Home / Urban / Transaksi Cinta Bersama Kolonel / Bab. 05. Restu dan Tekat Pewaris Asli

Share

Bab. 05. Restu dan Tekat Pewaris Asli

Author: Kurnia
last update Last Updated: 2025-05-02 09:46:37

“Sayang ... Sabarlah ....” Ayahku mengelus paha Ibuku, berusaha menenangkan Ibuku. “Cinta bisa datang kapan pun, tak memandang siapa, dan di mana. Sama seperti cinta kita,” terang Ayahku dengan nada rendah.

Ibuku menundukkan kepalanya sejenak, lalu memandangku nanar. “Aku sangat takut anakku kesepian karena menikahi tentara,” ungkap Ibuku. “Tentara, selalu berada di garis depan ketika perang,” gumamnya masih bisa aku dengar.

Aku memahami kekhawatiran ibuku.

“Aku berencana untuk menikahkanmu dengan saudagar kaya. Menjauhkanmu dari kejamnya hierarki ini,” tutur Ibuku.

Aku tersenyum. “Ibu ... Bagaimana mungkin aku bisa lari dari sistem? Aku lahir sebagai keponakan Kaisar. Sejak kecil, teman bermainku bukan orang biasa, melainkan putra mahkota,” tukasku. “Aku tidak ingin berpolitik, karena kerajaan melarang wanita ikut berpolitik. Aku hanya sekedar mempelajarinya saja.”

Aku melihat Ibuku menautkan jemarinya, menandakan jika beliau cemas. Sedangkan Ayahku tampak bangga padaku. Sepertinya, sifatku turunan dari Ayahku.

“Sama saja,” kata Ibuku cemberut.

“Ibu ... Izinkan aku menikah,” pintaku.

“Ya, mana mungkin aku tak mengizinkanmu?” sahut Ibuku merengut. “Sekarang aku tanya, keinginanmu apa yang tidak aku turuti?” sungut Ibuku kesal bercampur sedih.

Aku menggelengkan kepalaku cepat. “Tidak ada ... Ibu selalu menurutiku,” balasku senang.

Aku beralih kepada Ayahku, tak perlu meminta izin pun, aku tahu, Ayahku pasti merestui pernikahanku dengan Marco.

“Ayah ... Tolong yakinkan kakak ipar Ayah,” mohonku merengek seperti anak kecil.

“Kaisar sangat keras kepala, sama persis seperti ibumu,” seloroh Ayahku menggoda Ibuku.

Kini, giliran Ayahku yang dipukul menggunakan bulu angsa. Bahkan Ayahku sampai minta ampun dan minta tolong padaku. Tapi Ibuku tak behenti, justru mengancamku, jika aku berani membantu Ayah, maka aku juga akan kena pukul.

Aku lebih memilih kabur, daripada menyelamatkan Ayahku dari amukan mawar berduri.

***

Selepas makan malam bersama, aku dan Marco mengobrol di paviliun yang berada di pinggir danau. Kami tak sendirian, melainkan ditemani teh hangat.

“Sebenarnya ... Siapa wanita yang akan aku nikahi ini?” tanya Marco memandangku penuh cinta?

Iya ... Begitu yang aku rasakan. Mungkin aku salah mendeskripsikan ekspresi Marco.

“Hanya wanita yang direndahkan, dan dicampakkan oleh keluargamu,” jawabku enteng.

Marco tertawa lepas sambil memejamkan sebelah matanya.

“Keluargaku sudah lama tiada,” ucap Marco.

Aku mengernyitkan dahi. Sebelum aku mengeluarkan pertanyaan lanjutan kepada Marco, seorang pria berbadan besar datang menghampiri kami. Beliau merupakan ajudan Ayahku, orang paling dipercaya Ayahku.

“Ada apa?”

Pria itu dengan riang gembira memberitahuku bahwa Kaisar setuju dengan pernikahanku bersama Marco. Bahkan Kaisar ingin, pernikahanku segera diselenggarakan di Kerajaan Eldoria. Kaisar akan membuat pesta meriah untukku.

“Haruskah kita mengundang Lukas?” tanya Marco di tengah rasa senangku.

“Eh? Emangnya dia penting?” jawabku.

"Tidak terlalu penting bagiku," timpal Marco.

Aku menggeleng heran. Aku mengizinkan ajudan ayahku yang berpamitan pergi.

"Kita undang ibumu saja," cetusku.

"Emilia bukan ibuku, maksudku, Emilia bukan ibu kandungku," tandas Marco.

