All Chapters of Dia-lo-gue: Chapter 11 - Chapter 20
78 Chapters
PART XI
Aku dan Zoey bergandengan tangan menuju tempat di mana mobil Zoey terparkir. Wajahnya dipenuhi senyuman karena kami baru saja berkomitmen untuk saling memperbaiki komunikasi satu sama lain. Itu memang hal yang bagus karena Zoey pantas mendapatkan perlakuan yang lebih baik dariku. Dia itu cowok baik-baik yang tidak seharusnya menjadi pria ke dua di hatiku.Zoey tidak memarkirkan mobilnya di tempat parkir sekolah, melainkan di bahu jalan tepat samping gor. Membuat kami berjalan sedikit lebih lama. Namun, aku menikmati itu karena langkah kami di temani obrolan ringan dan senda gurau.“Kita ke mall dulu ya sebelum pulang,” ajaknya. Aku tersenyum dan mengangguk setuju.Seperti kataku tadi, aku harus memperbaiki perlakuanku pada Zoey. Jadi aku harus mau untuk sekedar hang out di mal bersamanya. Lagi pula ini masih siang dan tidak ada kegiatan lain yang harus aku lakukan setelah ini.“Aku tahu kedai dimsum yang enak. Mau coba?
Read more
PART XII
“Aku dan Jace enggak ada apa-apa.” Kataku dengan spontan. Padahal Zoey tidak bertanya apapun sepeninggalnya Jace barusan. Sebetulnya ekspresi Zoey yang membuatku bicara begitu. Ekspresi seseorang yang seperti sedang menanggung kekalahan bahkan sebelum dirinya bertanding. Apalagi ketika Jace dengan santai berkata padanya bahwa aku dan dia sudah selesai. Seolah sebelumnya telah terjadi sesuatu yang tidak Zoey ketahui. Dia tidak membantah ucapanku. Matanya masih terpaku pada punggung yang semakin bergerak menjauh. Aku duga, Mungkin dia ingin mendengarkan pengakuanku lebih lanjut. “Tadi Jace bilang, aku harus menjauhinya. Dia takut aku bakal terlibat masalah lagi kalau berada di sekitarnya.” Aku diam sebentar seraya menunggu perubahan ekpresi pada wajah Zoey sebelum melanjutkan kalimatku. “Lagi pula aku sama dia memang enggak terlalu akrab kalau bukan karena Sheryl. Jadi seharusnya dia enggak perlu bilang begitu.” Zoey menunduk dan menekan bibirnya sehing
Read more
PART XIII
Jace tidak pernah absen untuk selalu membuatku jantungan. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya selalu membuat hubunganku dengan Zoey seperti berada dalam roller coaster. Dia seperti dalang yang bisa membuat kami berdua menukik dan menanjak sesuka hatinya.Sampai hari berganti, aku tidak bisa berhenti memikirkan maksud Jace bicara seperti itu pada Zoey. Kenapa dia bisa tahu masalah ciuman pipi yang menjadi kesepakatan aku dan Zoey saat di kantin? Apa ada yang menguping dan melaporkannnya pada Jace?Aku tahu Jace punya teman-teman yang loyal. Namun, kalau mereka sampai menguping obrolanku demi memenuhi kemauan Jace, itu sangat keterlaluan. Privasiku terganggu dan aku sangat tidak suka itu.Lagi pula, Jace tidak berhak bicara seperti itu. Dia tidak berhak mengatur Zoey dalam bersikap padaku. Memangnya dia pikir dia itu siapa?“Kenapa sih, Kat? Dari tadi meringis sambil geleng-geleng kepala mulu.” Seseorang membangunkanku dari lamunan
Read more
PART XIV
