All Chapters of Perjanjian Panas untuk Istri Rahasia CEO: Chapter 101 - Chapter 110

“Maaf, Ibu, kondisi putri anda sempat menurun drastis sekitar satu jam yang lalu. Demamnya naik lagi, dan trombositnya turun sangat cepat. Dokter memutuskan untuk segera memindahkannya.”“Dipindahkan ke mana?!” desak Shakira, matanya mulai berkaca-kaca.“Ke ICU Anak, Ibu. Agar pengawasan bisa lebih intensif dan dapat penanganan cepat jika terjadi syok. Pindah sekitar pukul dua dini hari,” jelas suster itu. “Kami sudah menginformasikan pada pendampingnya.”Shakira tidak menunggu penjelasan lebih lanjut. Ia berlari kencang menuju ICU Anak, mengabaikan larangan lari di koridor rumah sakit.Begitu sampai di depan pintu kaca ICU, ia melihat Bu Ningsih berdiri di luar, memeluk dirinya sendiri dan menangis dalam diam.“Bu Ning!”Shakira menghampiri Bu Ningsih, dan begitu melihat wajah Shakira, tangis Bu Ningsih pecah.“Non … Belliza …” Bu Ningsih tidak mampu melanjutkan kata-katanya, hanya mampu merangkul Shakira erat.Shakira menangis. Air mata penyesalan dan ketakutan yang ia tahan selama b

Belliza adalah dunia Shakira.Tanpa Belliza, hidupnya tidak ada artinya. Ia tidak punya apa-apa lagi. Luis telah mengambil segalanya, dan Belliza adalah yang terakhir.’Kalau aku nggak bisa bersamanya di dunia ini, aku akan menyusulnya,’ batinnya, dengan logika yang sudah mati karena duka.Dengan gerakan cepat dan tak terduga, Shakira melepaskan pelukannya dari Belliza, ia berjalan ke arah troli medis dengan air mata membasahi pipi.Lalu tangannya meraih pisau bedah kecil itu dan langsung mengarahkannya tepat di pergelangan tangan.“Non! Jangan!” teriak Bu Ningsih.Bu Ningsih, yang menyadari niat gila Shakira, langsung bergerak cepat. Ia mencoba merebut pisau itu hingga terlepas dari tangan Shakira. Pisau jatuh ke lantai dengan bunyi denting yang nyaring.Bu Ningsih memeluk Shakira erat-erat, menahan tubuh Shakira yang berontak.“Non, sadar! Nona nggak boleh begini! Siapa yang akan mendoakannya?! Nona harus kuat, Nak! Nona nggak boleh nekat!” seru Bu Ningsih sambil mengusap air mata da

“Satu hal yang harus kamu tahu, Van. Kalian bertiga, sama-sama menggunakan aku demi ambisi kalian! Dan keputusanku udah bulat. Kalau aku nggak butuh kalian!”Shakira menatap tajam Devano dengan mata berurai air mata.“Kamu ninggalin kami sendirian di dunia ini, dan sekarang putriku tiada! Kamu nggak punya hak merayuku apapun alasanmu, Devano! Karena kamu adalah alasan Belliza menderita!”“Aku nggak butuh perlindunganmu! Aku nggak butuh kamu! Aku membencimu, Devano! Sama kayak aku benci Ben dan Luis!”Devano, meskipun ditolak keras, tidak mundur. Warisan itu terlalu besar risikonya. Ia harus mendapatkan Shakira.“Ra, aku akan kasih kamu waktu untuk berpikir. Aku tahu kamu masih sayang sama aku. Kamu cuma lagi emosi. Oke, aku terima emosimu. Kamu bebas mau maki-maki aku nggak masalah.”“Tapi aku nggak akan pergi. Aku akan tetap di sini. Aku akan mengurus pemakaman Belliza, sebagai ayah kandungnya,” ujar Devano, dengan suara yang dibuat penuh tekad, meskipun sebenarnya ia hanya ingin meng

Bu Ningsih tersentak. Ia menoleh dan memberi hormat singkat pada putra tertua majikannya. Matanya masih sembap karena menangis.“Selamat malam, Den Mas,” jawab Bu Ningsih.“Gimana kondisi Shakira?” tanya Luis, tidak berani menanyakan hal lain.Bu Ningsih menggeleng sedih. “Nona hancur, Den Mas. Dia menyalahkan Den Mas atas kematian putrinya.”Luis mengangguk paham.“Den Mas, apa benar Den Mas yang mengurus pemakaman Belliza?” tanya Bu Ningsih berbisik, agar Shakira tidak mendengarnya.Luis mengangkat kepalanya. “Iya. Aku yang mengurusnya. Aku mau Belliza dapat pemakaman yang terbaik. Tolong, jangan bilang Shakira.”“Terima kasih, Den Mas. Tapi, ada yang harus Den Mas tahu, Nona tidak mau bertemu Den Mas sama sekali. Dia bilang, setelah ini, dia akan pergi dari kehidupan Den Mas.”Luis kembali mengangguk dan merasakan keputusasaan Shakira.“Untuk saat ini, aku nggak akan membiarkan dia sendirian. Aku akan mengurus perceraian kami, tapi nggak sekarang.”Alasan tidak mau membiarkan Shakir

“Oke. Aku keluar. Tapi ingat, kamu nggak bisa keluar dari rumah ini tanpa izinku, Shakira,” ujar Luis dingin.“Persetan, Luis! Kamu nggak ada hak ngurung aku!”Luis tidak peduli dengan ucapan Shakira kemudian berjalan menuju pintu, lalu menutupnya dan kembali ke kamar.Shakira resmi terkurung dan menjadi tahanan sementara di dalam rumah Luis.Kini amarahnya memudar, berganti rasa lelah dan keputusasaan yang baru. Ia merosot kembali ke ranjang, menangis tersedu-sedu. Ia tahu, Luis tidak akan melepaskannya begitu saja.Setelah Luis pergi, ruangan itu hanya menyisakan isak tangis Shakira dan suara Bu Ningsih yang bergerak membersihkan pecahan mangkuk di lantai. Bu Ningsih tidak menyalahkan Luis, ia tahu Luis melakukan itu karena peduli, dengan caranya yang keras.Setelah ruangan bersih, Bu Ningsih kembali ke sisi ranjang, membawa mangkuk bubur hangat yang baru dan segelas teh panas yang baru diantarkan seorang asisten rumah tangga.“Non, sudah ya. Jangan siksa diri Non,” bujuk Bu Ningsih