All Chapters of DIKIRA MISKIN SAAT REUNI: Chapter 11 - Chapter 20
153 Chapters
Bab 11
“Iya, Yu! Tuh lihat saja di grup! Koar-koar mulu!” Harum menunjukkan layar gawai. Benar saja, di grup tampak Dewi mengirimkan beberapa foto dengan Pak Anton disertai kalimat-kalimat yang menunjukkan kalau dia begitu konfiden jika Pak Anton datang buat kasih pengharagan ke dia. [Guys, asal kalian tahu! Di sini hanya aku deh alumnus yang kenal sama Sutradara kondang ini! Kalian wajib nunggu, ya! Sebentar lagi aku pasti dipanggil ke atas podium buat nerima pengharagaan dari sekolah. Secara aku sudah bisa membuktikan, kalau di dunia nyata bahkan aku bisa lebih berprestasi dari pada siswa yang dulunya berprestasi. Iya gak?] [Wah, pantas saja tumbenan ngundang orang dari dunia film, ya? Rupanya buat kasih penghargaan ke kamu ya, Wi? Selamat, ya, keren!] Salma. [Anjirrrr! Beda ya kalau sudah jadi artis mah, bisaan euy, Wi! Mantap pisan!] Eti[Ya ampuuun, kita dari kemarin nebak-nebak katanya mau ada kasih penghargaan dari sekolah dalam acara reuni sekarang! Gak kepikiran kalau orang yang
Read more
Bab 12
Riuh tepuk tangan terdengar. Aku bangkit dari tempat duduk seraya menoleh ke arah tempat Dewi dan kedua temannya yang kini melotot ke arahku. Hanya anggukan singkat dan senyuman manis aku lemparkan membalas tatap tak percaya itu. Aku berjalan sambil menunduk menuju ke arah Karmin dan Hana yang tersenyum lebar menyambutku. Rasanya belum siap identitas ini ditelanjangi, tetapi mengingat alasan dari pihak sekolah agar banyak yang terinspirasi dan ke depannya aku didaulat untuk mengembangkan siswa-siswa dengan potensi serupa, maka aku tak ingin melewatkan kesempatan ini. Bukankah kesempatan katanya tak datang dua kali? Bukankah ini adalah salah satu jalan untukku agar bisa menebar manfaat sebanyak-banyaknya? “Ya ampuuun, Bestie! Selamat, ya!” Karmin sudah nyelonong saja hendak memelukku. Namun tiba-tiba lengan Hana menahan dadanya. “Eh, Mas Bro … bukan mahram!” ucap Hana seraya memutar bola mata ke atas. Karmin terkikik lalu hanya berganti dengan mengulurkan tangan menyalamiku. “Selam
Read more
Bab 13
Langkahku semakin dekat pada meja di mana ada Harum dan teman-temanku yang lain, sekilas aku melirik ke arahnya, eh sepasang mata elang itu tengah tertuju ke arahku dengan senyum yang dikulum. Denyut-denyut dalam dada, untung gak ada suara, duh berasa nostalgia pada masa-masa SMA. Tatapan itu masih sama, persis seperti tujuh tahun lalu. Tatapan yang membuat Dewi memusuhiku hingga sebelum penghargaan ini diberikan. Barusan kan dia ngajak damai, eh. Namun, fokusku terpecah pada tawa beberapa temanku yang tengah fokus pada layar gawai. Termasuk Harum, dia pun tertawa lepas sampai terpingkal-pingkal.“Lihat ini, Yu! Pasti Dewi semakin merasa gak punya muka.” Harum menjuk layar gawai yang tengah dilihatnya bersama.Aku pun beranjak duduk ke tempatku semula, lalu melongok pada kerumunan para mantan siswa. Kami sudah mantan, tapi kenang masih tersimpan.“Ada yang lucu, ya?” tanyaku setelah berada di antara mereka. “Lihat ini!” kekeh Harum. Tangannya menunjuk foto yang dishare di WAG alumni
Read more
Bab 14
