Semua Bab Takdir Sang Perawan Tua: Bab 41 - Bab 50
101 Bab
Bab 41 : Papa kandung Gempita
Mobil yang dikendarai oleh Budiman pun sampai di sebuah hotel tempat Gempita akan bertemu dengan tamu pelanggan Zuraida yang sudah memboking dirinya sekitar pukul 11 siang. Tepat pukul sepuluh lewat empat puluh menit, mobil yang ditumpangi Budiman dan Gempita masuk ke halaman depan hotel Bulan. “Makasih Om Budi.., untuk tumpangannya. Hehehehe,” tawa kecil Gempita seraya meraih hendel pintu mobil. “Ita..., Tunggu! Ini ada kue lapis, bawa saja,” pinta Budiman memberikan tas kanvas berwarna biru. “Baik banget Om Budi, cocok dengan namanya...,” ucapnya sembari mengambil tas kanvas tersebut dan keluar dari mobil lelaki hidung belang itu. Dengan perlahan Gempita berjalan menuju pintu utama dari hotel Bulan. Tampak sekali wajah Gempita meringis menahan sakit pada bagian belakangnya akibat gempuran pelanggan seperti Budiman.Sesampai di dalam hotel, Gempita berjalan menuju lift sembari membaca pesan singkat yang diterimanya dari Zuraida. [Pesan masuk Ibu : Kamar 215, namanya Sugiono, ser
Baca selengkapnya
Bab 42 : Ancaman Zuraida
Elvira yang dihubungi oleh Gempita pun, berjanji akan bertemu usai seluruh urusannya di Bank selesai. Mereka berjanji akan bertemu di sebuah Cafe dekat perumahan Zuraida, untuk sekedar nongkrong dan minum kopi serta makan camilan di sore hari. Gempita yang telah sampai di Cafe Wayang, menghubungi Elvira kembali lewat panggilan telepon. “Kak, aku udah di Cafe Wayang. Apa kakak masih lama? Kalau udah deket aku mau pesan makanan, biar kita nggak terlalu lama disini,” ucapnya seraya melambaikan tangan pada seorang pramusaji. “Aku udah on the way. Pesankan aku bihun goreng sama empek-empek ya, Gempi,” pinta Elvira. “Ok, siap..., ditunggu yaa...,” jawab Gempita seraya menutup sambungan teleponnya. Lima belas menit kemudian, sebuah taxi berhenti di depan Cafe Wayang. Elvira terlihat melangkah panjang kala Gempita yang duduk disisi luar dekat pilar dari bangunan Cafe tersebut melambaikan tangannya. Dengan tersenyum lebar, Elvira pun membalas lambaian tangan Gempita. Sesaat kemudian, kedu
Baca selengkapnya
Bab 43 : Memikirkan jalan keluar
Usai Zuraida pergi ke rumah sahabatnya, Elvira yang terkulai lemas karena mendapat ancaman pada dirinya atas kehamilannya, mencari Gempita yang saat ini dipastikan di kamarnya. Cklek! “Gempi...,” panggil Elvira seraya menyalakan lampu di kamar gadis muda tersebut. “Kak.., sini...,” panggil Gempita berada di tempat tidurnya. “Sorry..., kamu lagi istirahat yaa?” tanya Elvira yang melihat Gempita duduk dan bersandar di tempat tidur. Elvira pun mendekati tempat tidur Gempita dan duduk di sisi ranjang gadis itu. “Kak, maaf ya..., Tadi ibu memaksa aku untuk ngomong masalah uang yang diterima sama Kakak. Ternyata ibu itu, udah bangun dan mengumpet di balik pintu kalau kita lagi di dapur. Jadinya dia tau semuanya Kak. Kehamilan kakak, uang kakak. Untungnya sih, itu aja yang kebetulan dia persis bangun dan kita lagi ngobrol yang serius.” “Ya udah nggak apa-apa..., Yang penting cukuplah untuk biaya anakku sampai anakku 2 tahun. Setelah itu aku akan cari kerja yang halal. Karena itu, kita
Baca selengkapnya
Bab 44 : Kejujuran Gilang
