Semua Bab Aku Istri Kekasih Sahabatku: Bab 71 - Bab 80
182 Bab
Bab 71 Jangan Berteman dengan Delisia (Pov Aksa)
Hanphoneku berdering, memperlihatkan panggilan telepon dari Utami. Aku pun mengangkat. Tidak ingin membuat kekasihku menunggu. Ternyata Utami menanyakan aku sedang berada di mana. Dan aku menyuruhnya untuk langsung saja ke kantin. Tak lama kemudian, kekasihku itu pun muncul. Setelah Rian dan Juna melihat Utami berjalan menghampiri kami, mereka menghentikan pembahasan tentang Delisia. Kedua sahabatku ini sudah mengerti, jika ada Utami atau orang lain, mereka tidak akan menampakan jika sedang menyembunyikan sesuatu tentang diriku. “Sayang, tadi Delisia tidak masuk kuliah lagi. Kira-kira dia ke mana ya?” ujar Utami setelah duduk di kursi kosong yang ada di sampingku. Juna sudah berpindah tempat, dia duduk di samping Rian. “Kamu sudah di telepon?” tanyaku setelah mengesap kopi. Meskipun kopiku kini sudah tidak terlalu panas lagi, aku masih tetap suka. “Iya, sudah. Tetapi, Delisia tidak angkat. Aku khawatir dengannya. Dia kenapa ya? Aku takut terjadi apa-apa dengannya … Minggu lalu jug
Baca selengkapnya
Bab 72. Sahabat Terjahat (Pov Aksa)
“Nggak kok, sayang. Mungkin maksud Rian itu baik. Kalau berteman tidak perlu menaruh kepercayaan penuh pada teman,” ujarku, kini kami sudah berada di dalam mobil. Sedari tadi aku memikirkan jawaban yang tepat untuk dikatakan pada Utami.Ahh, dasar Rian! Kenapa tadi dia berkata seperti itu? Kalau sudah begini, Utami pasti menyerbuku dengan ribuan pertanyaan yang ada dalam benaknya. Aku sudah mengenal jelas karakter kekasihku ini, kalau ada yang mengganggu pikirannya, dia pasti akan katakan.“Coba deh, kalau posisinya diganti… kamu sudah menjadikan Rian dan Juna itu sebagai sahabat. Kalian bertiga bersahabat sudah lama. Kamu pasti menganggap mereka berdua itu baik, makanya mau dijadikan sahabat dan bertahan lama. Kamu menaruh kepercayaan ke mereka dan tidak akan menilai kalau mereka itu buruk. Iya ‘kan, sayang?” Utami melihatku dengan wajah serius. Aku lalu mengganguk. Tak lama kemudian, mobil yang aku kendarai sudah meninggalkan area kampus.“Sama seperti aku, Sayang. Aku tidak mungkin
Baca selengkapnya
Bab 73 Aku Penyebabnya
***Hari ini sudah sebulan lebih aku tinggal bersama Aksa di apartemen. Sejak kejadian di hari itu, saat aku di kunci dalam kamar. Sampai-sampai aku tidak bisa ke kampus. Ya, seharian itu aku hanya berdiam diri dalam kamar, bahkan Aksa tidak memberiku makan. Aku sudah tahu, tidak mungkin lelaki itu mau memberiku makan.Pikiranku kembali mengingat kejadian di hari itu. Aku kaget, di malam hari tepatnya jam tujuh, ada yang mengetuk pintu kamar. Aku masih mengingat jelas jika saat itu jam tujuh malam, karena aku sudah tak kuat menahan lapar.Ketukan yang lembut membuat aku berpikir, jika orang yang mengetuk pintu tidak mungkin Aksa. Kalau orang itu Aksa, tidak mungkin dia mengetuk terlebih dahulu pintu kamar. Harusnya dia langsung masuk saja, karena aku dikunci dari luar. Aku tidak beranjak dari atas kasur. Badan sudah terlalu lemas karena sejak malam harinya aku belum makan.Hanya tiga kali ketukan, setelahnya aku tidak lagi mendengar ada ketukan pintu. Aku penasaran, siapa orang yang a
Baca selengkapnya
Bab 74. Persiapan Ulang Tahun
