Leha bahkan tidak tahu kalau anaknya begitu membanggakan dengan segudang prestasinya saat masih di bangku sekolah. Foto-foto di dinding rumah Ila menjadi saksi bisu atas semuanya. Hanya karena ketiadaan biaya, Naura tidak bisa melanjutkan kuliah. Ila bahkan merasa berat hati melepas Naura merantau dulu karena menginginkan keponakannya itu meneruskan pendidikan.“Semua sudah berlalu. Naura juga sudah berdamai dan menerima masa lalu. Sekarang, saatnya kita membuka lembaran baru. Dampingi dia yang sudah melangkah ke gerbang pernikahan agar jangan sampai mengulangi kesalahan yang pernah kita lakukan selama menjalani pernikahan.”Leha semakin terisak mendengar ucapan Ila. Penyesalannya bergulung-gulung di dalam dada. Namun, dia merasa lega karena kini hubungannya dengan Naura sudah membaik. Setidaknya, Tuhan masih berbaik hati memberinya kesempatan bisa memperbaiki diri sebelum janji kematian datang menjemput.Kepulangan Naura menjadi buah bibir tetangga. Mereka takjub melihat perubahan Na
Keesokan harinya, Naura tersenyum lebar saat membuka mata. Tidurnya pulas tadi malam. Selain karena hawa disana sangat sejuk, mereka juga lelah perjalanan. Wanita itu melirik ke samping, Fatih dan Clara masih terlelap dalam tidurnya. Setelah salat subuh dengan air wudhu’ yang dinginnya seperti air es tadi, Fatih dan Naura memutuskan untuk tidur lagi.“Masya Allah ….” Naura tersenyum lebar saat keluar menuju balkon tempat penginapan mereka. Hamparan kebun teh, sayur kol, kacang-kacangan, umbi-umbian, jagung dan banyak tanaman lain menyambut matanya. Embun masih mengambang di antara tanaman walau matahari mulai mengintip di balik Gunung Dempo, satu-satunya gunung yang ada di provinsi Sumatera Selatan.Wanita itu merapatkan baju hangat yang dia kenakan. Empat tahun berteman akrab dengan udara panas di Banjarmasin sana membuat Naura menggigil hebat saat berada di lereng gunung Dempo pagi ini.“Jam berapa mau ke kebun kopi?”Naura mengulas senyum saat merasakan tangan Fatih melingkar di pi
“Mau liburan atau ada keperluan lain ini?” Fatih tertawa kecil, berusaha menepis suasana canggung yang mendadak terasa di antara mereka. Lelaki itu bisa melihat Aini yang sepertinya tidak nyaman. Apalagi terlihat sangat jelas ketika Indra melepaskan gandengan tangan mereka secara tiba-tiba tadi.“Kami mau ke Yogya.” Indra menghela napas panjang setelah tersadar kalau sejak tadi dia terus-terusan menatap Naura. Lelaki itu berdehem pelan saat melihat senyum di wajah Fatih hingga membuatnya merasa malu. Indra menggandeng tangan Aini kembali saat melihat kode dari Fatih untuk meneruskan masuk ke dalam ruang tunggu pesawat.“Ada pekerjaan atau liburan keluarga?” Fatih kembali bertanya. Dia berusaha bersikap biasa saja, selayaknya mengobrol dan bertukar cerita dengan kenalan yang tidak sengaja bertemu di bandara. Tangannya mengayunkan gandengan tangan Naura hingga dia bisa merasakan Naura sudah tidak setegang tadi lagi.“Liburan dalam rangka ulang tahun Aini. Dia minta kado jalan-jalan jauh
Naura menghela napas panjang. Dewi sempat meneteskan air mata saat dia berpamitan tadi, begitu juga dengan Wahid. Empat tahun tinggal di rumah itu, juga membantu di rumah makan, secara otomatis interaksi mereka sangat sering terjadi. Hal itu membuat ikatan di antara Naura dan keluarga Wahid terasa sangat erat. Apalagi, mereka yang menemaninya di masa-masa terpuruknya dulu.Namun, Naura tidak keberatan sama sekali mengikuti Fatih. Sejak awal, mereka memang sudah membicarakan kalau setelah menikah akan menempati rumah Fatih dan mendiang istrinya dulu. Selain itu, Naura juga Fatih minta untuk tidak lagi membantu di rumah makan Wahid. Walau awalnya sedikit keberatan, tapi Dewi bisa mengerti kalau sebagai istri Naura wajib mengikuti apa yang dikatakan oleh suaminya.Naura menghela napas panjang. Matanya menatap rumah penduduk yang seperti berlarian di sepanjang jalan yang mereka lewati. Banyak perubahan yang terjadi dalam hidupnya beberapa waktu terakhir dan Naura berharap semoga itu adala
Indra mengepalkan tangan. Mulutnya terkatup rapat. Ada-ada saja yang membuat kepalanya sakit. Tadi, dia melihat kebahagiaan Naura yang menatap Fatih penuh cinta, sekarang tambahan pula dia harus menghadapi Aini. Lelaki itu akhirnya membalikkan badan kembali. Dia memilih masuk ke kamar dan meninggalkan Aini.Aini memeluk Arjun erat-erat. Air matanya ikut meleleh melihat anaknya yang menangis sesenggukan. Dia masih tidak percaya Indra bisa bersikap seperti itu pada mereka. Kemana suaminya yang selama ini selalu penuh perhatian dan bersikap lembut? Dimana sosok Indra yang selalu bisa mengerti dirinya dan selalu bersikap tenang setiap saat hingga mendapat kepercayaan penuh dari Benu untuk membantu mengelola usahanya?“Naura ….” Aini berbisik lirih. Perih benar hatinya saat menyadari cinta Fatih begitu besar pada wanita itu. Empat tahun berlalu, tidak main-main pengabdiannya pada lelaki itu. Namun, semua itu menguap begitu saja, tak ada harganya di mata Indra saat dibenturkan dengan sosok
Denting air mata terlihat jelas di mata sendu wanita itu saat menatap anaknya.“Ingat baik-baik pesan Ibu. Jangan membantah selama dia tidak menyakitimu walau kau merasa kurang setuju dengan perintahnya. Jangan sampai kau mengulangi kesalahan Ibu. Hanya karena masalah sepele terbawa ego dan keras kepala, rumah tangga Ibu dan bapakmu hancur.” Leha terisak pelan. Namun, dia bergegas menggeleng dan berusaha mengulas senyum.“Kenapa jadi menangis di hari-hari bahagia ini. Maaf.” Leha membingkai wajah Naura dengan kedua tangan. “Semoga rumah tanggamu aman, damai, dan dipenuhi kebaikan. Semoga kalian selalu bersama sampai maut memisahkan.” Leha memel.k Naura. Berat benar rasanya harus berpisah kembali dengan anak pertamanya setelah sekian lama mereka tak saling sapa.Suasana haru dan penuh air mata memenuhi keluarga itu sampai waktunya Leha dan Bendri akan pulang kembali. Kehang.tan keluarga terasa kental sekali saat keduanya berpamitan pada mertua Naura dan yang lainnya. Mereka menyempatka