Tok ... Tok ... Tok ...“Vira! Bangun pemalas!” teriak Zuraida menggedor pintu kamar Elvira. Elvira yang merasa kurang enak badan, langsung meraih ponsel yang ada di nakas. Kemudian, dilihat jam telah menunjukkan pukul tujuh pagi. “Aduh..., Kenapa badanku meriang begini ya?” Tok ... Tok ... Tok ...“Bangun Viraaaa! Lagaknya, baru bisa ngasih duit 5 juta sebulan aja udah kayak nyonya besar. Banguuun!” teriak kembali Zuraida diluar kamar Elvira.“Ya, Buu..., Sabar. Kepala saya pening,” jawab Elvira pelan dari dalam kamar. Dengan perlahan Elvira bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu kamar dan membuka pintunya. Cklek! Pintu kamar Elvira pun terbuka. Dengan berdiri di depan pintu kamarnya, Elvira bertanya pada Zuraida. “Ada apa Buu? Saya bangun telat karena nggak enak badan,” ucapnya. “Kamu itu ... Pakai acara ditutup pintunya. Gilang tiap hari tidur di sofa, emang kamu pikir, Gilang bakal memperkosa kamu? Ingat! Lain kali nggak usah pakai tutup pintu segala kalau tidur
Baca selengkapnya
Bab 45 : Baku Hantam & Kekacauan
Aprilia yang bertanya pada Gilang saat mereka usai makan siang membuat kedua adik Elvira pun terkejut. Apalagi, Aprilia seketika terkulai lemas dan hampir ambruk dari kursi yang didudukinya. Untung saja, Ervan yang duduk disebelah kursi Aprilia secara refleks menyangga tubuh sang mama. “Kak Gilang kelewatan sekali yaa, ngomong sembarangan! Jangan fitnah kak Vira seperti itu!” geram Amelia memandang Gilang yang ikut membopong tubuh Aprilia ke sofa ruang keluarga. “Maa..., Jangan seperti ini..., Mama jangan dengar apa yang dikatakan kak Gilang. Mama harus percaya sama kak Vira...,” ucap Amelia yang panik dengan memberikan minyak penghangat ke telapak kaki Aprilia yang tampak shock mendengar ucapan spontan Gilang tanpa basa-basi. Ervan yang berdiri di sebelah Gilang langsung menarik kerah kemeja lelaki gay itu ke dinding pada ruang keluarga. Lalu, dengan emosi tinggi dipegangnya dagu Gilang hingga kepalanya mengarah ke atas. “Bangsat kamu! Datang ke rumah ini hanya untuk memfitnah kak
Baca selengkapnya
Bab 46 : Keputusan Gilang & Gempita
Elvira yang pingsan karena rasa sedih dan malu pada kedua adik dan mamanya, akhirnya siuman dan mendapati tubuhnya tergolek lemah pada sebuah tempat tidur di Rumah Sakit itu. Elvira berbaring di ruang istirahat yang biasa di pakai dokter dan perawat jaga pada ruang ICU. Diruang itu, Gempita menunggu Elvira dengan air mata berlinang. Sedangkan Ervan dan Gilang berada di luar ruang ICU dan sudah dapat dilerai saat Elvira pingsan. Saat kelopak mata Elvira terbuka, dilihat Gempita tengah memandang wajahnya dengan air mata yang membasahi pipinya. Gempita yang melihat netra Elvira terbuka, langsung menggenggam erat tangan Elvira dan menciumi jemari tangannya seraya memberikan semangat pada wanita cantik itu. “Kak Vira, tolong yang kuat. Semua pasti udah di atur. Cepat atau lambat semua pasti akan terbuka. Semua hanya menunggu waktu. Untuk saat ini lah mungkin yang terbaik,” nasihat Gempita yang hadir bagai orang dewasa. “Gempi..., Tapi mamaku jadi korban. Bagaimana aku bisa memaafkan diri
Baca selengkapnya
Bab 47 : Kesedihan Elvira & Amelia
Elvira duduk di bangku depan ruang ICU dengan hati cemas. Detik demi detik dilaluinya dengan rasa takut, kuatir dan gelisah usai Dokter menyatakan kalau Aprilia masih dalam observasi setelah melewati masa kritis.Kira-kira pukul enam sore, Amelia menemui Elvira ke Rumah Sakit. Dilihat kakak tercintanya hanya terdiam dengan mata bengkak dan wajah lesu.“Kak, Ayo kita cari makanan di sekitar area Rumah Sakit,” ajak Amelia duduk di sebelahnya.“Aku nggak lapar..., Kalau kamu belom makan, sana makan,” ucapnya pelan berselimut kesedihan pada netranya.“Kak! Dengar aku...,” pinta Amelia menelan ludah dan memegang tangan kanan Elvira.Sejurus kemudian, Elvira menatap Amelia. Kedua netra kakak beradik itu pun, berkabut tebal dan kedua wanita cantik itu menangis.“Mel..., Aku banyak salah sama mamaaa..., Pasti mama sakit hati sekali mendengar semua kebohonganku selama ini,” isaknya seraya memegang bagian dadanya seolah menahan sakit di hatinya.“Kak..., Yakinlah..., Nggak pernah sekali
