All Chapters of Salju Hitam di Venesia: Chapter 41 - Chapter 50
61 Chapters
Memukul Mundur Pesaing
Selusin pria berpakaian necis serba hitam berdiri tegap di sebuah halaman besar. Di belakang mereka terparkir beberapa mobil dengan warna yang senada. Meski terik sinar matahari pada siang itu sangat menyengat, hal tersebut tidak memberi pengaruh apa pun pada mereka. Tepat ketika jarum jam bergerak menunjukkan waktu pukul dua belas tepat, ketukan sebuah sepatu hak tinggi di atas lantai keramik terdengar jelas. Yuvika berjalan seorang diri memasuki halaman dengan busana formal dan rambut terkuncir ekor kuda. Ia melangkah dengan postur tubuh tegak penuh kebanggaan dan rasa percaya diri yang amat tinggi. Wajahnya serius tanpa ada rasa kekanakan maupun sikap manja dari seorang gadis. Hanya ada aura ketidakpedulian yang menyelubungi dirinya. Seorang pria menyambut Yuvika seraya m
Read more
Kartu Undangan
Sepasang iris hijau itu memandang sendu. Ada kilatan rumit dalam sorot netranya yang mendung. Akan tetapi, mata tersebut tak mampu merangkai maupun mengungkapkannya dalam bentuk kata-kata sebagai pelampiasan. Deska menghela napas saat ia melihat ke arah luar jendela dari atas tempat tidur. Ia mendesah dan mengalihkan pandangan. Panorama di halaman kediamannya sangatlah cerah, tetapi di dalam biliknya terasa amat suram. "Masih belum juga mau turun?" "Tidak," sahutnya tanpa menoleh. "Aku baru keluar dari rumah sakit tadi malam. Beraninya aku membuat keributan?" Zalka menghampiri putranya dengan sikap tenang. "Ini sungguh kejutan," timpalnya ringan. "Kau yang paling tidak ingin meninggalkan urusan bisnis walaupun hanya
Read more
Tiket
Yepa mengerjap ketika Sergio menata banyak tiket dari berbagai jenis alat transportasi massal di atas meja. "Ini untukku?" ungkapnya ragu. "Semua?" Taveti yang tengah duduk berseberangan dengan sang cucu mengangguk. "Anggap saja tugas ini sebagai liburan. Bukankah kedengarannya bagus?" Apa ia membutuhkan atau pasti akan menggunakan seluruh tiket tersebut? Yepa tidak yakin dengan hal itu. "Aku benar-benar akan bepergian ke berbagai tempat dalam sekali kesempatan?" Kenapa terasa sangat merepotkan? "Tentu saja." Taveti tersenyum ramah. "Aku sudah mendengar kabar tentang keberadaan kakakmu. Dia suka be
Read more
Memori yang Bangkit
Deska memasang wajah kesal saat ia mengetahui bahwa keluarga Hirawan menolak mentah-mentah permintaan yang dirinya ajukan untuk bertemu dengan Yepa. Jika itu dulu, ia tidak perlu membuat izin terlebih dahulu. Tinggal datangi saja tempat tinggalnya. Lantaran statusnya kali ini agak istimewa, ada beberapa prosedur yang harus ia lewati bahkan hanya demi sekedar melakukan panggilan telepon. "Seseorang pasti sengaja menghalangiku," gumamnya. Ia menatap perlintasan kosong yang tepat berada di depan matanya dengan pandangan hampa. "Apa yang orang ini inginkan?" Tiba-tiba sebuah pikiran buruk melintas. Yuvika menghilang dan bukan tidak mungkin jika mereka sudah membongkar masa lalunya dengan Yepa. Andai hal ini nyata terjadi, itu berarti dirinya sedang mencari masalah di bawah hidung Taveti. 