POV Dewi Acara reuni tahun ini, aku yakin, aku akan kembali menjadi bintang seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Mereka biasanya begitu kagum padaku yang sudah beberapa kali muncul sebagai bintang iklan. Beberapa kali juga aku terpilih sebagai pemeran figuran dalam beberapa drama serial. Ya, walaupun baru hanya mendapatkan peran figuran, tetapi setidaknya aku sudah bisa membuktikan kalau aku ini memang berbakat di dunia entertainment.Jujur, aku sangat bersemangat menghadiri reuni yang sekarang. Apalagi, katanya reuni tahun ini akan ada penghargaan bagi alumni yang berprestasi. Aku yakin, aku akan menjadi salah satu yang termasuk di dalamnya. Bagaimana tidak, pihak sekolah pastinya bangga, dong! Dari sekian ribu alumni yang bertebaran, sepertinya hanya aku yang terjun di dunia entertainment. Gengsiku akan naik semakin tinggi, nanti akan aku posting pas aku memegang piala dengan anggunnya ketika dipanggil nanti. Ah, indahnya hidup ini. Kebahagiaan itu tak berhenti sampai disitu, meli
Read more
Bab 15
Mobil fortuner milik Dion terus membelah keramaian. Aku duduk dengan jantung yang berdgub-degub. Tak bisa dipungkiri jika keberadaannya mampu membuka lembaran memori yang sudah kulipat rapat-rapat. “Hmmm, mau makan dulu, gak?” Suaranya terdengar lembut bertanya. “Makan?” Bimbang, antara mengiyakan dan tidak. Bukan apa-apa, aku hanya takut jika rasa ini semakin subur saja dan akan berakhir kecewa. “Aku sudah lama gak makan menu angkringan dekat alun-alun kota! Di sana ada bubur ayam yang enak banget, loh!” Aku masih berpikir, kadang lemot emang. Di dalam sini ribut berperang antara hati dan logika. Masih teringat kata-kata ibu padaku.“Neng, kita harus bisa ngukur diri. Kita bukan orang kaya. Jadi kalau mau cari jodoh yang sepadan saja. Gak perlu kaya, cukup dia baik, dewasa, sayang sama kamu dan memiliki penghasilan tetap. Ibu pernah punya pengalaman pahit dulu, jadi Ibu gak mau hinaan yang dulu Ibu terima, kamu alami juga.” Aku memejamkan mata, entah kenapa kriteria yang Ibu uca
Read more
Bab 16
“Ayu, masuk dan kamu, Dion, tolong jauhi Ayu! Dia akan segera menikah!” Kalimat singkat yang membuat aku seketika tercekat. Ada apa dengan ibu? Kenapa sikapnya berubah menjadi sinis dan dingin seperti itu? “Bu! Dion hanya nganter Ayu pulang, kok! Kenapa Ibu bahas nikah-nikah segala?” Aku menatap manik hitam yang tampak terhalang kristal bening itu. “Ibu sudah bilang sama kamu, Ayu! Jangan pernah berhubungan dengan orang-orang yang berbeda kasta!” Suaranya terdengar bergetar. Sepertinya ada kesedihan yang menggelayut di dalam hatinya. “Ahm, Bu, Ayu … maaf kalau kedatangan saya mengganggu. Saya hanya berniat mengantar Ayu pulang, tak lebih dari itu. Saya juga tak ada niatan untuk mengganggu hubungan Ayu dengan calon suaminya!” Dion tampak bersikap tenang dan berusaha menjelaskan pada Ibu. Aku menggeleng perlahan, tetapi tak tahu harus atau tidak menjelaskan pada Dion. Sampai saat ini, bahkan belum ada satu pun lelaki yang datang ke rumah untuk meminang. Kenapa tiba-tiba Ibu mengata
Read more
Bab 17
Baru saja aku memanaskan motor matic kesayangan, beat warna hitam ini ketika terdengar klakson dari arah jalan. Ketikaku menoleh, ada sebuah mobil brio berwarna putih yang berhenti. Aku menautkan alis karena merasa tak familiar dengan mobil yang berhenti itu, hingga pintu mobilnya terbuka dan menampakkan sosok yang membuat aku terkesiap luar biasa. “P--Pak Faqih?” Aku mematung beberapa saat, menetralkan degub jantung yang berirama. Kekisruhan yang terjadi kemarin begitu mengganggu pikiranku. Aku bahkan lupa, ada janji yang belum selesai. Aku belum memberikan jawaban untuk Beliau. “Assalamu’alaikum!” Lelaki dengan kemeja lengan panjang warna maroon yang dipadu padankan dengan dasi hitam dan celana bahan itu turun. Sepatunya tampak mengkilap dan melenggang dengan ringan.“Wa’alaikumsalam!”Aku menghampirinya lalu mengangguk dan tersenyum. Biasanya aku meraih tangannya dan mencium punggung tangannya, bagaimanapun aku menghormatinya sebagai seseorang yang berjasa memberikan ilmu pengeta
