Semua Bab Pelangi di Langit Malam: Bab 1 - Bab 10
13 Bab
Air Mata Daya
Daya berlari menaiki tangga menuju ke kamarnya. Ketika menginjakkan kakinya di di bagian bordes, air mata benar-benar sudah menggenang di pelupuk matanya. Daya bertahan untuk tidak menangis. Ada Zora, adik perempuannya yang sedari tadi duduk di anak tangga terakhir, menyandarkan kepalanya di railing tangga rumah mewah keluarga mereka, mendengarkan segala perdebatan yang terjadi di lantai bawah dengan wajah sedih.Pertengkaran papa dan mamanya sayup-sayup masih terdengar di telinga Daya. Daya menghambur masuk ke kamarnya yang berada di lantai dua, tepat disamping kamar Zora. Menutup pintu dan segera menguncinya dari dalam, Daya tau Zora mengikutinya. Daya bersandar di pintu, seluruh tubuhnya terasa lemah. Kakinya sungguh enggan melangkah. Tulang-tulang dan otot tubuhnya lunglai merosot ke lantai.“Kak Daya, Zora boleh masuk?”, gadis remaja berparas cantik itu mengetuk pelan kamar kakak lelakinya. Daya tidak menjawab, dia tak ingin bekata apa-apa. Tangisannya
Baca selengkapnya
Awal Segala Impian
Jam digital di atas meja nakas menunjukkan pukul 5 sore. Daya masih terduduk di atas ranjangnya, benar-benar merasa tidak baik. Cermin di lemari pakaian yang berjarak 5 meter darinya memantulkan bayangan Daya. Wajahnya terlihat kuyu, matanya pun masih sembab. Daya mencoba untuk tidak menangis lagi.Daya berpikir lebih baik dia mandi saja. Mungkin dengan mandi Daya akan merasa lebih segar. Dia berusaha bangkit dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Raya melepas seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya, kemudian masuk ke ruangan shower. Raya membuka keran shower, air hangat mengucur membasahi rambutnya lalu turun dan menelusuri jengkal demi jengkal tubuh Daya.Daya menengadahkan wajahnya ke atas, menantang arah jatuhnya air. Matanya pelan-pelan memejam, menikmati setiap tetesan air yang membasahinya. Semuanya kenangan dan apapun yang pernah dialami dari masa kecilnya kembali membayang, mewujud bagaikan kaleidoskop yang diputar berulang-ulang dalam kepalanya.Te
Baca selengkapnya
Persahabatan
Berjalan keluar dari ruangan shower, Daya menyambar bathrob berwarna hijau lumut yang tersampir di gantungan handuk kemudian memakainya, kemudian mengambil satu handuk lagi untuk mengeringkan rambutnya.Langkahnya terhenti di depan kaca besar meja wastafel. Daya biasanya mengeringkan rambut dengan hairdryer di bagian tersebut dan menata rambutnya. Hari ini Daya merasa malas untuk melakukan itu semua.Daya menatap kaca di depannya yang masih dipenuhi embun dari uap air hangat ketika dia berlama-lama di bawah pancuran. Bayangan dirinya tampak samar. Daya menarik nafas panjang sembari mengangkat tangannya, mencoba menghalau embun yang menutupi cermin. Dirinya di dalam cermin tampak mewujud semakin jelas.Daya memperhatikan bagian demi bagian dirinya yang dipantulkan cermin. Terlahir sebagai lelaki, Daya memiliki wajah yang rupawan. Bola matanya yang berwarna coklat tua tampak sempurnya berbingkai kelopak berbentuk almond eyes. Kedua mata