Aku tersentak, tak percaya dengan apa yang baru saja dilontarkan Marco. Tampangku mengisyaratkan Marco supaya meluruskan ucapannya yang mungkin keliru.

Namun, Marco justru memperjelas status keluarganya yang selama ini ditutupi dari publik. Aku hanya bisa tercengang sembari berusaha mencerna kalimat demi kalimat yang keluar dari bibir indah Marco.

Sesuatu yang menyesakkan terasa di dada, dan air mataku mulai keluar perlahan.

"Alasan kematian Julian sangat penting bagiku," kata Marco.

Aku mengelus punggung tangan Marco. Berharap bisa memberikannya sedikit energi positif.

"Aku tahu kalau Tuan Julian sakit, tapi aku sendiri tak tahu, apa penyakit yang dideritanya. Aku ... Akan mencari tahu untukmu." Ini janjiku pada Marco.

Aku berkata jujur, Lukas tak memberitahuku apa penyebab meninggalnya putra pertama Keluarga Klaus yang kala itu bergelar Duke of Elysium.

Aku yakin, sejak awal Lukas memang mau mencampakkanku, maka dari itu, ia tak mungkin memberitahuku mengenai hal, atau sesuatu yang menjadi ancamannya kelak.

Sial! Memikirkannya saja membuatku jengkel. Lihat saja nanti, tak akan aku biarkan Lukas hidup dengan damai.

***

Keesokan harinya, aku sengaja menemui Kaisar yang sedang menikmati waktunya di lapangan memanah. Aku memberi hormat sebelum mengajak beliau mengobrol santai.

Kaisar langsung mengungkapkan kecurigaannya terhadap Kadipaten Elysium yang akhir-akhir ini memproduksi senjata dalam skala besar.

Beliau secara tak resmi memerintahku untuk mengawasai gerak-gerik Duke of Elysium. Aku pun jadi tahu, alasan Kaisar merestui pernikahanku dengan Marco yang notabene adik Lukas.

Tentunya, Kaisar sebagai pamanku, mendoakanku dan ingin aku hidup bahagia bersama pria pilihanku, Marco.

Obrolan kami terhenti ketika istri Kaisar, Sang Ratu, mengajak Kaisar pergi karena sudah waktunya Kaisar menghadiri pengadilan Eldoria.

Ratu sempat pengelus kepalaku sebelum beranjak pergi. Menerima sikap baik dari mereka berdua, aku baru sadar jika mereka menyayangiku.

Aku kembali ke istana di mana aku tinggal. Aku heran melihat ayahku tengah bermain croquet di halaman belakang rumah.

"Ayah ...." panggilku sambil berjalan mendekati dua lelaki beda generasi itu.

"Oh ... Putriku, mari ikut bermain," ajak Ayahku.

Aku menolak dengan tegas. "Ayah ... Kakak tidak datang ke pernikahanku nanti?" tanyaku.

"Entahlah ... Aku sudah mengirim surat kepada kakakmu. Ia sangat sibuk mengurus Kadipaten Liba," jelas Ayahku acuh tak acuh.

Aku yang tak puas mendengar jawaban Ayahku, aku pun menarik Marco, memaksa Marco ikut denganku, meskipun ia tak ingin meninggalkan calon mertuanya begitu saja.

"Bersenang-senanglah!" Bukannya kesal, Ayahku justru terlihat gembira.

Setelah berada di tempat sepi, aku baru melepas genggamanku pada Marco.

Marco menarik daguku, kepalanya menunduk, seakan hendak menempelkan bibirnya ke bibirku. Aku otomatis memejamkan mataku. Tapi ternyata Marco hanya ingin menggodaku saja.

Aku yang salah tingkah, memukul pundaknya pelan.

Marco terkekeh, "Berharap ciuman dariku?"

"Mana mungkin!" sanggahku cemberut.

Aku mengalihkan rasa gugupku dengan bertanya mengenai militer Kadipaten Elysium yang gencar memproduksi senjata dan perlengkapan perang.

"Sebenarnya, apa yang kalian lakukan? Kenapa Kaisar tak mengetahui hal tersebut secara langsung?"

Sebelah alis Marco terangkat. "Bukankah Kaisar yang memerintahkan kami untuk melakukan itu?"

Kedua mataku terbelalak. Kini aku bingung, siapa yang berbohong.

"Aku ... Lebih percaya Kaisar, ketimbang Lukas," cetus Marco setelah beberapa detik terdiam. "Sepertinya Lukas merencanakan sesuatu," urainya.