“Kat!! Nyebur yoook!” ajak Sheryl dengan sedikit berteriak ketika aku sedang menikmati makan siangku.Aku menggeleng dan mengangkat piring penuh lauk ke arahnya. “Lagi makan.”Dia melirik dengan malas ke arah meja panjang yang kami atur di pinggir kolam renang sebagai meja parasmanan. Beberapa orang mengambil jatah makan siangnya di meja itu. Sebagian lagi memutuskan untuk langsung masuk ke dalam kolam renang dan membuat kerusuhan di sana. Sheryl adalah salah satu yang akan memenuhi kolam renang cantik di depanku ini.Dia mengerucutkan bibir padaku. “Enggak asik, ah.”“Makan dulu, Sher.” Aku mengingatkan karena setahuku dia belum makan apa-apa dari pagi.“Enggak perlu, gue udah kenyang makan dimsum.”Aku menggelengkan kepala dan segera menjauh dari kolam ketika melihat dia mulai berancang-ancang untuk terjun.Byur!!Sorak kegirangan mengiringi bunyi riak air y
Read more
PART XV
“Temui gue di samping dapur.” Aku meremang mendengar suaranya yang dalam yang dingin. Berbagai pertanyaan ingin aku tanyakan padanya saat ini juga. Apa yang akan dia bicarakan? Kenapa harus mencari tempat terpencil di samping dapur? Kenapa tidak di sini dan sekarang? Namun yang keluar dari mulutku hanya satu kata saja. “Apa?” Jace tidak menjawab. Dia malah menatapku dengan matanya yang menyimpan misteri. Tidak ada jendela yang bisa aku buka di sana. Hanya tatapan tajam yang mungkin bisa membunuhku. “Kat?” Suara Zoey mengagetkanku. Bahkan aku hampir menjatuhkan ponselku karena terkejut. Dia muncul dengan tiba-tiba dari balik tembok wastafel. “Eh, Hai Zoey, kenapa?” tanyaku dengan terbata. Tidak seharusnya aku panik seperti tertangkap basah sedang selingkuh. Jace hanya bicara tidak lebih dari tiga kalimat. Seharusnya itu bukan masalah besar. Oke, aku berlebihan. “Cuma cek doang. Tadi kamu ngilang begitu aja.” “Aku
Read more
PART XVI
Riuh teman-temanku seperti dengungan yang samar. Percikan dan riak air di mataku seolah menjadi adegan film yang diputar dengan gerakan melambat. Pandanganku selalu ke sana. Ke arah Jace yang juga memandang ke arahku.Dia menatapku lekat. Bahkan dari kejauhan, aku bisa merasakan intimadasi dari sorot mata itu. Membuat punggungku seperti di guyur air es. Aku sampai menggigil demi menghilangkan sensasi menakutkan itu.Apa dia marah karena reaksiku tadi yang tiba-tiba pergi dan bersembunyi bagai pengecut di sini?“Gue suka sama lo.”Ucapannya masih terngiang-ngiang di telingaku. Empat kata yang meluluh-lantahkan pertahananku selama ini.Berbulan-bulan aku berperang dengan perasaan ini. Perasaan yang membuat hatiku seperti menyimpan bara api. Panas dan pedih. Sekuat tenaga aku menjaga supaya tidak membesar. Tertatih-tatih menjaga supaya asapnya tidak terlihat ke permukaan.Lalu empat kata yang di ucapkan Jace tadi seperti be
Read more
PART XVII
Bau eucalyptus memenuhi indera penciumanku. Badanku terasa dingin dan kepalaku berdenyut kencang. Aku membuka mataku perlahan lalu beberapa kali mengerjap. Mencoba menyesuaikan jumlah cahaya yang bisa ditangkap mataku. “Kat?” Seseorang memanggil namaku dengan nada pelan. Aku menoleh ke arah suara itu dan menemukan siluet seorang wanita sedang menatapku cemas. Aku kembali mengerjap. “Sha?” Aku menegaskan apa yang aku lihat. Perlahan wajah Shafira mulai terlihat dengan jelas di depanku. “Minum dulu,” ucapnya sambil menyerahkan segelas air putih padaku. Setelah beberapa kali tegukan, aku serahkan kembali gelas itu padanya. “Mana Zoey?” tanyaku sambil mencoba untuk tenang. Karena yang terakhir aku ingat adalah dua berandal kampung sedang mengganggu kami di atas bukit sana. Shafira tidak menjawab. Dia menggigit bibir bawahnya dan beberapa kali melihat ke arah pintu kamar. “Sha, yang lain kemana?” “Ada di luar. Lo Ist