Baca selengkapnya
Pembicaraan Tante Azmi
“Zora, kakak boleh masuk?” Daya berkata seraya mengetuk pintu kamar Zora. Zora menghambur dari kursi meja belajarnya. Separuh berlari membukakan pintu untuk Daya.“Kak, sini kak”, Zora menarik Daya masuk ke dalam kamarnya, kemudian segera menutup pintu kamar itu. Daya menjatuhkan badannya di karpet duduk dalam kamar Zora. Zora mengikuti kakaknya, duduk tepat di depannya.“Kakak baik-baik saja kan?” Zora bertanya sambil menatap wajah kakaknya. Dia bisa melihat bahwa mata Daya masih sembab setelah menangis sesiangan. Gadis itu sangat sayang pada kakaknya. Wajahnya serupa dengan Daya, hanya saja, Zora adalah versi perempuannya.“Nggak tahu ya Ra, kakak bener-bener merasa putus asa. Papa dan mama memang tidak pernah mau paham apa yang kakak rasakan”, Daya duduk membungkuk dengan memeluk kedua lututnya yang bersilang vertikal di hadapannya. Kepalanya bersandar pada lutut kirinya.Zora mendekat pada Daya, salah sa
Baca selengkapnya
Mencari Akar Permasalahan
Zora memandang Daya yang menggelengkan kepalanya dan memberikan ekspresi serta gerak bibir mengisyaratkan bahwa dia tidak ingin pergi. Matanya membesar, bingung dengan kemauan kakaknya itu. Daya memilih membiarkan Tante Azmi mengetahui mereka berdua di tangga. Zora yang sudah berdiri tidak menyetujui dan menarik lengan Daya supaya berdiri. Namun terlambat, Tante Azmi sudah menginjakkan kakinya di anak tangga setelah belokan. Menyadari mereka berdua sedang beradu argumen dalam bahasa isyarat, Tante Azmi tersenyum namun tetap naik dengan tenang dan tidak mengeluarkan sepatah katapun hingga anak tangga terakhir. Daya dan Zora yang bersiap menyapa mengurungkan niatnya melihat tante Azmi memberikan isyarat untuk diam dengan menaruh jari telunjuknya melintang vertikal pada bibirnya. Melewati Daya dan Zora, Tante Azmi menarik pelan tangan kedua keponakannya tersebut, mengajak mereka untuk mengikuti Tante Azmi. Tante Azmi memandang mereka berdua dan menunjuk ruang baca. Daya
Baca selengkapnya
Bulan Purnama
Daya menarik nafas panjang, mencoba merasa-rasa, apakah dia bisa mengatakan keseluruhan isi hati kepada Tante Azmi. Akankah Tante Azmi mengerti atau juga akan menolak segala pikirannya. Dalam kepalanya, Daya sungguh menerawang jauh, berpikir, menganalisa.Tante Azmi yang memiliki latar belakang profesi sebagai psikiater tentu lebih memahami seluruh gejolak yang dirasakan Daya. Pendidikan yang dilewatinya jauh di luar negeri mungkin juga sudah banyak merubah persepsinya mengenai dunia.Di sisi lain, Tante Azmi juga merupakan anggota keluarga besar yang kemungkinan juga akan menolak keinginan Daya demi kehormatan keluarga besarnya tersebut. Raya mencoba memahami posisi orang-orang lain di sekitarnya, di dalam keluarganya. Siapakah yang menginginkan cibiran dan ejekan dari masyarakat sekitar karena ada anggota keluarga yang tak jelas lelaki atau perempuan? Siapa pula yang mampu menerima anggota keluarga yang sudah diketahui termasuk ke dalam salah satu jenis gender lalu k
Baca selengkapnya
Jean atau Joana?