Aku juga meyakini hal tersebut. Maka dari itu, sekali lagi aku mempertegas, apakah Marco berencana untuk melengserkan Lukas dari gelar Duke, atau tidak.

"Secara garis keturunan, Lukas sama sekali tak berhak menyandang gelar Duke of Elysium. Ia lahir di luar pernikahan," terang Marco.

Kenyataan yang aku ketahui dari Marco sebelumnya, ayahnya berselingkuh dengan Nyonya Emilia, saking cintanya, Nyonya Emilia dijadikan istri sah, sedangkan ibu kandung Marco dan Tuan Julian ditendang dari sejarah. Namanya benar-benar dihapus.

Ayah Marco mengubah dokumen, sehingga TuanJulian, Lukas, dan Marco tercatat secara resmi sebagai saudara kandung, dengan Nyonya Emilia sebagai ibu.

Ayah Marco waktu itu masih menjadi Raja, sehingga memiliki kekuasaan yang mutlak.

Aku menghembuskan napas lelah. Penyesalan tiba-tiba menghampiriku. Andai aku mengetahui jika Lukas bukanlah anak sah, aku tidak mungkin membantunya melengserkan Tuan Julian.

Aku sangat membenci anak yang terlahir dari wanita simpanan.

"Reputasi kakakku telah hancur, bahkan sebelum beliau meninggal," kata Marco sedih.

Aku menyentuh tangan Marco yang terkepal. Reputasi Tuan Julian hancur karena aku. Jadi, aku bersumpah, aku akan mengembalikan nama baik Tuan Julian.

"Lukas harus lengser! Dunia tidak perlu tahu siapa dia, cukup rebut sesuatu yang bukan haknya!"

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 28. Gisela Kehilangan Ingatan

    Cahaya putih redup menyelinap dari sela-sela tirai, menari lembut di langit-langit ruangan. Perlahan, Gisela membuka kedua matanya. Dunia di sekitarnya tampak kabur, seperti dilihat dari balik kaca buram. Ia mengerjap pelan, mencoba menangkap bentuk-bentuk di sekelilingnya, tetapi hanya siluet-siluet samar yang menjawab tatapannya.Tubuh Gisela terasa berat, seolah seluruh sendi memutuskan untuk tak bekerja sama. Ketika ia mencoba mengangkat tangannya, hanya sedikit getaran lemah yang muncul. Sakit di kepala datang bagai gelombang, tajam dan menyambar dari pelipis ke belakang kepala. Ia meringis, napasnya tercekat.“Aku.... Masih hidup?” bisiknya pelan, hampir tak terdengar.Langit-langit putih, aroma antiseptik, suara pelan mesin monitor, semuanya perlahan masuk dalam kesadarannya. Gisela tidak tahu di mana ia berada. Yang ia tahu hanyalah satu hal, ini bukan kamarnya. Bukan rumahnya. Dan ia tidak sendirian.Dari sudut pandang terbatas, Gisel

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 27. Masa Lalu (tama)

    ~~3 tahun kemudian,Hari ini Marco pulang karena mendengar kabar mengenai kematian Yang Mulia Duke, kakak pertamanya yang kerap dipanggil Tuan Julian. Betapa hancur Marco saat ia tak diberi kesempatan untuk melihat jasad sang kakak, orang yang begitu ia cintai dan hormati.Nyonya Emilia sebenarnya takut pada Marco yang terlihat seperti monster. Namun beliau tetap berusaha untuk menenangkan Marco.“Kakakmu harus segera dimakamkan, sebelum mengalami pembusukan. Maka dari itu, pihak istana menguburkan kakakmu sebelum kamu datang,” terang Nyonya Emilia, mengelus pundak Marco. “Aku sungguh menyesal karena tidak bisa menahan mereka.”Marco menyingkirkan jemari berkerut Nyonya Emilia yang sedari tadi bertengger manis di bahunya, seakan menunjukkan jika dirinya risih disentuh oleh wanita itu.“Berhentilah bersedih,” ucap Lukas, tegas. “Semua yang hidup pasti akan mengalami kematian. Bersikaplah layaknya seo

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 26. Masa Lalu (bagian 1)

