Share

BAB 145

last update Last Updated: 2025-09-24 12:50:23

“Bang, Ibu sakit.” Indra berbisik pelan. Wajah Irwan sempurna terukir di langit-langit rumah yang berwarna putih tulang. Hati Indra benar-benar sakit melihat keadaan ibunya. Kadang, Rida jalan ke sekolah saat siang hari, mencari dia dan Irwan yang tidak juga pulang-pulang. Hal itu dia dengar dari laporan tetangga karena siang hari Indra keluar rumah untuk bekerja.

Setelah kecelakaan setahun lalu, Indra berhenti menjadi pengepul biji kopi. Modalnya habis bersama dua ton kopi yang terjatuh ke dasar jurang. Mobilnya dia jual. Awalnya, Indra ingin menjadikan hasil penjualan untuk modal. Namun, kondisi ibunya yang cukup sering turun dan butuh biaya untuk berobat membuat uang di tangannya lama-lama semakin menipis.

Akhirnya dia memutuskan menjadi kuli angkut kopi atau apa saja yang bisa dilakukan untuk menghasilkan uang. Mau bagaimana lagi? Modal habis. Sementara, untuk mencari pekerjaan lain juga sulit. Selain terkendala pendidikan hanya sampai SMA, dia juga harus menjaga ibunya. Hal itu m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ayu Ayuningtiyas
nangis aku...sabar ya Indra , aku kok jadi benci sama tetangga"nya Indra yg mengungkit ungkit dosa lamanya orang , padahal mereka juga pada punya dosa lho.
goodnovel comment avatar
au nom de lalun
ikut ngerasain pilunya, sedalam ini terpuruknya Indra
goodnovel comment avatar
Diana Susanti
nangis kak,, kasihan Indra
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 159

    “Sudah, tapi dosennya minta tambah data karena ada beberapa variabel tambahan juga.” Naura mengembuskan napas kencang. Seharusnya, dia sudah mulai bisa menyusun skripsi. Namun, karena dosen pembimbingnya minta tambahan data, jadilah dia harus turun ke lapangan lagi.“Besok jadi mau coba minta doa, Nau?” Dewi bertanya hati-hati. Sejujurnya, dia ikut sedih karena lima tahun lebih menikah, Naura dan Fatih belum juga dikarunia buah hati. Padahal, usaha yang mereka lakukan tidak main-main. Memanfaatkan libur semester, dua tahun lalu, Naura dan Fatih pernah mencoba bayi tabung di Penang, Malaysia. Namun, usaha itu belum berhasil karena embrio tidak menempel di rahim.Setahun mereka memilih istirahat, mengembalikan mental yang sudah pasti down. Tak dipungkiri, keduanya menaruh harapan besar akan keberhasilan bayi tabung kemarin. Setelah berhasil bangkit lagi, mereka menjadi lebih kuat karena saling menguatkan. Naura dan Fatih sepakat akan terus berusaha selama rezeki ada dan tubuh mereka mas

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 158

    Indra menghela napas panjang saat pengumuman landing terdengar. Dia memasang sabuk pengaman dan menegakkan sandaran kursi. Lelaki itu menoleh ke arah jendela pesawat, memperhatikan sungai barito yang memanjang dan berkelok-kelok di bawah sana. Kapal tongkang tampak berjalan sangat pelan karena membawa tonan beban batubara di belakangnya, mutiara hitam tanah Kalimantan. Kapal Ferry dan klotok tampak berlalu-lalang, masih menjadi alat transportasi yang terus dilestarikan. Dada Indra berdebar kencang seiring dengan getaran pesawat yang semakin terasa. Saat roda burung besi itu menyentuh landasan, bayangan wajah Aini memenuhi kepala Indra. Hampir satu dekade yang lalu, dia menjejakkan kaki pertama kali di pulau ini. Lima tahun kemudian, dia angkat kaki. Hari ini, setelah hampir lima tahun meninggalkan Borneo, dia kembali lagi. Bedanya, tak ada Aini yang selama ini selalu mendampingi. “Selamat datang kembali, anakku.” Benu merentangkan tangan. Lelaki itu memeluk Indra erat di depan pintu