“Setelah ini kita mau ke mana?” tanyaku pada Utami. Sengaja ingin mengalihkan pembahasan. Kalau Utami terus membahas tentang Aksa, aku akan semakin merasa bersalah.“Aku sudah memesan jam tangan untuk Aksa. Kita tinggal ambil saja. Setelah dari butik jam tangan, kita langsung ke apartemen Aksa.”“Pesan jam tangan? Kamu mau ngasih kejutan untuk Aksa?” tanyaku sambil memainkan sedotan minuman di gelas.“Hari ini ‘kan hari ulang tahun Aksa, Del. Aku tuh minta kamu temani jalan-jalan sekalian kita cari perlengkapan untuk merayakan ulang tahun Aksa. Maaf ya, tidak beritahu kamu dulu kalau mau sekalian merayakan ulangtahun Aksa … Tetapi, Aksa tidak tahu kalau aku mau merayakan ulangtahunnya. Aku sudah bekerja sama dengan Rian dan Juna. Jadi, Aksa akan ke apartemen nanti malam. Sekarang sedang tidak ada siapa-siapa di sana.”Aku ternyata memang hanya seorang istri di atas kertas. Merasa menjadi janda tanpa status. Hingga kini, masih banyak yang tidak aku tahu tentang Aksa. Bahkan hari ulangt
Baca selengkapnya
Bab 75. Ke Apartemen Bersama Utami
Satu jam lebih telah berlalu. Aku dan Utami sekarang menuju apartemen. Banyak hal yang membuatku kaget dengan kejutan yang akan di buat oleh Utami. Wajar sih, ini baru pertama kali aku menemani Utami untuk menyiapkan ulangtahun Aksa. Ternyata jam tangan yang di pesan Utami harganya seratus juta lebih. Ya Allah, jam tangan itu terbuat dari apa? Kok ada jam tangan semahal itu.“Del, maaf ya. Dulu aku tidak pernah mengajakmu untuk merayakan ulangtahun Aksa. Kalau pun di ajak aku yakin kamu tidak akan mau. Iya ‘kan? … Tetapi sekarang, tidak apa-apa ‘kan, ya?”“Hehe, iya,” ujarku. Hanya sesingkat itu jawaban yang bisa aku katakan.Sebenarnya aku juga tidak ikhlas ikut merayakan ulangtahun Aksa ini. Karena memang Utami dan Aksa ‘kan belum halal. Hanya saja, untuk menebus rasa bersalah, aku ingin membuat hati Utami senang dengan mengikuti keinginannya. Meskipun harus menyakiti diri sendiri.Aku memilih diam dan mendengar lagu yang di putar oleh Utami di mobil. Aku tidak tau siapa pencipta la
Baca selengkapnya
Bab 76. Harus Sadar Diri
Kalimatku itu ternyata bisa mengubah suasana. Utami langsung berubah ceria. Dia kini mengeluarkan belanjaan dari plastik dengan semangat. Melihat Utami yang semangat, aku pun ikut tersenyum dan semangat membantu.Pintu apartemen terbuka. Aku kaget melihat Rian yang melangkah masuk. Apa teman-teman Aksa mengetahui password pintu apartemen? Iya bisa jadi. Tadi saja, Utami masuk hanya dengan mengetik password.“Eh, ada Delisia!” ujar Rian. Kini dia berdiri di hadapan Utami yang sedang duduk.Kenapa dia hanya menyapaku? Padahal di sini ada Utami juga. Mungkin aku terlalu aneh menemani Utami menyiapkan keperluan kejutan ulangtahun Aksa.“Tumben!” ucap Rian lagi. Kini dia sudah duduk, tepat di berhadapan Utami.“Apaan sih, Rian. Kerja itu tangan saja yang gerak. Mulutnya nggak usah,” tutur Utami dengan nada yang jengkel. Dia berkata sambil tangannya bekerja.Aku hanya tersenyum. Tidak ingin terlalu menanggapi percakapan mereka. Memang sih, Rian ini agak aneh gimana gitu. Dia itu seperti ti
Baca selengkapnya
Bab 77. Ibu Untuk Aura
Memikirkan ucapan Rian, aku pun teringat dengan kejadian pada hari itu, saat aku mendapat pesan dari Pak Firman. Setelah menghilang tanpa kabar, dosen itu akhirnya mengirimkan aku pesan. Ternyata Aura sakit, makanya dia sengaja tidak ke kampus. Pantas aku tidak melihatnya beberapa hari.Seperti perintah Pak Firman dalam pesannya, aku di suruh untuk menemuinya di ruangan. Aku ingin segera mengakhiri masalahku dengannya. Sehingga, langsung saja aku penuhi perintah itu.Dua kali ketukan tanganku mengetuk pintu. Terdengar suara dari dalam ruangan, menyuruh untuk masuk. Sambil menunduk, kaki aku biarkan melangkah memasuki ruangan.“Kenapa kamu tidak mengaktifkan handphone di hari minggu itu, Delisia! Kamu ingin aku membuat perhitungan denganmu? … Aku tahu kamu orang miskin yang butuh uang. Jangan sok jual mahal, menolak permintaanku. Aku tahu kamu juga sebenarnya ingin menjadi istriku ‘kan?”Baru saja berdiri tepat di depan Pak Firman, aku sudah di serbu dengan kalimat kasar. Aku memberani
