All Chapters of Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah: Chapter 31 - Chapter 40
76 Chapters
Bab 31 Terbongkar
“Mari kita bawa Papa ke Rumah Sakit saja,” usul Li.Dengan sigap ia memapah papa menuju mobil. Untung saja ada Rumah sakit swasta yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Sesampainya, papa langsung dilarikan ke ruang IGD dan diberikan tindakan oleh tim medis.Aku, mama, juga Li menunggu dengan harap-harap cemas. Semoga papa tidak kenapa-kenapa. Dalam hati terus berdoa tanpa henti sambil terus menenangkan mama. “Semua akan baik-baik saja, Mah,” ucapku seraya memeluknya.Tidak lama kemudian, dokter yang menangani papa memanggil keluarga pasien. Syukurlah, saat kami menghampiri, papa sudah terlihat stabil dengan bantuan masker oksigen. Mama langsung menanyakan sebenarnya apa yangn terjadi kepada suami tercintanya?Dokter menjelaskan kalau sesak napas yang dirasakan papa adalah Psikosomatis. Sebuah istilah untuk menyebutkan sebuah kondisi keluhan sesak napas saat seseorang menahan emosi, sedih, panik atau saat sedang dalam psiologis tertentu. Ini termasuk gangguan kesehatan yang disebabkan
Read more
Bab 32 POV. Hans
POV. Hans-1Aku sudah rela meninggalkan Salma, meski pun sebenarnya aku diusir, sih. Ya, lagian aku juga sudah bosan dengan dirinya yang selalu memerintah sesuka hati. Mentang-mentang memiliki uang, dia selalu berkuasa dan aku hanya kacungnya.Aku pulang ke rumah ibu. Akan tetapi tidak menyangka kalau beliau pun mengusirku. Ya, aku paham, tentu saja karena aku tak memiliki uang dan pengangguran. Kadang heran, aku ini anak kandungnya, tetapi dari dulu kenapa selalu disayang jika memiliki uang saja. Ibu juga marah besar. Katanya gara-gara aku, dia kehilangan tambang emasnya selama ini. “Dari mana coba ibu bayar arisan yang masih berbulan-bulan lagi? Dari mana coba ibu, membayar cicilan?” cecarnya kesal.Padahal gampang, tinggal jual saja perhiasan. Bukankah ibu memiliki banyak perhiasan? Ah, pola pikir orang tua itu sering tak masuk akal, tak sejalan.Untung saja Meti mengontrak sebuah rumah dan bekerja sebagai buruh cuci-setrika. Jadi aku bisa menumpang cuma-cuma. Awalnya aku hanya me
Read more
Bab 33 Masih Setia
POV. Hans 2Rasa bahagia menghiasi hariku. Terlebih, aku akan memiliki anak dari wanita yang sejujurnya masih bertahta di hati terdalam. Perasaan yang kukubur dengan rasa benci kembali mencuat ke permukaan.Sejak hari itulah, hubunganku dengan Salma bisa dibilang mulai membaik. Secara tidak disadari, kami memulainya dari awal. Aku juga membantunya pindahan rumah. Tak akan kubiarkan ibu dari calon anakku kelelahan. Kali ini aku harus memastikan agar anak kami bisa terlahir ke dunia dengan sehat dan selamat.Aku pun mengontrak sebuah rumah kecil tidak jauh dari Salma. Agar kalau ada apa-apa bisa langsung siap sedia. Kadang malam-malam, ia memintaku untuk membelikan sesuatu yang diidamkannya. Tentu sebagai ayah dari bayi yang dikandungnya, aku selalu memenuhi apa pun itu. Inginnya, kami itu satu rumah saja, biar dia lebih terpantau setiap saat, tetapi tentu saja Salma keberatan. Dia memang belum memaafkanku sepenuhnya. Bahkan sering sekali menolak saat kuingin mengelus perutnya. Ya, dia
Read more
Bab 34 Reaksi Hans