Baca selengkapnya
Bab 48 : Wafatnya Aprilia
Dengan napas tersengal-sengal karena berlari menuju ruang ICU, kedua wanita cantik itu pun menemui perawat jaga.“Suster..., Saya anak Bu Aprilia,” ucap Elvira.“Oh, ya, silakan ikut saya,” pinta perawat jaga beranjak dari tempat duduknya.“Ayo, Mel...,” ajak Elvira.“Tolong, satu aja...,” tegur perawat tersebut saat melihat Amelia ikut berjalan dibelakang nya.“Maaf Suster, ini adik saya. Tolong, biarkan kami berdua liat mama,” pinta Elvira meraih tangan Amelia yang sejenak menghentikan langkahnya.Perawat yang mendengar hal itu pun mengangguk pelan seraya menoleh ke arah Amelia. Mereka pun memasuki ruang ICU dan melewati beberapa orang yang masih dalam taraf kritis dengan beberapa alat kedokteran terpasang pada beberapa tubuh pasien.Mereka masuk ke dalam bangsal paling belakang dari 8 bangsal yang ada. “Silakan,” ucap perawat yang mengantar kakak beradik itu.“Mamaaa...,” panggil perlahan Elvira berada disisi kanan. Sedangkan Amelia berada disisi kiri Aprilia.Jemari pada tangan Ap
Baca selengkapnya
Bab 49 : Pertengkaran Zuraida & Amelia
Elvira, Amelia serta Ervan kembali ke rumah Aprilia usai pemakaman sang mama. Raut kesedihan masih terlihat jelas pada kedua putri almarhumah. Namun, tidak demikian dengan Ervan. Putra kedua almarhumah yang tampak sibuk dengan ponselnya. Baru saja mereka sampai rumah itu, ponselnya telah berdering dan lelaki itu pun melangkah panjang ke halaman belakang untuk menjawab ponselnya dengan suara pelan. “Ya, tunggu..., aku ke belakang dulu...,” jawabnya saat melangkahkan kakinya ke halaman belakang. “Gimana Mas akhirnya? Udah ada pembicaraan masalah rumah mama kamu?” tanya Fitri, istrinya. “Fitri, rasanya nggak mungkin aku minta warisan rumah ini. Apalagi, adik dan kakakku masih terlihat sangat sedih atas kepergian mama,” ucap Ervan pelan berbicara dengan Fitri, istri yang masih melayangkan gugatan cerai, di halaman belakang. “Mas Ervan! Pokoknya, hari ini aku mau dengar keputusan Kak Vira yang sombong dan adikmu yang bodoh itu, mengenai rumah peninggalan mama kamu. Kalau sampai mereka
Baca selengkapnya
Bab 50 : Teror Zuraida
PRANG...! PRANG...! Sebuah kaca bagian depan rumah Aprilia pecah saat dua batu bata sengaja dilemparkan ke rumah itu, hal itu terjadi kira-kira pukul setengah enam pagi. Disaat suasana kompleks perubahan tersebut tidak terlalu ramai. Darmi pembantu rumah tangga yang berada di ruang tamu berteriak keras kala sebuah batu bata masuk ke dalam rumah, hingga membuat dua kaca pecah secara bersamaan. “AAAK! Siapa itu lempar batu!” teriak Darmi. “Apa itu, Bik!” teriak Elvira yang berada di dalam dapur bersama Amelia. Terdengar langkah panjang kedua perempuan cantik itu menuju ruang tamu. Begitu juga dengan Revan yang tidur di kamar lantai satu turun dari tangga seraya berkata, “Kak! Ada apa itu!” Sesampai mereka di ruang tamu, Darmi yang melihat kedatangan mereka pun berteriak. “Hati-hati Non! Pecahan kaca...,” urai Darmi. “Ya Allah! Gila! Kerjaan siapa ini?” teriak Elvira. Ervan yang baru tiba di ruang tamu itu juga terkejut saat memandang 2 jendela diantara 4 jendela pada rumah itu b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status