Read more
Bab 18
Dua orang perempuan dengan pakaian glamour sudah berdiri di ambang pintu. Aku tahu siapa mereka, Dewi dan Tante Lani---mamanya Dion. Helaan napas kuhembuskan peralahan ketika melihat sorot mata penuh kebencian itu terpancar dari dua pasang mata yang berada di ambang pintu sekarang.“Rupanya … anak sama ibu sama saja. Sama-sama gak punya malu. Gak sadar diri kalau mereka pungguk, bermimpi merindukan rembulan!” Tante Lani langsung bicara dengan wajah judes dan nada merendahkan. Lalu apa tadi? Ibu dan anak? Apakah dia orang yang membuat Ibu menangis kemarin? Aku berjanji, andai iya, maka aku sendiri yang akan membuatnya menyesal sudah membuat perempuan yang kucintai, kembali menumpahkan air mata. Perempuan yang mati-matian perasaannya kujaga. “Ahmm … selamat siang, Tante! Maaf tolong jaga bicaranya! Tante boleh merendahkanku, tetapi jangan sampai menghina Ibu.” Aku menatap tajam perempuan dengan bibir merah itu yang masih berdiri di ambang pintu. Aku dan dia sejenak beradu pandang, te
Read more
Bab 19
Pov Dewi Aku tersenyum, bahagia sekali rasanya melihat wajah Ayu yang tampak terpukul sekali oleh ucapan Tante Lani. Dia melangkah pergi meninggalkan rumah Dion seperti pecundang yang kalah perang. Beruntung, Tante Lani belum tahu jika Ayu sudah menjadi penulis terkenal. Bagi Tante Lani yang urusannya setiap hari berkecimpung dengan keuangan perusahaan, dia tak tak terlalu paham dunia entertain. Baginya, Ayu masih seorang remahan yang tak patut diperhitungkan. Namun, sialnya kenapa Om Subekti seperti mendukung hubungan Dion dengan Ayu. “Sudah! Sudah, Mam! Apa salahnya sih kalau anak kita dekat dengan Ayu! Papa lihat dia anak baik, bahkan dia sedang mulai belajar berwirausaha juga! Biasanya kalau orang punya kemauan seperti Ayu, dia akan telaten dengan keluarga dan sukses dengan karirnya!” Ck, kesal sekali aku. Dari awal, memang Om Subekti bahkan tak terlalu mempedulikan keberadaanku. Bahkan dia tak memuji ketika tahu aku menjadi bintang iklan. “Papa! Sudah deh, diam! Apa Papa pi
Read more
Bab 20
Pov Lani “Hmmm … menurut Dewi, Tan! Talkshow itu harusnya bintang tamunya satu saja! Jadi misal dia dipanggil ya gak apa, tapi Tante mintanya jangan bareng sama dia! Apalagi novel dia baru difilmkan katanya ‘kan? Jadi takutnya nanti fokus audience terpecah!” ucap Dewi padaku. Sepertinya ucapannya dia ada benarnya juga. Gimana kalau penonton malah fokus pada Peri Aksara dan bukan pada prestasiku yang membanggakan? Katanya novel dan filmnya tengah booming sekarang. Walau aku gak terlalu ngikutin, tapi dengar-dengar sih seperti itu. “Tante belum pernah sih kayak gini, dulu pernah diundang talk show juga memang Tante sama Om saja, gak ada bintang tamu lain! Bisa kepecah fokus audience, ya?” tukasku pun, setuju dengan pendapat Dewi. “Iya, Tante! Mending minta sama kru mereka buat ganti jadwal saja, Tante! Jadi jangan sampai ada dua bintang dalam satu panggung! Jadi nanti jatohnya gak fokus audiencenya!” Dewi kembali meyakinkanku. Dia memang selalu begitu, perhatian dan bisa diandalkan
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status