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 157

    Ba’da ashar, Indra hendak berpamitan pulang. Namun, dia urung saat melihat Aini dan Siti datang. Aini terlihat sedikit canggung saat bertatapan dengan Indra. Dia ingin langsung masuk ke kamar, tapi langkahnya terhenti saat mendengar Indra pamit untuk pulang. Wanita itu refleks membalikkan badan hingga bertatapan kembali dengan Indra.Indra mengulas senyum melihat Aini yang kembali memalingkan wajah, menghindari beradu pandang dengan dirinya. Lelaki itu mendekat pada Aini. Dia menghirup udara sebanyak mungkin sebelum berbicara dengan wanita yang pernah mengabdikan diri sepenuh hati selama lima tahun pada dirinya.“Selamat atas pertunanganmu dengan Pak Saka, Aini. Semoga rencana pernikahan kalian diberi kemudahan dan kelancaran sampai waktunya tiba. Abang ikut senang mendengar kabar bahagia ini. Akhirnya, Aini menemukan seseorang yang begitu memperjuangkan cinta dengan segenap rasa. Selamat menikmati euforia dicintai.” Indra mengulas senyum saat Aini menoleh kembali. Mereka bertatapan c

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 156

    Indra mematut diri di depan cermin. Lelaki itu tersenyum lebar melihat tampilannya sendiri. Dulu, hampir setiap hari dia berpakaian rapi seperti ini. Sekarang, hanya sesekali saja kalau ada keperluan seperti hari ini. Indra mengalihkan pandangan ke arah kado yang sudah dia siapkan sejak seminggu lalu. Senyumnya kembali terbit mengingat dia harus menyisihkan uang dari hasil mengambil upah harian selama hampir tiga bulan agar bisa membelinya.Embusan napas kencang terdengar. Indra meraih kado berisi sepatu roda yang sudah sejak setahun lalu diminta oleh Arjun. Anak lelaki itu minta dibelikan sepatu roda kalau dia berhasil juara kelas lagi semester ini. Indra langsung mengiyakan karena tahu Arjun memang sangat suka sepatu roda. Jadilah akhirnya tahun ini dia membelikannya walau raport belum dibagikan. Indra yakin betul Arjun pasti juara kelas lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.Indra meraih ponsel di saku celananya saat alat komunikasi itu berdering. Dia tertawa melihat nama Aini terte

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 155

    “Permisi.”“Ah iya, silakan.” Naura langsung menepi. Dia mengangguk sopan karena tahu salah berdiri agak ke tengah jalan. “Indra.” Naura mendesis pelan, tapi masih bisa didengar dengan jelas oleh Fatih hingga membuat lelaki itu menoleh. Naura menghela napas panjang melihat Indra yang sedang membawa setengah karung kopi di pundaknya.Indra mengangguk pelan sebelum akhirnya meneruskan langkah. Dia malu hati bertemu Naura dan Fatih dalam keadaan seperti ini. Celana panjangnya penuh licak dan kotor oleh tanah. Baju kaos panjang yang dia kenakan robek di beberapa bagian karena memang pakaian itu yang selalu dia gunakan saat akan mengambil upah harian di pehumaan orang.Sesampai di rumah, Indra mengempaskan begitu saja setengah karung kopi yang dia bawa. Lelaki itu mengembuskan napas kencang melihat hasil bayaran upahnya bekerja setengah hari ini. Dia bergegas masuk ke dalam karena tak ingin Naura dan Fatih melihatnya lagi. Rasa rendah diri memenuhi hati. Dia benar-benar sudah berbeda dari

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 154

    “Kenapa?” Naura menatap mata Fatih dalam-dalam. Sejujurnya, sampai detik ini dia masih belum mengerti kenapa Fatih menerima dia sebegitunya. Cinta? Ah … alasan klasik yang diucapkan oleh lelaki. Logika Naura agak sulit menerima kalau Fatih melakukan semua karena alasan ketulusan perasaan setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh Indra, orang yang pernah menjadi satu-satunya tempat Naura menumpukan harapan.“Kenapa Abang begitu baik pada Naura? Kenapa Abang menerima Naura begitu saja? Kenapa Abang tidak sekalipun bertanya tentang masa lalu Naura?” Hujan perlahan mereda, menyisakan rintik yang sepertinya masih enggan untuk berhenti. Udara dingin membuat Naura sedikit menggigil. Gamis rumahan yang dia kenakan bahannya cukup tipis dan ringan sehingga tidak bisa untuk menghangatkan badan.“Karena aku melihat diriku pada dirimu.” Fatih menatap Naura tak berkedip. “Tatapan mata kosong, tertawa tapi menangis, berbaur tapi sendiri. Aku tahu persis perasaan itu karena aku pernah mengalami sendi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status