All Chapters of Menuju Matahari: Chapter 51 - Chapter 60
79 Chapters
51
Semua terpaksa bercerita tentang Suwung Saketi dan Remak. Wajah Ki Lembu memucat saat cerita kemudian sampai ke urusan ilmu-ilmu rahasia Keraton yang diajarkan Pangeran Langit pada Jaladri.“Demi Tuhan...! Ya, Allah...!” desisnya kemudian.“Ada apa?” tukas Ki Gede Nipir. “Kakang juga tahu lebih mendalam mengenai permasalahan itu?”“Ceritakan saja dulu soal Kartika Wuni sebatas yang kau tahu!”Kuduk Jaladri meremang mendengarnya.“Baik. Pada suatu malam aku didatangi salah satu prajurit rendahan Keraton. Dia bilang ada salah satu selir Putra Mahkota yang meninggal mendadak sehingga tak bisa mengasuh bayi yang baru ia lahirkan. Kata prajurit itu, Putra Mahkota agak ragu bila sang bayi masih ada di Kaputren dan diasuh oleh pengasuh atau ibu pengganti. Ibu tirinya, yaitu selir lain dari Pangeran Mangkubumi, bisa saja membencinya dan tidak merawatnya dengan baik. Ia lalu menghendaki agar bayi itu dia
Read more
52
Tepat saat mereka keluar, semua orang di depan sudah tak lagi duduk. Bahkan para tokoh di pendapa telah menyiagakan senjata masing-masing.Dan tentu saja mereka tak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ketua Perguruan Matahari itu tahu betul caranya untuk mengamankan keadaan!Kemunculan bergegas Ki Gagak Panolih dan Ki Demung Banar membuat perbincangan soal Rara Marli terputus. Pria itu memberi salam sekadarnya pada Ki Gede Nipir sebelum berbicara pada Ki Lembu.“Kakang, mereka tidak bisa dihentikan,” katanya dengan wajah berkeringat dan sebagian bajunya penuh darah, menandakan bahwa ia baru saja terlibat pertarungan antara hidup dan mati yang cukup berat.Keadaan yang sama juga ada pada Ki Demung. Pria itu sudah bertelanjang dada. Pasti karena bajunya sudah terlalu kotor kena darah dan lumpur.“Tidak bisa dihentikan bagaimana?” sahut Ki Lembu.“Murid-muridmu sudah bisa melumpuhkan mereka, tapi tiap kali jat
Read more
53
Wisnumurti melompat dengan enteng ke dasar tebing dari ketinggian sekitar dua tombak. Memang ada jalan khusus di belakang padepokan, bertrap-trap dalam jarak yang amat tinggi menuruni dinding tebing yang nyaris tegak lurus. Hanya warga setempat yang bisa melintasi jalan setapak itu dengan cepat. Karena ia orang luar dan tak hapal medan, langsung melompat saja tentu lebih baik.Baru sedetik kemudian Rinjani tiba. Ia tentu saja tak bisa melenting sebaik pemuda itu.“Awas jurang!”Rinjani terundur setapak. Ada angin yang luar biasa kuat menyambar. Ia terpana takjub. Tak sampai lima langkah darinya memang terbentang angkasa lepas tanpa dasar. Dan dalam kegelapan malam, jurangnya memang tak tampak. Kobaran api dari kejauhan sana membantunya melihat lebih jelas.Berhati-hati pada jurang, ia kemudian melangkah persis di dinding tebing puncak Gunung Wijil.“Kau siapa sebenarnya?” tanya dia kemudian, dengan napas masih terengah. &ldq
Read more
54