Baca selengkapnya
Bab 78. Aku Yang Lebih Tahu
“Del, maaf ‘kan Rian ya. Dia memang orangnya kayak gitu.” Utami berkata saat Rian tidak ada di dekat kami. Rian sedang ke toilet. Suara Utami menyadarkan aku dari memikirkan Pak Firman dan Aura. Aku tersenyum, bibir pun berkata, “iya, Tam. Rian juga pasti nggak serius. Dia hanya ingin berbasa-basi denganku … eemm … kamu ya, yang ngomong ke Rian tentang Pak Firman?” “Maaf, Del. Waktu itu aku cerita ke mereka saat kamu tidak masuk kuliah. Gimana ya, aku hanya cerita lepas aja gitu. Maaf ya, kamu jangan marah ke aku. Sungguh, aku tidak bermaksud menceritakan ke orang lain apa yang kamu percayakan ke aku.” ujar Utami dengan wajah memelas. “Iya, nggak apa-apa kok, Tam. Aku hanya tanya saja.” Aku berkata dengan senyum yang tak hilang dari wajah. Aku sungguh tidak marah. Berkoar-koar untuk marah bukan hal yang baik untuk di lakukan. Apalagi semuanya sudah terlanjut Utami katakan. Untuk apa juga harus marah. Kalau pun aku marah ke Utami, semua perkataan Rian belum tentu menjadi baik. Apala
Baca selengkapnya
Bab 79. Kejutan Ulangtahun
Setelah semua persiapan selesai, aku pun duduk di sofa yang ada di depan televisi. Baru saja duduk satu menit, Utami telah memanggilku.“Iya, Tam,” ujarku. Berdiri menghampiri Utami. Terlihat Rian sedang melangkah. Aku tidak tahu apa yang ingin dia lakukan.“Cepat sembunyi. Aksa dan Juna sudah tiba. Mereka sedang menuju ke sini.” Utami berkata dengan cepat. Seolah di buru waktu. Dia lalu berdiri di belakang pintu. Aku pun mengikuti Utami.“Saklar lampu ruangan santai di mana, aku tidak tahu,” teriak Rian. Ternyata dia sedang mencari keberadaan saklar lampu.Aku langsung meninggalkan Utami untuk mematikan lampu. Aku baru tahu, meskipun Utami dan teman-teman Aksa sering ke sini, mereka belum terlalu mengerti lika liku apartemen. Setelah mematikan lampu, aku kembali ke tempat tadi aku berdiri.“Ternyata feeling seorang Delisia, tidak bisa di ragukan. Tadi kamu tahu tempat pisau dan piring. Sekarang kamu tahu letak saklar lampu. Untung saja aku bawa kamu di sini. Kalau tidak, aku dan Rian
Baca selengkapnya
Bab 80. Sepotong Kue Dari Juna
Tibalah saatnya pemotongan kue. Aku tidak ingin berharap menjadi yang pertama, karena sudah jelas bukan aku yang berada di posisi itu. Benar saja, untuk kue potongan pertama, Aksa langsung memberikan pada Utami.Kue kedua bersama Aksa memberikan untuk Juna dan Rian. Dari cara memberikan kue, aku bisa menebak jika posisi Juna dan Rian untuk Aksa, sama. Aksa tidak bisa melebihkan posisi antara satu orang di hatinya.“Pinjam pisaunya,” ucap Juna. Dia lalu memotong kue lagi. Mungkin rasa kuenya terlalu enak, makanya dia ingin tambah.Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat pergerakan mereka Utami dan Aksa. Bahkan kini Utami tidak menawarkan aku untuk berdiri di antara mereka – berdiri tepat di sekeliling kue tar. Mungkin dia lupa karena sedang asyik menikmati kue? Atau dia tidak sadar jika ada aku di sini, berdiri di belakang Rian. Ahh, aku harus bisa berpikir positif agar tidak terlalu merasa sakit hati.“Del, ini!” ujar Juna sambil menghampiriku. Di tangannya ada piring kecil berisi po
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
19
DMCA.com Protection Status