“Salma sebenarnya tak mengandung. Tengoklah perutnya!” ucap papa puas.Hans menoleh, kedua netranya tertuju kepada perutku yang tiba-tiba kempis dan baru disadarinya. Debaran jantungku kian meruntut semakin cepat. Sekarang ini hanya bisa pasrah dengan yang akan terjadi di depan mata.“Jadi, Papa juga sudah mengetahuinya?” Hans balik bertanya.“Apa? Awak sudah tahu kalau Salma tak mengandung?”“Iya, Pah.”“Mas, jadi kamu sudah tahu? Sejak kapan? Kenapa kamu diam aja? Apa kamu tidak marah?” cecarku karena reaksinya yang tampak santai.“Mana mungkin aku tidak tahu, Yang. Kita tinggal satu atap. Aku diam, hanya menunggu waktu kapan kamu akan berterus terang. Eh, tapi keduluan Papa. Kamu jangan khawatir, aku tak apa, kok,” jawabnya dengan seulas senyum.Seketika dada ini plong, bernapas lega. Haru dan senang bercampur menjadi satu. Sungguh tidak menyangka kalau Hans tidak marah. Dia benar-benar berubah. Sungguh membuat hatiku kembali jatuh cinta.“Ya, sebab awak sudah tahu, lebih baik kali
Read more
Bab 35 Debat
Semalam Hans menceritakan kalau kafe temannya itu akan dijual. Karena kafenya yang di Jakarta sedang tidak stabil nyaris bangkrut. Jadi membutuhkan suntikan dana. Jika kafe ini dijual ke orang lain, otomatis Hans akan kehilangan pekerjaannya.Padahal kehidupan kami tengah membaik. Penghasilan Hans sudah merangkak di angka enam juta dari lima juta. Jalan satu-satunya kafe itu harus Hans yang beli. Namun, membeli sebuah kafe bukanlah membeli suatu barang dengan harga ratusan juta. Kafe tersebut dihargai 2,5 Miliar. Uang sebanyak itu membuat Hans menyerah. Sebenarnya aku menawarkan tabunganku kepadanya yang tinggal 2 Miliar. Kurangnya kita bisa gadaikan sertifikat rumah. Akan tetapi, Hans menolak. Ia tidak mau memakai uang pribadi istri.Perdebatan cukup alot terjadi. Tentu saja aku tidak pernah keberatan untuk membantu membeli kafe itu. Toh, penghasilannya juga nanti bukan buat siapa-siapa. Ini demi kelangsungan hidup rumah tangga kami juga.“Aku mau cari pekerjaan lain saja, Yang,” uca
Read more
Bab 36 Galau
Ternyata pemilik nomer tersebut adalah Li Chen. Tentu aku langsung dapat mengenali suara khasnya yang bersemu serak. Ampun, ternyata waktu itu, kontak dia aku hapus juga.“Ekhm, ada apa, ya?”“Aku hanya mau pamit. Tadinya mau ajak ketemuan, tetapi kuyakin kamu akan menolak.”Sayang sekali, justru sebaliknya. Jika kamu memaksa, aku pasti mau ketemu.“Pamit?”“Ya, aku mau pindah ke Bejing.”Hah, astaga! Apa karena patah hati dariku dia sampai mau pindah.“Pindah dengan mami-mu?”“Tidak. Aku saja. Maksud aku menghubungi hanya ingin meminta maaf sekali lagi.”“Oh."Tuh 'kan apa kubilang. Gara-gara patah hati sampai pindah negara. Segitunya kamu ingin melupakan aku. Padahal perusahaanmu maju pesat di kota kecil ini.“Apa kamu sudah memaafkanku?”“Ehhmm … ya, sudah aku maafkan.”“Terima kasih. Dengan begitu aku bisa pergi dengan lega.”“Ya, semoga kamu bahagia dan betah di sana.”“Iya, doakan juga semoga pernikahanku berjalan lancar,” pintanya.“Pernikahan?”“Iya, calonku berkewarganegaraa
Read more
Bab 37 Hasil Tes
Sudah seminggu Hans mencari pekerjaan, tetapi tak kunjung dapat. Bunyi token listrik tandanya harus diisi ulang membuyarkan lamunan. "Kok, sudah habis lagi? Perasaan kemarin sudah diisi tanggal 29, deh. Belum juga dua minggu, masa udah habis saja?" Aku bergumam sendiri.Kuambil kalender duduk di atas meja untuk memastikan. Tiba-tiba netraku merasa ada yang aneh saat mengecek angka-angka. Biasanya dari deretan angka tersebut suka ada yang dilingkari oleh spidol warna merah."Astaghfirullah ... Allahu akbar ... Masya allah!" seruku.Dengan tidak adanya yang dilingkari merah, artinya aku belum datang bulan. Tunggu! Satu, dua, tiga dan seterusnya. "Hah, aku sudah telat seminggu!" pekikku.Hati ini jadi berdebar-debar tak karuan. Tanpa sepengetahuan Hans aku membeli tes pack. Rasanya sudah tak sabar ingin mengeceknya.**Kali ini aku terbangun sebelum subuh. Alat tes kehamilan sudah kugunakan sesuai intruksi. Detik demi detik mendadak sangat berharga. Di batas menit terakhir, mata ini me