“Sinuwun, ngaturakem sembah pangabekti...”Semua seketika ikut berlutut dan bersujud begitu Ki Lembu Narawara turun dari pendapa dan melakukannya. Semua, kecuali Tanpa Aran.Pangeran Langit terdiam dan menarik napas. Tangannya bergerak ke arah wajah.“Tak ada gunanya lagi aku memakai ini.”Topeng ia lepas, lalu ia lempar sembarang arah ke samping. Di baliknya ada wajah seorang pria berumur pertengahan 60-an yang telah penuh keriput. Wajah yang tak pernah dilihat siapapun, kecuali atas perkenannya pribadi. Maka tak pernah ada pula yang menatap sorot mata itu, pipi yang bekerut tapi nampak gagah, juga kumis tipis dan janggut putih yang sekali waktu dulu pernah menaklukkan hati para perempuan tercantik di delapan penjuru angin.Dialah memang sultan mereka semua. Giriwangsa. Sultan kedua sesudah Pasir tak berada di bawah payung kekuasaan negara mana pun.“Baiklah. Aku akan bersabda.”L
Read more
55
Ki Gede Nipir, Ki Randu Alas, dan yang lainnya bersiap siaga di dekat pendapa. Semua merubung Ki Lembu Narawara, Ki Gagak Panolih, dan juga Ki Demung Banar.Namun ternyata mereka belum perlu bergerak. Sultan Giriwangsa melesat maju, dan gerakan Tanpa Aran yang tengah bermain-main dengan para pengawal padepokan seketika terhenti.“Sudah kubilang, lewati dulu mayatku!”Pedang Tanpa Aran terayun deras.“Dengan senang hati.”Tubuh keduanya bertemu dalam enam kali benturan berantai yang membuat Bumi bergetar. Lalu pasir dan kerikil pecah terburai dalam gebrakan-gebrakan selanjutnya. Pratiwi dan Pangeran Wiratmaka melongo. Tanpa Aran jelas masih seusia mereka, tapi ia ternyata sanggup meladeni tokoh sekelas sang sultan dengan kekuatan setara. Setidaknya ia menang tenaga luar, dan pasti berusaha menggunakan itu untuk secepatnya menyelesaikan pertarungan.Ki Gede Nipir pun terpaksa harus mengakui bahwa anak itu memang tak bia
Read more
56
Jaladri meneguk ludah. Yang ia khawatirkan benar-benar terjadi. Dibarengi suara teriakan-teriakan buas, puluhan pria menyerbu masuk ke pekarangan depan padepokan Gunung Wijil. Sebagian dari arah jalan bertrap, dan sebagian terbesar lagi muncul begitu saja dari sisi-sisi tebing yang sebenarnya sangat curam.Semua berlarian mengincar pendapa seperti air bah. Untuk sementara masih bisa ditahan para murid Perguruan Matahari dan perguruan-perguruan lain yang malam itu menjadi tamu Ki Lembu Narawara. Namun kekuatan dan daya tahan pertahanan jelas perlu dipertanyakan apabila musuh yang sebenarnya sudah mati pun ternyata masih bisa digerakkan dengan kekuatan ilmu hitam.Dan di titik ini, para pemimpin dan anggota-anggota asli kedua kelompok penyembah iblis itu belum juga menampakkan diri, terutama manusia iblis yang oleh Rinjani disebut dengan nama Tandapati tadi.Nampaknya Gunung Wijil benar-benar tengah menjalani masa-masa terberatnya—yang akan menentukan apakah
Read more
57
Dan ia masih susah mempercayai kenyataan satu itu. Juga perkataan Sultan Giriwangsa bahwa dirinya malam ini akan menerima sesuatu yang sangat penting.Jaladri tak sempat berpikir lebih lanjut mengenai semuanya. Kalau ia meleng, kepalanya bakal dengan mudah dibuat menggelinding juga.Yang berikutnya mampir ke benaknya adalah bahwa ia belum sempat makan sejak sarapan di Paranggelung tadi. Ia masih sempat merasakan perut yang melilit saat pinggang tergores pedang dan satu tendangan sempat menggempur telak pipinya. Bangkit lagi pada kedua kakinya untuk balas menyerang, ia sudah melupakan perut. Ini bukan saatnya memikirkan nasi!Lalu, semua terjadi dengan sangat cepat.Jaladri melancarkan tendangan.Pratiwi merenggut pinggang musuh dan membantingnya.Dan semuanya tak ada. Kaki Jaladri mengenai angin. Sasarannya mendadak hilang karena rubuh seperti pohon yang baru ditebang.Pratiwi terjungkal sendiri karena lontaran tenaga bantingannya men
