauzan dan Key serta Rangga. Mereka meninjau lokasi balapan. Bramasta tidak bisa melarang istri kecilnya karena tertulis dalam perjanjian. Pernikanan di rahasiakan. Mereka tidak boleh ikut campur dalam urusan pribadi.Alina terbang ke Singapura. Dia membayar mahal untuk mendapatkan informasi hotel Bramasta dan Aqeela. Wanita itu pun dibantu oleh ibunya yang juga dari keluarga kaya.Ponsel Aqeela berdering dengan nada khusus panggilan dari Bramasta. Dia tidak bisa menolak karena sudah diancam pria itu.“Halo, Om.” Aqeela menerima panggilan di depan tiga pria yang memperhatikannya. “Pulang!” Bramasta langsung memutuskan panggilan. “Hah!” Aqeela terkejut. Itu adalah nada tinggi dengan marah. “Aku kembali ke hotel dulu. Sampai jumpa besok. Dah.” Aqeela berlari ke dalam hotel dan masuk lift.“Aqeela!” Tiga pria tampan menyapa Aqeela bersama. Mereka semua berdiri dengan kompak dan saling pandang.“Dia benar-benar tidak seperti wanita,” ucap dokter Fauzan.Aqeela
Mobil membawa Aqeela dan Bramasta ke hotel yang tidak jauh dari lokasi balapan serta Perusahaan.“Silakan, Tuan.” Petugas hotel membukakan pintu kamar untuk Bramasta dan Aqeela. Mereka juga mengantar dan membawakan barang-barang.“Ini kartu kamar Anda.” Petugas memberikan kunci kepada Bramasta.“Terima kasih,” ucap Bramasta.“Permisi. Selamat beristirahat.” Petugas meninggalkan Bramasta dengan Aqeela.“Ponselku!” Aqeela lagi-lagi menadahkan tangan di depan Bramasta.“Kamu mau menghubungi siapa? Kenapa sangat tidak sabar?” Bramasta menatap tajam pada Aqeela.“Teman-temanku lah. Kami dapat hotel sendiri. Jadi, aku akan pindah,” jelas Aqeela. “Apa?” Bramasta terkejut. Dia tahu di balapan itu hanya ada tiga orang wanita dan selebihnya pria.“Kenapa?” tanya Aqeela. “Di mana hotel kalian?” Bramasta membuka gorden dan memperlihatkan hotel-hotel yang berjarak tidak jauh.“Aku mau lihat dulu di ponselku. Di sana juga ada jadwal pertemuan. Hari ini kami masih bebas,” jelas Aqeela.“Besok kalia
Dokter Fauzan tidak kembali ke rumah sakit. Pria itu pulang ke rumahnya. Dia benar-benar senang bisa menghabiskan waktu bersama Aqeela.“Kenapa Alina menghubungiku?” Dokter Fauzan melihat pesan dan panggilan dari Alina. Pria itu tidak peduli dan tidak tertarik untuk menghubungi kembali atau pun membalas pesan.“Dia pasti ingin tahu tentang Aqeela. Aku tidak akan mengizinkan kamu menyakiti Aqeela.” Dokter Fauzan menghubungi Aqeela.“Halo, Aqeela,” sapa dokter Fauzan ketika panggilan dijawab oleh Aqeela.“Halo, Dok,” salam Aqeela. “Apa Aqeela sudah tidur?” tanya dokter Fauzan.“Belum,” jawab Aqeela.“Apa Dokter mengganggu?” Dokter Fauzan makin berani untuk mendekatkan diri kepada Aqeela.“Tidak,” ucap Aqeela.“Baiklah. Kapan kamu libur magang?” tanya dokter Fauzan.“Tidak ada. Aku mengambil cuti untuk pergi ke Singapura,” jawab Aqeela jujur. Gadis itu benar-benar tidak bisa menyembunyikan apa pun. Dia pasti mengatakan segalanya dengan jujur kecuali mendapatkan ancaman. Itu tertanam seja