Read more
Bab 38 Hargai Aku
"Mas, itu mangga-nya dipotonging sekarang?""Iya, kan mau petis sekarang. Oya, ada gula merah sama rawitnya enggak?""Ada. Tuh di rak bumbu." Hans segera menguleknya, garam, gula merah dan rawit. Dengan tak sabar ia pun menyocol potongan mangga muda."Mau enggak?""Enggak ah. Masa petis jam segini? Bentar lagi mau magrib, lho."Hans tampak sangat menikmati petisnya. Tak memedulikan komentar istrinya. Padahal setahuku dari dulu, ia tidak suka dengan petis atau pun rujakan. Aku semakin yakin kalau suamiku itu sedang ngidam.Magrib datang.Kutunaikan solat tiga rakaat dan Hans sebagai imamnya. Selepas solat, juga ngaji beberapa ayat. Terus kami hanya duduk sambil ngobrol-ngobrol depan tv. Tidak ada acara makan malam. Baik aku atau Hans sedang tidak berselera untuk makan nasi.Hans mencurahkan perasaannya yang hampir putus asa sebab sampai hari ini belum mendapat kerja. Hari ini juga adalah batas akhir ia memegang cafe sahabatnya. Besok katanya cafe akan mulai ditawarkan kepada orang lai
Read more
Bab 39 Baru Tahu
Aku tidak menyangka kalau Hans akan semarah ini atas keputusanku untuk memebeli kafe. Apa sebegitu melukai harga dirinya? Sebab ketidakmampuannya itu."Batalkan kesepakatan itu!""Janga Mas!""Apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaanku? Mentang-mentang punya uang.""Cukup, Mas! Aku memang punya uang. Tapi kali ini, semua aku lakukan demi anak kita," berangku."Anak? Apa maksudmu anak?""Ya Mas. Aku sedang hamil. Maka dari itu, aku tidak mau kalau sampai kamu terus pengangguran. Sedangkan banyak sekali hal yang harus kita siapkan untuk kehidupan janin ini.""Hahaha ... apa kamu mencoba untuk menipuku lagi?" ejek Hans.Aku gegas ke kamar untuk mengambil tes pack dan selembar hasil pemeriksaan dokter Sp.OG berikut foto hasil USG-nya. Lalu kuserahkan kepadanya sebagai bukti.Seketika mata Hans membeliak setelah dengan teliti memerhatikan apa yang kini ada di tangan."Aku bukan penipu," tegasku."Kamu hamil, Yang?" tanyanya penuh binar senang. Aku hanya mengangguk. Hans langsung memel
Read more
Bab 40 Kotak Merah
Aku harus kuat. Jika Hans berani berkhianat untuk kedua kali, maka tidak akan pernah ada kesempatan lagi. "Momi harap, kamu mengerti Nak. Jika seandainya kita harus meninggalkan Papi," lirihku seraya mengelus perut buncit.Kurasa ibu mana di dunia ini yang mau melahirkan anak tanpa ada suami. Akan tetapi, kalau kehadirannya hanya membuat perih tak bertepi, untuk apa? Lebih baik berpisah dengan membuka lembar kehidupan baru. Bukankah setiap orang bisa dan berhak bahagia dengan caranya? "Momi janji, kita akan tetap bahagia, Nak."Rasa perih tanpa sadar membuatku berganti jadi pribadi yang jauh lebih kuat. Bahkan kularang air mata ini menetes menangisinya.**"Assalamualaikum," salam Hans sudah terdengar.Rupanya dia sudah sampai dari Pelabuhan Ratu. Seperti biasa aku masih menyambut dan mencium punggung tangannya. Aku bersikap seolah belum mengetahui apa-apa. Biarkan saja di sisa hari-hari pernikahan ini, kujalani peran istri yang baik sebelum gugatan cerai kulayangkan. Aku hanya ing
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status