All Chapters of Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam: Chapter 291 - Chapter 300

“Kau akan mencegah Marseilles jatuh ke tangan Bourbon?” Sorrel menyimpulkan rencana dalam kepala Rad. “Nox bermaksud untuk mengganti penguasa di Marseilles. Aku belum tahu apa yang akan dilakukannya tapi aku yakin, kalau Bastien tahu aku telah pergi--atau mati seharusnya, maka pasti dia akan berusaha untuk menguasai Marseilles.” Rad mengucapkannya, meski Sorrel bisa membaca semuanya. “Dan saat ini dia sudah tahu?” tanya Sorrel “Sudah dua hari sejak aku menghilang dari Marseilles. Kalau Nox ingin meneruskan rencana secepatnya, maka kemungkinan besar dia mengirim kurir ke Paris. Dan dua hari adalah waktunya kurir itu sampai di Paris.” “Berarti belum terlambat? Bastien belum memutuskan apapun bukan?” “Belum. Keputusan untuk memindahkan kekuasaan kota utama itu tidak bisa dilakukan dalam sehari--seperti Le Mans kemarin. Dia harus membicarakannya dengan bangsawan yang lain, dan memutuskan jalan apa yang akan diambil. Keputusan ada di tangannya, tapi dia tidak bisa semena-mena memberi

“Dan kau siapa lagi?” Mata berwarna aneh itu menatap Rad “Aku sudah mengatakan padamu kemarin, Bree menikah dengan vampir,” jelas Sorrel. “Tidak bisakah lebih buruk lagi?” Ara menutup wajahnya dengan tangan. “Ah, ya. Aku ingat sekarang. Setelah sekian lama akhirnya menemuiku lagi, kau datang dengan membawa berita tidak menyenangkan, lalu menambahkannya dengan berita mengerikan."Ara berpaling pada Bree dan menegur Bree. "Tidak adakah makhluk lain yang bisa kau pilih menjadi suami? Haruskah vampir?!” “Aku….” Bree tergagap. Tidak tahu harus mengatakan apa, karena jelas saja dia tidak memilih suaminya sendiri. “Kami dijodohkan, dan dia tidak tahu jika aku adalah vampir sebelumnya. Tidak perlu marah maupun menegurnya! Ini bukan kesalahannya!” Rad kembali menjawab. “Tak bisakah kau menjawab sendiri? Kenapa harus dia yang menjawab untukmu?” Ara melirik kepada Rad, dengan mata yang semakin tajam. Tapi Rad tidak bergeming. “Aku menjawab untuknya karena Bree terlalu terkejut, melihat jik

Ara mendesah. “Ya, mungkin aku orangtua yang buruk, tapi yang pasti setelah Miriam pergi, aku merasa dia tidak berbeda dari manusia yang lain. Tidak cocok untuk menjalani hidup bersamaku, dan aku melupakannya.” “Mencoba untuk melupakannya, Ara. Kau mencoba, tapi tidak bisa.” Sorrel melembutkan kalimat Ara dengan sumber pikiran jujur dalam kepalanya.“Pergi dari kepalaku!” bentak Ara. “Aku tidak akan perlu melakukan ini jika kau jujur pada perasaanmu. Jangan membuat Bree membencimu.” Sorrel tidak peduli dengan peringatan itu. Ara memberengut, dan dia melanjutkan kisahnya begitu saja. Tidak membahas apa yang dikatakan Sorrel. “Aku tidak ingin mendengar lagi tentang Miriam, sampai Elf tidak berguna itu datang, dan mengatakan kau ada. Kejutan yang tidak terduga, karena aku tidak melihatmu di masa depan Miriam sebelum ini. Aku tidak mengerti bagaimana tapi dia mengubah jalan hidupnya sendiri. Memang akhirnya dia meninggal, tapi banyak hal berubah.” “Takdir ada yang tidak tertulis diat

"Kau risau." Rad menyentuh pipi Bree, mengelus perlahan sampai Bree kembali mendongak. Bree mengangguk. Mereka kini sudah berdiri di atas bukit yang menjadi tempat mereka datang. Rad telah selesai bersiap untuk keluar dari sanctum. Pakaiannya telah berganti normal. Pakaian baru yang tidak tahu berasal dari mana. Yang pasti lebih pantas dipakai di luar sana, daripada tunik tanpa lengan. "Aku sebenarnya tidak suka kita berpisah," gumam Bree. "Kau dengar tadi kata Sorrel. Aku tidak akan merasa lapar untuk dua minggu ke depan. Jadi…" "Bukan hanya karena itu. Aku tahu kau akan menghadapi bahaya," desah Bree. Khawatir. Rad tersenyum, lalu mencubit ujung hidung Bree perlahan. "Memang, tapi apa kau lupa siapa aku?" "Aku khawatir justru karena lawanmu kali ini sama sepertimu." Bree tidak akan khawatir jika lawan dari Rad adalah manusia. Masalahnya sekarang lawan dari Rad adalah Nox yang mengerikan, cukup melihat sekali dan beri tahu dia bukan lawan yang mudah dikalahkan. Belum lagi

“Haruskah kita keluar di tempat yang seterang ini?” Rad mendongak, memandang langit Paris yang hari ini sangat cerah. Mereka muncul di taman sebelah timur istana Bastien, tertutup salju tapi cuaca cerah.“Kau tidak ingat? Kau sudah bisa berjalan di bawah matahari sekarang. Tidak perlu mengkhawatirkan cuaca cerah.” Sorrel mengangkat alis dengan heran, tetapi kemudian bibirnya tersenyum geli. Karena tahu apa yang dikhawatirkan oleh Rad, bukan dirinya sendiri tentunya. “Dan kau sengaja melupakan aku!” Amory menyahut galak. Rad khawatir pada ibunya. Tapi tidak masalah untuk saat ini. Amory mengangkat tudung kepala menutupi wajahnya. Dia memang sudah mempersiapkan jubah. Sedang Rad untuk pertama kalinya, keluar ruangan pada siang hari tidak mengenakan jubah. Tubuhnya terasa aneh tadi, tapi sekarang Rad menikmatinya. “Kalian akan baik-baik saja,” kata Sorrel. “Paling tidak aku sudah memindahkan kalian di tempat yang tepat. Apa kau tahu betapa sulitnya menemukan tempat ini?” Sorrel m