Read more
Dia Sudah Berakhir
Bunyi sirene terdengar sangat jelas ketika Yepa dan Laiv hendak meninggalkan sebuah pusat perbelanjaan. "Itu ambulans?" Laiv menengok mobil yang baru saja melewatinya dengan tergesa-gesa. "Lalu apalagi kalau bukan itu?" Yepa menatap bosan. "Gangster?" "Yah, apakah sesuatu terjadi? Kecelakaan?" lanjutnya sedikit cemas. "Kau ini kenapa?" balasnya dengan tatapan aneh. "Yang mendapat musibah bukan kita, kenapa kau sangat peduli dengan hal ini?" "Bukan begitu." Laiv menghindari mata Yepa. "Bagaimana kalau orang yang terluka itu kenalan kita?" "Apa peduliku?" Yepa sedikit berang. "Ayo pergi!" Ia pun meni
Read more
Hujan Salju di Milano
Di bawah sebuah payung, lengkap dengan pakaian tebal yang ketat membungkus tubuh, Yepa dan Laiv berdiri berdampingan di suatu jalan yang ramai pengunjung. Mereka melihat hujan salju di Milano. Orang-orang berpikir itu sangat romantis, tetapi bagi keduanya cuaca tersebut tidak menyenangkan sama sekali. Mereka berdua tidak ingin pergi ke mana pun di saat musim dingin tiba. "Kita tahu hal ini akan terjadi dan tetap menyiapkan perlengkapan di musim dingin, tapi aku benar-benar tidak berharap akan seperti ini," kata Yepa setengah mengomel. "Sial. Ini masih bulan Januari dan baru akan berganti musim setelah bulan berikutnya." Laiv yang tengah memegang payung besar di tangan, menghela napas. "Kak
Read more
Impuls
"Kau lihat itu? Dia sangat sempurna untuk bos kita!" "Pelankan suaramu bodoh! Nanti dia mendengarnya!" Orang pertama yang berbicara, Jarno, mengaduh saat ia menerima ketukan di kepala dari sang rekan, Mirko, yang sudah hilang kesabaran. Jarno memelototinya dan berkata dengan tidak puas, "Sialan! Kenapa kau menjitakku?" Mirko balas mendelik tajam. "Mulut bodohmu yang memintanya!" "Hei, kau sendiri lebih berisik dariku!" "Omong kosong!" "Nyalimu terlalu besar, Bung!" "Ayo, maju!"
Read more
Melihat Masa Depan Si Adenoid
"Akhirnya aku bisa tidur!" Yepa mengempaskan tubuh ke atas tempat tidur. Berguling-guling selama beberapa detik dan kemudian berbaring dengan nyaman. Beruntung setelah mencari penginapan ke berbagai lokasi, masih ada yang bisa menampung mereka. Salahkan lantaran tidak satu pun dari keduanya yang berencana menetap di sana. Terlalu mendadak. Belum lagi kunjungan dari para wisatawan asing yang membeludak. Kalau tidak? Mungkin tidur di dalam mobil menjadi pilihan. Taveti hanya membekali mereka dengan tiket dan kartu, serta sebuah kendaraan. Tanpa menyiapkan fasilitas lain sebagai pendukung. Karena itu, baik Yepa maupun Laiv harus berusaha sendiri saat sesuatu yang mendesak terjadi. Seperti mencari tempat untuk bermalam. 
Read more
Ingin Melindunginya
Yepa terbangun dengan napas tersengal. Jantungnya masih berdebar kencang. Meski ia ingin menyangkal adegan tersebut, ia tidak memungkirinya sebagai pertanda masa depan.   Tangan yang berlumur keringat dingin itu meremas seprai dengan amat erat. Siapa wanita jahat itu? Kenapa Laiv memberikan nyawanya semudah itu? Dua pertanyaan itu menjadi duri di dalam batin.   Ia menekur. Wanita itu mengatakan bahwa Laiv membunuh prianya. Bukankah itu artinya ada perselisihan di antara mereka? Perasaan yang tak berbalas? Cinta segitiga? Oh, astaga! Berita ini memperburuk sanubarinya!   "Laiv sialan! Ternyata ada orang lain di dalam hatimu!"   Matanya mendelik tajam ke arah jam dinding yang terpajang di dalam ruangan tersebut. Waktu
Read more
Konsensus
Jarno dan Mirko saling memandang saat target mereka, Yepa, tidak keluar lagi dari kamar sewaan milik Laiv yang berada tepat di seberang bilik keduanya."Gadis dan pria itu punya hubungan khusus?" terka Mirko seraya menutup pintu dengan hati-hati."Sepertinya begitu," gumam Jarno yang ada di belakang Mirko dengan perasaan rumit. Ia pun melanjutkan dengan nada aneh, "Kenapa aku merasa tidak asing dengan tampang pria itu?"Sebelumnya mereka tidak terlalu memerhatikan sosok lain yang selalu ada di samping Yepa. Kini keduanya agak menyesal lantaran terlambat menyadari hal tersebut dan tidak sempat mencari tahu tentang Laiv.Mirko berbalik dan memandang Jarno dengan tatapan biasa. "Mungkin hanya kebetulan," balasnya ringan, tanpa mau banyak berpikir. Meski dirinya juga merasakan hal yang serupa dengan sang rekan."Yakin?" Jarno menekur sembari berjalan dan duduk di tepi tempat tidur. Padahal ia pikir bisa menyenangkan hati bos mereka jika berhasil membawa gadis itu sebagai hadiah. "Ah!" Ia
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status