Read more
PART XVIII
Musik mengalun pelan dari stereo mobil, menemaniku yang membisu sambil memandangi Jalanan padat di depanku. Jarak yang harusnya ditempuh kurang dari setengah jam, menjadi lebih dari satu jam karena kemacetan akhir pekan yang biasa terjadi di kawasan ini. Apalagi sebentar lagi masuk ke antrian gerbang tol. Maka perjalanan kami akan semakin tersendat. Di mobil ini, hanya ada aku dan Zoey. Sheryl tentu lebih memilih pulang bersama Briya, dan yang lain ketimbang dengan pengkhianat sepertiku. Sedangkan Jace, sudah tidak terlihat batang hidungnya semenjak subuh. Ada kemungkinan dia dan kedua temannya langsung pergi setelah perdebatan sengitnya dengan Zoey semalam. Semalam aku memutuskan mengunci diri di kamar. Aku tidak melihat lagi ke belakang ketika berlari meninggalkan dua orang bodoh yang sedang mempermalukanku saat itu. Yang aku dengar hanya suara Zoey yang memanggilku dan mencoba untuk mengejar. “Jangan ikutin gue!” bentakku pada Zoey di belakangku. A
Read more
PART XIX
Sayup-sayup aku mendengar ada suara orang yang mengobrol. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali sebelum menyambar ­handphone di atas nakas. Masih pukul empat sore, masih cukup banyak waktu untuk aku bersiap ke Saung Geulis, restoran milik ibuku. Karena ini adalah hari jumat dan aku harus membantunya di sana.Aku membuka pintu kamarku dan percakapan yang tadi terdengar samar menjadi sedikit lebih jelas.“Enggak bisa tante. Selama ini Katy memang enggak punya perasaan sama saya.”Ada yang membicarakanku dari lantai bawah. Aku mengendap ke balik tembok samping anak tangga paling atas. Mencoba sedikit mengintip siapa yang menyebut namaku tadi dan dengan siapa dia berbicara.Aku menemukan Zoey sedang mengobrol dengan ibuku di ruang televisi. Tidak heran jika mereka mengobrol seakrab ini, karena Zoey memang cukup dekat dengan ibuku. Namun, kenapa mereka menyebut namaku dengan wajah yang serius?“Kenapa enggak bisa?” I
Read more
PART XX
Sudah jam tiga pagi, tetapi mataku masih belum bisa terpejam. Pikiranku yang tidak bisa diam di satu tempat membuatku kelelahan. Namun, tetap tidak membuatku mengantuk. Untungnya besok adalah hari libur. Jadi, aku akan tidur seharian sampai puas. Aku beranjak dari kasur untuk mengambil air minum di dapur. Aku sengaja tidak menyalakan lampu saat melintasi ruang makan yang gelap. Dengan sedikit mengendap, aku meraih gagang pintu kulkas. Menarik susu dingin, menuangkannya di panci lalu menyalakan kompor untuk memanaskan susu tadi. Aku duduk di kursi tinggi dekat dapur. Memandangi taman kecil samping rumah yang sedikit basah karena siraman air hujan. Aku berpikir untuk keluar dan menikmati sedikit udara segar di teras itu. Mungkin sedikit agak basah dan dingin. Namun, aku harap itu bisa menjernihkan pikiranku malam ini. Susu sudah cukup hangat untuk aku angkat dari kompor. Pelan-pelan aku tuangkan ke dalam gelas tinggi dan membawanya ke teras melalui pintu sampin
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status