Aqeela duduk diam menunggu dokter Fauzan melakukan pembayaran. Dia lupa dengan rencana mereka tentang membicarakan sesuatu karena terlalu senang menikmati waktu berdua kembali ke masa lalu yang berarti.`“Kapan-kapan kita bisa jalan-jalan lagi.” Dokter Fauzan berdiri di depan Aqeela.“Ya.” Aqeela mengangguk.“Kamu akan pulang kemana? Dokter temani,” ucap dokter Fauzan.“Aku masih harus ke lapangan basket. Dokter duluan saja,” tolak Aqeela. Dia tidak mau pria yang dikaguminya mengetahui bahwa dirinya telah menikah kontrak dan tingga dengan seorang Bramasta.“Baiklah. Hati-hati.” Dokter Fauzan menatap Aqeela. Dia tidak bisa lagi mencium dahi gadis kecil yang telah dewasa. “Terima kasih, Dok. Aku duluan. Dah.” Aqeela naik ke atas motor dan mengenakan helm.“Dah.” Dokter Fauzan tersenyum melihat Aqeela yang telah pergi dengan motor balap hitam.“Aqeela.” Dokter Fauzan memegang dadanya.“Itu adalah tatapan pria yang jatuh cinta.” Bramasta memperhatikan dokter Fauzan hingga pria itu masuk
Alina menghubungi dokter Fauzan, tetapi tidak ada jawaban. Wanita itu ingin semua orang memperhatikannya. Aqeela hanya miliknya untuk dimanfaatkan. “Kemana dokter Fauzan?” tanya Alina pada perawat.“Dokter Fauzan pergi keluar,” jawab perawat.“Hm. Apa dia mencari Aqeela?” tanya Alina di dalam hati.“Aku tahu dia lebih menyukai Aqeela dari padaku. Itu juga yang membuatku melarang Aqeela bertemu lagi dengan dokter Fauzan. Tidak ada yang boleh dekat dengan Aqeela.” Jari-jari Alina meremas bantal.“Dia hanya anak buangan yang bergantung padaku.” Alina tersenyum dan turun dari tempat tidur. Wanita itu sudah bisa pulang ke rumah. Dia hanya perlu mengoleskan obat untuk menghilangkan biru pada lehernya. “Alina, ayo kita pulang.” Marlina masuk ke kamar Alina.“Aku mau lihat jadwal operasi dulu, Ma.” Alina melihat ponselnya yang penuh dengan pesan.“Apa ini?” Alina kaget karena dia tidak mendapatkan jadwal operasi hingga satu bulan ke depan.“Ada apa?” tanya Marlina.“Aku tidak memiliki jadwal
Dokter Fauzan sudah menunggu di ruang tunggu. Dia melihat layar ponsel.“Aqeela. Lebih baik kamu menjauh dari Marlina dan Alina. Pergi ke luar kota atau luar negeri.” Dokter Fauzan berbicara sendiri. Dia melihat Aqeela yang berlari padanya dan pria itu segera menyimpan ponselnya. “Dokter Fauzan,” sapa Aqeela. “Halo, Aqeela. Apa kabar?” Dokter Fauzan beranjak dari kursi. Dia mengusap kepala Aqeela dan mencubit hidung mancung gadis itu.“Lihatlah. Gadis kecil ini. Dia sudah tumbuh besar.” Dokter Fauzan meletakkan kedua tangan di pipi Aqeela.“Apa kamu bisa ikut dokter keluar?” tanya dokter Fauzan. “Kemana?” Aqeela menatap dokter Fauzan.“Ada sesuatu yang ingin dokter bicarakan dan perlihatkan kepada kamu,” ucap dokter Fauzan.“Kita bisa pergi ke mana saja asal kamu suka,” lanjut dokter Fauzan.“Baiklah. Aku sudah selesai bekerja dan bisa pulang sekarang.” Aqeela terlihat bersemangat. Dia tidak ragu untuk pergi bersama dengan dokter Fauzan.“Bagaimana jika kita pergi ke café biasa?” ta