Malam itu, setelah Arlan pulang dari rumah orang tuanya, udara di sekitar kontrakan Sevi terasa tenang dan hangat. Lampu di dapur menyala redup, menerangi meja kecil yang kini dipenuhi beberapa bahan masakan sederhana, bawang merah, cabai, daun bawang, dan satu ikat sawi segar. Sevi duduk di kursi, menulis daftar belanja di kertas sobekan kecil, bibirnya membentuk senyum tipis.Ia menatap jam di dinding yang hampir menunjukkan pukul delapan malam.“Aku pengen masak yang ringan aja besok,” gumamnya pelan, mengisi keheningan. “Sup bening, sambal, sama tumis sayur. Simpel, tapi enak. Atau sekalian ceplok telur ya?”Tak lama, suara ketukan lembut terdengar di pintu. Sevi menoleh.Begitu pintu dibuka, Arlan berdiri di sana mengenakan kaus putih dan jaket abu-abu, wajahnya tampak lelah tapi matanya lembut.“Kamu belum tidur?” tanyanya dengan nada yang terdengar khawatir.“Belum. Aku lagi nyusun daftar belanja buat besok,” jawab Sevi, sedikit kikuk.Arlan tersenyum. “Boleh aku bantu?”“Boleh
Last Updated : 2025-10-21 Read more