Read more
58
Jaladri mendelik. Sultan Giriwangsa mendesah pelan.“Sudah kauajari apa saja dia selama ini, Kingkin? Caranya menyembah iblis!? Kubiarkan kau hidup enak di Pasir, tapi kau membalasnya dengan meracuni anakku.”Candrakumala seketika berlutut bersimpuh dan menyembah. Tumenggung Mertalaya tidak, dan malahan tersenyum tipis.“Maaf, Baginda. Tapi saat ini saya pun bertanggungjawab atas keselamatan negara, bukan lagi kelompok lama saya.”Tandapati menggeram. Bayangannya bergeser lagi, maju kian mendekat.“Kuperintahkan kalian menaklukkan negara Pasir ke dalam pengaruh kita. Tapi kalian malah minggat dan memuaskan hawa nafsu kalian sendiri. Sang Cahaya Agung telah memerintahkan agar kalian kukirim langsung ke Neraka!”Ki Demung Banar bergeser dan dengan luar biasa berani memapaki pergerakan Tandapati.“Kau tak bisa seenaknya membuat masalah di sini, Pengabdi Setan!”Ia menghambur dengan p
Read more
59
Hampir bersamaan, Tanpa Aran, Suwung Saketi, dan Remak menghambur maju. Mereka menggencet Tandapati dari tiga arah sekaligus. Pedang berbau anyir tepat menyayat leher, namun suara berderak yang kemudian terdengar tak berasal dari sana.Tanpa Aran mendelik. Caping bagai berubah jadi benda terbang yang menyeretnya hingga kehilangan kendali. Ia terpuntir, kehilangan pegangan pada pedangnya. Saat kepala ada di bawah, lutut Tandapati menghajar telak dadanya. Pemuda itu terlempar. Caping hancur. Dan terlihat rambut panjang berwarna putih keperakan berkibar saat ia terbang terlempar dan rontok melewati bibir tebing.Melihat celah saat kaki Tandapati mengangkang, Suwung Saketi masuk dari situ. Kepalan tinjunya seperti menjelma besi dan baja yang merah terbakar saat ia menghentakkan pukulan andalan yang bernama sama dengan nama dirinya. Biarpun separuh iblis, Tandapati pasti lemah pada bagian tengah itu, jadi satu serangan ke sana sudah bakalan cukup untuk menghentikannya.
Read more
60
Pagi merekah dalam suasana ganjil di Gunung Wijil. Puluhan pria hilir mudik, mengambil air menggunakan ember-ember kayu atau tempayan tanah liat. Mereka memadamkan api yang masih menyala di beberapa titik. Di sekeliling mereka, wanita dan anak-anak sibuk mengais apa yang masih mungkin bisa diselamatkan dari sisa-sisa rumah mereka.Yang jelas seluruh kawasan pusat Gunung Wijil rata dengan tanah. Semua terpaksa membangun segala sejak dari nol. Hanya bangunan-bangunan padepokan di atas sana yang masih berdiri tegak, namun sudah tak akan bersama pemimpin mereka untuk selamanya. Perguruan Matahari harus mencari pemimpin baru dalam beberapa hari mendatang. Masalahnya, belum ada satu pun di situ yang memiliki kemampuan dan kecakapan setara mendiang Ki Lembu Narawara.Matahari baru saja mencuat dari puncak-puncak dedaunan pohon cakrawala timur di ujung lembah sana ketika Wisnumurti meninggalkan para pria yang masih sibuk memadamkan api. Tangannya penuh jelaga, karena ia barusa
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status