    ~~3 tahun lalu ...Udara berbau asap dan darah memenuhi jalanan Kadipaten Elysium bagian barat. Bangunan-bangunan hancur, jeritan dan tangisan memenuhi telinga. Kerusuhan yang dahsyat tengah melanda wilayah ini, menghancurkan kehidupan warga sipil yang tak berdosa.Gisela, seorang relawan sekaligus pelajar kedokteran, menginjakkan kaki di Elysium untuk pertama kalinya. Ia mengenakan seragam yang sederhana, wajahnya penuh keprihatinan. Gisela tak sendirian, ia datang bersama para seniornya untuk membantu para korban.Di tengah hiruk pikuk evakuasi dan pertolongan pertama, tiga tentara masuk ke dalam tenda medis. Dengan posisi, dua tentara membopong satu tentara yang terluka parah.“Lekas selamatkan Tuan Marco!” perintah tentara lain, mendesak agar orang yang ia bawa diutamakan.Melihat kondisi Marco yang tubuhnya dipenuhi luka, Gisela bergegas mendekati p

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 25. Akhir Dariku

    “Kamu pasti bingung, kok aku bisa tahu?,” ledek Nela. “Itu karena ... Aku masih menjalin hubungan romantis dengan Marco, suamimu,” bisiknya, sembari memajang ekspresi mengejek. Seketika tubuhku menegang. Rasanya seperti deja vu. Mungkinkah, Marco sama saja dengan Lukas? Hanya ingin memanfaatkanku, lalu menghempasku layaknya debu.“Lady Nela sangat cocok bersanding dengan Tuan Marco. Kenapa kalian berpisah?”Aku menoleh ke seseorang yang berkomentar.“Kamu lebih pantas menjadi pendamping Tuan Marco,” timpal lainnya. Karena terlalu tekun memikirkan pernyataan Nela, serta ocehan-ocehan wanita di sekeliling kami yang mendukung Nela, kepalaku jadi sakit. Sambil menyentuh dahi, aku berlalu menuju kamar mandi untuk menenangkan diri.Setelah berhasil menghilangkan kegelisahanku yang bergelora, aku memantapkan langkahku kembali ke pesta, berharap bisa menanggapi kejutan-kejutan dari Nela dan Clara dengan baik.

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 24. Lady Nela, Mantan Suamiku

    Jantungku berdebar kencang karena adrenalin yang memacu. Di tengah keberanianku yang kini menjadi pusat perhatian, aku bisa merasakan hawa menghakimi dari para bangsawan yang berbisik, membicarakanku.Tapi yang membuatku sedikit merinding adalah tatapan dingin, tajam, dan penuh kebencian dari Yang Mulia Duke Lukas. Ia berdiri tepat di depanku. Sosoknya yang gagah dan berwibawa seakan memancarkan aura ancaman.Tatapan Lukas begitu menusuk, seolah-olah aku adalah hama yang harus segera dibasmi.Lukas melirik ibunya, Nyonya Emilia, ia memberi isyarat halus padanya agar mengusirku dari pesta.Tanpa membuat Lukas menunggu, Nyonya Emilia dengan anggunnya mendekatku.Begitu sampai di dekatku, tangannya terulur untuk menarikku. Namun, sebelum tangannya menyentuh lenganku, sebuah tangan lain lebih dulu mencegat.Tangan ramping milik Clara, menantu kesayangan Nyonya Emilia, yang entah sejak kapan ia ada di sampingku.“Ibu ... Serahkan tamu undangku, kepadaku,” pinta Clara, bersuara lembut. Den

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 23. Penggila Pesta, Clara

    Pupil mata Nyonya Emilia sempat mengecil, sebelum kembali normal. Wanita tua di hadapku jelas-jelas sedang berusaha menyembunyikan sesuatu.“Ibu ... Tidak melihat Angelia, ya?” tanyaku, sekali lagi.“Angelia sudah aku usir. Dia tidak akan pernah menunjukkan batang hidungnya di sini lagi,” jelas Nyonya Emilia, setelah menarik napas dalam.Tunggu, maksudnya diusir itu apa? Dibunuh kah?“Jadi, Ibu telah menegurnya? Huh ... Baguslah, sudah tidak ada orang yang berbicara sembarangan mengenaimu lagi, Ibu,” timpalku, bersyukur.“Cih, setelah kejadian ini, kamu pikir kita dekat? Tentu tidak. Aku tetap tidak menyukaimu,” tegas Nyonya Emilia, lagi-lagi merendahkanku.Aku hanya diam, sambil menundukkan kepalaku. Tidak ada kalimat yang tepat untuk aku keluarkan saat ini.“Aku akan mengawasimu mulai detik ini. Apabila tersebar rumor tak mengenakkan mengenai diriku, orang pertama yang aku curigai adalah dirimu. Dan aku tidak akan segan-segan menghukummu.” Rupanya Nyonya Emilia mengancamku.“Ibu ...

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status