Lebih dari 15 tahun yang lalu. Saat itu adalah malam hari terakhir di bulan Agustus, sekaligus menjadi malam hari terakhir libur musim panas. Ini adalah tahun pertamanya di Perancis. Azmi membayangkan kembali ke perkualiahan membuatnya tegang. Sungguh kebebasan itu sebenarnya adalah tanggung jawab yang lebih besar, dan tanggung jawab itu sendiri berarti beban yang sangat berat.Dalam hati Azmi mengutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia berani mengambil keputusan untuk melanjutnya pendidikan kedokteran di Perancis. Nilai pas-pasannya saat lulus sekolah menengah atas di Indonesia pun sungguh diragukan akan mampu berhasil dengan mulus memasuki jurusan kedokteran pada perguruan tinggi negeri di negara sendiri. Namun berkat kelimpahan materi yang dimiliki keluarganya, papa Azmi yang juga seorang dokter berhasil menemukan agensi yang mampu mengurus segalanya hingga Azmi akhirnya berhasil duduk manis di Sorbonne University.Azmi sebenarnya sangat pintar, nilai IQ-nya bahkan
Baca selengkapnya
Rewrite The Star
Dalam hati Azmi memang sudah memastikan bahwa yang memencet bel pintu apartemen adalah Jean, atau Azmi lebih suka memanggilnya Joana. Namun untuk memastikan Azmi tetap mengintip melalui lubang pengintip. Tidak ada siapapun disana, Azmi terdiam, menduga memang ada orang usil yang memencet bel pintunya.Azmi bersiap untuk berbalik, teringat bahwa kalau saja itu Joana, tentu dia sudah membuka pintu menggunakan kunci miliknya. Bel kembali berbunyi, Azmi kembali mengintip dari lubang pintu. Kejadian kembali berulang, tidak tampak siapapun dan apapun di depan pintu. Azmi menjadi sedikit kesal, menduga bahwa jelas-jelas ada yang sedang mempermainkannya.Sekarang dia tidak beranjak, melainkan menununggu diam-diam di depan pintu. Beberapa waktu, bel tidak berbunyi. Azmi sungguh bukan perempuan yang penakut. Rasa-rasanya dia ingin keluar dan memeriksa.Kali ketiga bel berbunyi, kali ini Azmi tersenyum. Dia tetap diam senyap di tempat, berencana akan membuka pintu secepatn
Baca selengkapnya
Lelah
Azmi dan Joana memesan pizza untuk makan malam. Menyadari bahwa besok harus memulai kembali kegiatan di kampus sudah membuat Azmi merasa malas melakukan apapun. Dia juga masih memiliki beberapa tugas yang harus diselesaikan, beberapa materi yang harus dipelajari kembali sebagai persiapan, bila tidak ingin mempermalukan negaranya. Membayangkan itu semua, mempelajari segala sesuatu yang tidak membuatnya tertarik sungguh mengumpan rasa kantuknya. Azmi merasa ingin segera tidur saja.“Hey, perempuan Indonesia yang cantik, kamu kelihatan mengantuk. Sudah pasti aku tidak salah menduga, pasti sepanjang liburan kamu hanya mengajak tidur buku-buku pelajaranmu dan melukis di balkon ini. Sekarang katakan kalau aku benar”, Joana tertawa geli memandang wajah sahabatnya itu.Azmi mengibaskan rambut pendeknya yang sebahu, lalu mengikatnya secara asal. Tidak perlu mengatakan tidak, dia jelas tak bisa mengelak. Lukisan-lukisan barunya bergelantungan di dinding. Bekas-bekas
Baca selengkapnya
Introgasi
Seluruh tubuh Azmi bergetar melihat pemandangan di dalam kamar mandi. Lututnya terasa goyah, dan kepalanya berkunang-kunang.Azmi hampir saja pingsan. Sahabatnya terduduk di bawah shower. Ada dua luka sayatan yang terbuka melintang di pergelangan tangannya sementara tubuhnya yang mengenakan baju t shirt putih penuh bercak darah tampak pucat pasi. Kepalanya tersandar ke sudut kamar mandi.Air yang mengucur dari keran shower memang telah mengalirkan darahnya, namun bercak darah di dinding dan bajunya masih melekat. Azmi merasa limbung, berdiri untuk kembali ke kamar dan menelpon bantuan.Beberapa menit setelahnya, bantuan datang. Petugas kesehatan membawa jenazah Joana dengan mobil ambulan sementara, sementara Azmi harus ikut ke kantor kepolisian setempat untuk memberikan keterangan.Azmi pasrah, tidak mengapa dia disibukkan seharian. Namun kehilangan sahabat yang biasanya selalu bersamanya membuat Azmi tak mampu berpikir dengan lurus. Entah apa yang harus
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status